Pemetaan Para Pihak Dalam Pemanfaatan Tumbuhan Obat Sebagai Bahan Baku Jamu: Studi Kasus Di Pulau Jawa
View/ Open
Date
2016Author
Nugroho, Ignatius Adi
Nurrochmat, Dodik Ridho
Darusman, Latifah Kosim
Purwadianto, Agus
Hardjanto
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini membahas relasi para pemangku kepentingan dalam memanfaatkan
bahan baku tumbuhan obat di mana dalam proses pemanfaatan tersebut terjadi konflik
kepentingan, pengaruh dan kekuasaan diantara mereka. Konflik-konflik tersebut terjadi
karena pemanfaatan tumbuhan obat mendorong perubahan sosial dan ekonomi para pelaku
di dalamnya. Tujuan penelitian ini yaitu (a) Melakukan identifikasi terhadap pelaku,
motivasi dan persepsinya dalam pemanfaatan tumbuhan obat; (b) Menganalisis peranan,
kepentingan, pengaruh dan kekuasaan para pelaku dalam pemanfaatan tersebut; (c)
Menganalisis akses yang dimiliki oleh para pelaku; (d) Menganalisis besarnya manfaat
yang diterima dan biaya transaksi yang terjadi dan (e) Menguraikan jaminan alam (natural
insurance) yang dimiliki oleh para pihak di mana tumbuhan obat berperan sebagai safety
net dan stepping stone sebagai kesempatan untuk meningkatkan pendapatan untuk
membiayai kegiatan anggota keluarga melalui tumbuhan obat.
Metode yang digunakan dalam penelitian ini melalui metode survei terhadap para
pemangku kepentingan dengan memanfaatkan informan kunci yang terdapat di dalamnya.
Dalam pencarian data, lokasi penelitian dibagi berdasarkan 3 (tiga) klaster di mana masingmasing
klaster tidak memiliki keterkaitan pemanfaatan secara langsung, tetapi masingmasing
klaster memiliki keunikan tersendiri yaitu (a) Klaster produksi berada di Taman
Nasional Meru Betiri Jember Jawa Timur; (b) Klaster layanan kesehatan tradisional berada
di Kota Yogyakarta, dan (c) Klaster industri berada di Kabupaten Sukoharjo Jawa Tengah.
Penelitian ini mengidentifikasi 41 pemangku kepentingan yang terlibat dalam
pemanfaatan tumbuhan obat mulai dari instansi pemerintah, swasta, asosiasi, rumah sakit
dan klinik, dokter, pengobat tradisional, LSM, rumah tangga, pengecer, pengepul,
pemungut, kelompok tani, industri rumah tangga, dan kelompok pencak silat. Berdasarkan
pemetaan terhadap para pemangku kepentingan diperoleh hasil sebagian besar pelaku
masih tersebar dalam kepentingannya masing-masing sehingga membutuhkan adanya
perbaikan kelembagaan untuk mengurangi terjadinya ekses negatif dalam pemanfaatan
tersebut. Akses utama yang dikuasai oleh para pemangku kepentingan terdiri atas akses
terhadap pasar dan akses terhadap kapital di mana akses terhadap pasar mendorong
terjadinya produksi bahan baku tumbuhan obat keluar dari hutan. Industri sendiri berperan
sebagai pembeli atas bahan baku tumbuhan obat yang ditawarkan oleh pasar. Secara umum,
para pemangku kepentingan memperoleh keuntungan yang cukup memadai dari
pemanfaatan tumbuhan obat di mana transaksi yang banyak terjadi bersifat ad valorem dan
lump sum. Artinya transaksi tersebut bersifat legal pada dua klaster yang lain, kecuali pada
klaster produksi di mana pada kasus pemanfaatan tumbuhan obat potensial di masa datang
terjadi transaksi yang bersifat ilegal. Berdasarkan analisis kelentingan, para pemangku
kepentingan masih dikategorikan memiliki kerentanan sehingga perlu dilindungi
aktifitasnya dan didorong untuk memiliki safety net dan stepping stone agar mampu
menghadapi goncangan sosial dan ekonomi manakala hal tersebut terjadi di masa depan.
Implikasi dari penelitian ini bahwa diperlukan adanya pemanfaatan optimal
terhadap zona rehabilitasi pada Taman Nasional Meru Betiri untuk mengembangkan
budidaya tumbuhan obat hutan, memperbaiki kelembagaan pemanfaatan tumbuhan obat,
mengurangi terjadinya asimetris informasi antar klaster, melakukan penelitian lanjutan
mengeni aspek penawaran dan permintaan serta mendorong terjadinya kebijakan untuk
mengamankan lokasi budidaya tumbuhan obat dengan kegiatan patroli rutin sehingga
kehadiran negara dapat dirasakan oleh para pihak.
Collections
- DT - Forestry [347]