Measuring And Predicting Success Of Reintroduction Orangutans
View/Open
Date
2016Author
Basalamah, Fitriah
Perwitasari, Dyah
Atmoko, Sri Suci Utami
Qayim, Ibnul
van Schaik, Carel P
Metadata
Show full item recordAbstract
Genus Pongo, orangutan, merupakan satu-satunya kera besar di Asia. Saat
ini, orangutan diketahui ada 2 jenis yaitu Pongo abelii yang dijumpai hampir
diseluruh Pulau Sumatera bagian utara dan Pongo pygmaeus di Pulau
Kalimantan. Orangutan terancam dengan adanya kerusakan hutan sebagai habitat
karena pembalakan, pengalihfungsian hutan menjadi perkebunan, tambang,
perburuan baik untuk di konsumsi ataupun diperjualbelikan secara illegal.
Penyitaan orangutan dilakukan untuk menegakkan hukum terhadap perdagangan,
lalu melepasliarkan kembali orangutan tersebut ke habitat yang aman dan
dilindungi mengikuti international guidelines (Guidelines for Non human Primate
Re-Introduction of the IUCN/SSC Re-Introduction Specialist Group; Baker 2002).
Suksesnya re-introduksi merupakan tujuan akhir dari proses rehabilitasi tetapi
pelaksanaan re-introduksi sebelumnya terkadang belum optimal. Meskipun
merupakan bagian penting dari penegakan hukum, re-introduksi masih relatif
sedikit diketahui kesuksesannya (Russon 2009). Karena ex-captive orangutan
harus beradaptasi pada kemampuan hidup di hutan (Russon 2002), post-release
monitoring menjadi alat yang penting untuk mengevaluasi proses reintroduksi.
Pada rencana aksi orangutan Indonesia yang di luncurkan oleh Presiden
Indonesia pada Desember 2007 menyatakan bahwa program reintroduksi akan
ditutup pada tahun 2015 dan semua eks-captive orangutan yang sehat harus
dilepasliarkan kembali ke habitatnya.
Penelitian ini dilakukan di hutan Kehje Sewen – Kalimantan Timur selama
satu tahun sejak April 2012 dan Stasiun Reintroduksi Orangutan Sumatera, Jantho
– Provinsi Aceh pada April 2011 hingga Desember 2012. Penelitian ini membantu
untuk mengamati setiap tahapan dari penyesuaian orangutan eks-rehabilitan
terhadap lingkungan yang baru dan membantu mengevaluasi prosedur dari
program reintroduksi. Saya mengamati kemampuan hidup di hutan (aktivitas
harian, pola diet, penggunaan ketinggian, perilaku bersarang, asosiasi, home range
dan food patch) dari ke-16 eks-rehabilitan orangutan, dengan estimasi umur
berkisar 4-13 tahun. Hasil pengamatan menunjukkan bahwa semua individu eksrehabilitan
mampu bertahan hidup pada tahun pertama pelepasliaran di kedua
lokasi tersebut.
Disertasi ini terdiri dari enam bab, yaitu: (1) latar belakang histori
kehidupan orangutan, ekologi, ancaman, dan konservasi yang berkaitan dengan
studi ini (2) sebuah kajian literatur dari proses reintroduksi dalam penyesuaian
pada kehidupan liar (3) pengamatan aktivitas harian, diet, pemanfaatan
ketinggian, bersarang dan asosiasi pada 6 eks-rehabilitan orangutan selama satu
tahun dilepasliarkan di Kehje Sewen, Kalimantan Timur (4) hasil awal study pada
penjelajahan 10 orangutan eks-rehabilitan di Stasiun Reintroduksi Orangutan
Jantho Sumatera, Provinsi Aceh.
Berdasarkan pengamatan di Kehje Sewen, eks-rehabilitan orangutan
menghabiskan banyak waktu hariannya untuk aktivitas makan dan proporsi
terbesarnya mengkonsumsi buah, serupa dengan proporsi orangutan liar. Eksrehabilitan
mampu membuat sarang baru, dan sering menggunakan sarang lama
atau memperbaiki sarang yang lama sebelum digunakan kembali. Orangutan eksrehabilitan
juga banyak menghabiskan waktunya untuk beraktifitas di tanah
disbanding dengan orangutan liar yang seusianya. Asosiasi antara jantan-betina
dan betina-betina terlihat sering terjalin dan hampir sama pada jarak <50m
disetiap periodnya, namun sedikit persentasenya pada jarak yang dekat (<10m).
Home range (daerah jelajah) dari orangutan eks-rehabilitan di Jantho
berkisar antara 0.61 – 78 Ha, dengan rata-rata panjang jelajah harian 428-1280
meter. Daerah jelajah orangutan eks-rehabilitan tersebut terlihat saling tumpang
tindih, terutama pada sekitar kandang aklimitasi (titik pelepasliaran). Keberadaan
kandang aklimitasi dan pemberian pakan serta human oriented mungkin
memengaruhi dalam perilaku penjelajahan individu-individu tersebut. Pengaruh
sumber pakan pada daerah jelajah eks-rehabiltan orangutan terlihat dalam
penggunaan pohon (1.7-10.7 patch/km), Ficus (0-4.2 patch/km) dan liana (0.5-
12.3 patch/km) yang dikonsumsi sebagai pohon pakan.
Secara umum, penelitian ini bertujuan untuk menganalisa dan mengukur
kesuksesan orangutan eks-rehabilitan yang dilepasliarkan di Jantho tanpa adanya
tahapan sekolah hutan sebelum dilepasliarkan, dan di Kehje Sewen yang
menggunakan tahapan sekolah hutan. Penelitian ini berkontribusi dalam prosedur
seleksi yang optimal dan proses pelepasliaran orangutan eks-rehabilitan kembali
ke habitatnya. Penyesuaian pada orangutan terhadap lingkungan yang baru dapat
dipengaruhi beberapa factor, seperti umur, durasi keberadaan di karantina atau
kandang aklimitasi juga ekologi lokalnya (phenology and produksi keseluruhan).
Salah satu indicator penting untuk suksesnya reintroduksi ke habitat baru adalah
kemampuan orangutan untuk membuat sarang tidurnya sendiri.