Analisis Keberlanjutan, Jangkauan Dan Dampak Pembiayaan Lkms Terhadap Pengurangan Kemiskinan Rumahtangga Tani Di Perdesaan Jawa Barat
View/Open
Date
2016Author
Mulyaningsih, Yani
Nuryartono, Nunung
Oktaviani, Rina
Firdausy, Carunia Mulya
Metadata
Show full item recordAbstract
Jumlah penduduk miskin di Indonesia masih relatif tinggi, pada tahun
2015, sebesar 28 513 570 jiwa (11.13 %) dan sebagian besar dari penduduk
miskin tersebut tinggal di wilayah perdesaan (BPS 2016). Masyarakat miskin
terutama di perdesaan dihadapkan kepada beberapa kendala, salah satunya
kendala akses ke layanan keuangan formal seperti halnya perbankan. Selama ini
mereka hanya mengandalkan pinjaman dari kerabat atau teman. Beberapa studi
menyatakan bahwa rumah tangga di perdesaan negara berkembang kekurangan
akses terhadap kredit perbankan (Nuryartono 2007; Mpuga P 2010; Saptono et al.
2010; Thoha, et al. 2010).
Untuk menjembatani hal tersebut, banyak didirikan lembaga keuangan
mikro terutama di perdesaan, yang menyediakan akses layanan keuangan untuk
rumahtangga di perdesaan (Navajas 2000), termasuk lembaga keuangan mikro
syariah (LKMS). Harapannya, akan semakin banyak rumah tangga di perdesaan
terutama rumah tangga miskin bisa akses ke layanan keuangan. Banyak kajian
yang menyatakan bahwa akses kepada lembaga keuangan mikro mampu
mengurangi kemiskinan (Khandker 2005; Imai et al. 2010; Rahman 2010; Li et al.
2011b). Pemberian kredit bagi rumahtangga miskin adalah aktivitas yang
menimbulkan biaya tinggi. Dengan demikian, fokus jangkauan layanan kepada
rumahtangga miskin akan menimbulkan konflik dengan keberlanjutan usaha
(Hermes et al 2011).
Sebagai lembaga keuangan mikro generasi terakhir, kehadiran LKMS
masih relatif baru dalam industri keuangan di Indonesia, namun keberadaan
lembaga ini cukup diperhitungkan. LKMS yang dikenal dengan baitul maal wa
tamwil atau BMT berdiri di Indonesia sebelum terjadinya krisis ekonomi tahun
1997. Walaupun masih baru keberadaannya tetapi relatif berkembang dan telah
banyak beroperasi di wilayah perdesaan dan terpencil yang tidak dijangkau oleh
perbankan (Buchori 2012).
Menurut Sakai et al. (2009), LKMS adalah penyedia pembiayaan mikro
(usaha kecil) di Indonesia yang cukup berkembang. LKMS merupakan upaya
pemberdayaan masyarakat lapisan bawah yang didukung oleh dana-dana dari para
anggota komunitas Islam. Artinya inisiasi pembentukan BMT bukan dari
pemerintah untuk menyalurkan kredit bersubsidi melainkan dari dana masyarakat
(66,75%) dan dalam perkembangannya banyak menggunakan dana komersial
lainnya melalui linkage dengan perbankan. Dana pemerintah relatif kecil, hanya
2,08 %. Hal ini mengindikasikan LKMS beroperasi secara komersial
(Charitonenko et al. 2004).
Jika LKMS dalam operasionalisasinya sudah mengarah kepada
komersialisasi, bagaimana LKM bisa menjalankan misi sosialnya terkait dengan
masalah kemiskinan. Di sisi lain, pada tahun 2011, jumlah LKMS mengalami
pertumbuhan yang melambat. Hal ini mengindikasikan beberapa LKMS
mengalami masalah keberlanjutan usaha.
Oleh karena itu tujuan dari penelitian ini adalah (1) menganalisis tingkat
keberlanjutan LKMS di wilayah perdesaan dari sisi efisiensi, (2) menganalisis
jangkauan layanan LKMS apakah LKMS menjangkau rumahtangga tani miskin di
perdesaan, (3) menganalisis dampak pembiayaan LKMS terhadap pengurangan
kemiskinan bagi rumahtangga tani di perdesaan. Lokasi penelitian di Provinsi
Jawa Barat karena salah satu provinsi mempunyai jumlah penduduk miskin relatif
tinggi, di sisi lain mempunyai jumlah LKMS besar. Pengumpulan data
menggunakan teknik wawancara pada responden rumahtangga tani nasabah dan
non nasabah LKMS dengan menggunakan kuesioner yang telah disiapkan. Untuk
LKMS, pengumpulan data dilakukan dengan menggunakan data sekunder.
Penentuan responden rumahtangga dilakukan di Kabupaten Bogor karena jumlah
LKMS di kabupaten tersebut besar disamping itu Kabupaten Bogor memiliki
jumlah penduduk miskin tertinggi di Jawa Barat. Dari LKMS tersebut didapat 79
nasabah rumahtangga tani dan sebagai grup kontrolnya yaitu 52 rumahtangga tani
yang mempunyai karakteristik ekonomi sosial dan lingkungan serta fasilitas
infrastruktur yang sama.
Analisis keberlanjutan menggunakan proksi efisiensi (stochastic frontier
approach). Hasil pendugaan dengan SFA menunjukan bahwa seluruh LKMS
mempunyai nilai rata-rata 99.48%. Hal ini menunjukkan bahwa seluruh LKMS
mampu mengoptimalkan penggunaan sumberdaya dalam meminimumkan biaya.
Analisis Jangkauan layanan LKMS untuk rumahtangga tani miskin
menggunakan perhitungan dan pengujian model indeks kemiskinan relatif CGAP
dengan pendekatan PCA. Dengan pendekatan tersebut diperoleh beberapa
komponen penyusun indeks kemiskinan relatif. Komponen tersebut hasil ekstraksi
dari begitu banyaknya komponen yang menggambarkan multidimensi
kemiskinan. Dengan proses factoring, dihasilkan hanya 5 variabel baru yang
menyusun indeks kemiskinan, yaitu: variabel ketahanan pangan, variabel asset,
variabel rawan pangan, variabel sumberdaya manusia (human capital) dan
variabel lain-lain. Selanjutnya dengan menggunakan skor komponen utama
diperoleh skor kemiskinan dengan sebaran indeks dari -1.81584 sampai 1.86946.
Berdasarkan hasil kategorisasi nilai indeks kemiskinan tersebut menunjukkan
jangkauan LKMS di daerah penelitian lebih ditujukan kepada rumahtangga tani
yang relatif sejahtera.
Analisis dampak pembiayaan LKMS bagi rumahtangga tani miskin
terhadap pengurangan kemiskinan dilakukan dengan metode PSM (Propensity
Score Matching). Metode ini digunakan untuk mengkoreksi selection bias karena
ada treatment pembiayaan dari LKMS. Penggunaan indeks kemiskinan dari model
CGAP selanjutnya digunakan sebagai variabel outcome. Variabel treatment
merupakan variabel biner yaitu berpartisipasi (nasabah) dan tidak berpartisipasi
(bukan nasabah) dalam pembiayaan LKMS. Faktor-faktor yang memengaruhi
kemungkinan berpartisipasi menjadi nasabah LKMS adalah umur kepala
keluarga, pekerjaan utama kepala keluarga, pernah bertransaksi dengan bank dan
jumlah anggota rumah tangga sebagai covariates. Berdasarkan covariates
tersebut, didapat skor propensitas. Selanjutnya dilakukan analisis teknik the
common support, analisis matching dan estimasi treatment effect. Hasil estimasi
menunjukkan bahwa dampak treatment pembiayaan LKMS tidak signifikan bagi
pengurangan kemiskinan di daerah penelitian. Hal ini bisa terjadi karena ada lima
variabel yang menyusun indeks kemiskinan, sehingga masalah kemiskinan adalah
masalah yang bersifat multidimensional, tidak bisa diselesaikan dengan
pinjaman/pembiayaan saja. Terutama jika dikaitkan dengan nilai pinjaman yang
relatif kecil dan baru pertama kali memperoleh pembiayaan dari LKMS. Inovasi
kelembagaan diperlukan untuk mencapai aspek keberlanjutan, jangkauan bagi
rumahtangga tani miskin dan berdampak terhadap pengurangan kemiskinan.