Penataan Peran Para Pihak Dalam Pengelolaan Hutan Mangrove Di Teluk Jakarta
View/ Open
Date
2016Author
Ambinari, Maya
Darusman, Dudung
Alikodra, Hadi S.
Santoso, Nyoto
Metadata
Show full item recordAbstract
Hutan mangrove di Teluk Jakarta memiliki fungsi yang sangat penting sebagai penunjang kehidupan. Kondisinya telah terdegradasi dan terdeforestrasi karena beberapa hal seperti peningkatan konversi lahan untuk pemukiman, infrastruktur dan kegiatan lain sesuai dengan pertumbuhan penduduk. Tujuan utama dari penelitian ini adalah untuk mendapatkan bentuk pengaturan peran para pihak dalam pengelolaan hutan mangrove di daerah perkotaan. Penelitian ini merupakan penelitian kualitatif dengan didukung data kuantitatif menggunakan kerangka analisis untuk pengembangan kelembagaan (Analisis Kelembagaan dan Kerangka Pembangunan /IAD Framework) yang diusulkan oleh Ostrom (1999). Pengumpulan data tentang pengelolaan mangrove di Teluk Jakarta dilaksanakan dengan menggunakan purposive sampling dari 30 informan kunci.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa mangrove di Teluk Jakarta telah mengalami degradasi dan deforestasi. Hutan mangrove di Muara Angke awalnya mencapai lebih dari 1,344.62 ha, saat ini hanya 327,70 ha, sementara di Muara Gembong bentuk asli dari kawasan hutan lindung 10.480 ha, saat ini seluas 5.170 ha telah dikonversi menjadi hutan produksi. Keanekaragaman flora dan fauna juga telah menurun, kecuali untuk keanekaragaman flora di Muara Angke meningkat dengan jenis non-mangrove seperti Akasia (Acasia auriculiformis), Kihujan (Samanea saman), Mahoni (Swietenia macrophyla), Flamboyan (Delonix regia), dan Kedondong (Spondias pinnata). Kondisi tutupan pohon kanopi juga mengalami penurunan menjadi sekitar 70 % di Muara Angke dan 6 % di Muara Gembong. Terdapat 24 aturan formal yang berlaku dalam pengelolaan mangrove di Teluk Jakarta. Aturan non-formal berupa kearifan lokal di Muara Angke lebih ke pelestarian hutan mangrove, sementara di Muara Gembong kearifan lokal lebih banyak terkait dengan usaha pemanfaatan hutan mangrove. .
Berdasarkan identifikasi para pihak, ada 20 pihak yang terlibat dalam pengelolaan ekosistem mangrove di Teluk Jakarta. Para pihak dikelompokkan menjadi Subject, Key Player, Context Setter dan Crowd. Pada saat terjadi konflik yang menyebabkan kerusakan hutan mangrove, masyarakat menjadi Key Player karena kemampuannya untuk memperjuangkan aspirasi terkait dengan pengelolaan mangrove besar didukung oleh aturan yang ada. Selain itu, lembaga pemerintah tidak mampu melindungi keberadaan mangrove karena sumber daya yang terbatas dan karena tekanan dari pihak lain yang tertarik untuk ikut serta dalam pengelolaan mangrove di Teluk Jakarta. Key Player adalah pihak-pihak yang memiliki kewenangan dalam pengelolaan mangrove, belum membuat rencana terpadu pengelolaan hutan mangrove. Hal ini mengakibatkan kegiatan yang dilaksanakan dalam pengelolaan hutan mangrove kurang bersinergi. Agar mangrove berkelanjutan perlu adanya perubahan pola pengelolaan dari command and control menjadi co-management serta penataan peran para pihak dengan berdasarkan pada kondisi faktor eksogen serta arena aksi dan kinerja dalam pengelolaan hutan mangrove. Para pengelola hutan mangrove diharapkan memiliki value bahwa sumberdaya alam merupakan karunia Allah SWT yang dititipkan kepada umat manusia untuk dapat dikelola dan dimanfaatkan dengan sebaik-baiknya agar tetap dapat dinikmati dan dimanfaatkan oleh generasi yang akan datang..
Collections
- DT - Forestry [347]