Budidaya Intensif Udang Vaname Litopenaeus Vannamei Di Laut: Kajian Lokasi, Fisiologis Dan Biokimia
View/Open
Date
2016Author
Effendi, Irzal
Suprayudi, Muhammad Agus
Harris, , Enang
Metadata
Show full item recordAbstract
Tingginya permintaan udang di pasar dunia menuntut upaya peningkatan
produksi melalui intensifikasi dan ekstensifikasi budidaya udang vaname
Litopenaeus vannamei. Salah satu terobosan ekstensifikasi budidaya udang
adalah dengan memanfaatkan laut dengan beberapa keunggulan, antara lain
potensi pengembangan sangat besar, kadar oksigen terlarut relatif tinggi sehingga
tidak perlu kincir, carrying capacity yang besar sehingga bisa diarahkan ke
intensifikasi budidaya, mutu daging udang yang dihasilkan relatif lebih baik.
Upaya tersebut sesungguhnya sudah banyak dilakukan, namun kinerja
pertumbuhan, kelangsungan hidup dan konversi pakan yang diperoleh masih
sangat bervariasi yang disebabkan oleh belum mantapnya teknologi budidaya dan
kondisi lingkungan laut. Berdasarkan hal tersebut maka telah dilakukan penelitian
dengan 4 tahap, yaitu: 1) kesesuaian lokasi budidaya udang vannamei di laut, 2)
kinerja produksi udang vannamei yang dibudidayakan di laut dari juvenil bioflok
dan juvenile perifiton, 3) respon fisiologis dan biokimia udang vaname yang
dibudidayakan di laut pada ukuran awal dan padat tebar berbeda, 4) mutu daging
udang yang dibudidayakan di laut.
Penelitian pertama bertujuan untuk mengetahui kondisi dan kesesuaian
lokasi untuk budidaya udang vaname di laut dengan mengamati aspek oseanografi
dan kualitas air. Lokasi penelitian berupa gosong (Pulau Semak Daun dan Pulau
Panggang) dan selat (Pulau Karya) di Kepulauan Seribu, Jakarta. Gosong Pulau
Semak Daun, selat Pulau Karya dan gosong Pulau Panggang memiliki luas
masing-masing 315,0; 12,0 dan 102,8 ha dengan kedalaman 4,6 m (0,5-28,1 m);
14,6 m (0,5-26,7 m) dan 5,3 m (0,8-13,6 m), serta kecepatan arus 12,9; 12,7 dan
13,5 cm/detik. Berdasarkan hasil pengamatan densitas, salinitas dan suhu, gosong
Pulau Semak Daun yang memiliki kawasan yang paling luas cenderung terjadi
pengadukan (turnover) yang mengindikasikan sirkulasi air yang lebih baik,
sedangkan selat Pulau Karya dan gosong Pulau Panggang yang cenderung
mengalami stratifikasi. Nilai kualitas air di lokasi kajian berada dalam kisaran
yang sesuai untuk udang vaname, kecuali kecerahan. Gosong Pulau Semak Daun
lebih disarankan untuk lokasi budidaya udang vaname.
Penelitian kedua bertujuan membandingkan kinerja pendederan teknologi
bioflok dengan teknologi perifiton dan mengevaluasi kinerja juvenil yang
dihasilkan dari kedua teknokogi tersebut di dalam sistem pembesaran di laut.
Penelitian dilakukan di gosong Pulau Semak Daun dan terdiri dari tahap
pendederan dan pembesaran. Di tahap pendederan, post larva (PL) udang
vaname umur 10 hari (PL10) ditebar dengan kepadatan 2.667 ekor/m3 dalam tanki
pada teknologi bioflok dan 1.333 ekor/m3 dalam KJA pada teknologi perifiton.
PL udang dipelihara selama 21 hari dan diberi pakan buatan berbentuk tepung
(40% protein), tujuh kali sehari secara blind feeding. Pada pendederan bioflok,
setengah porsi makanan harian benur diganti dengan molase dan dedak pada hari
ke-10 pemeliharaan. Di tahap pembesaran, udang dipelihara dalam KJA 3x3x3 m
dengan kepadatan 550 ekor/m2 selama 120 hari dan diberi pelet komersial,
frekuensi 6 kali sehari secara restriksi. Setiap 10 hari sekali dilakukan
pengukuran contoh udang. Bobot akhir, panjang akhir, pertumbuhan harian,
kelangsungan hidup (survival rate, SR), konversi pakan (feed conversion ratio,
FCR) udang pada pendederan dengan teknologi bioflok lebih baik dibandingkan
dengan teknologi perifiton, demikian pula juvenile bioflok dalam sistem
pembesaran (P<0,05).
Meskipun laut memiliki kandungan okisgen terlarut yang relatif tinggi dan
carrying capacity yang besar sehingga budidaya udang di perairan ini bisa
diarahkan ke intensifikasi dengan padat tebar yang tinggi, namun hasil penelitian
kedua menunjukkan kinerja produksi sistem pembesaran di laut masih di bawah
kinerja tambak. Percobaan dilakukan dalam KJA dan dirancang secara faktorial
dengan 2 faktor: ukuran awal dan padat penebaran udang, masing-masing dengan
3 taraf dan setiap kombinasi perlakuan diulang tiga kali. Ukuran awal terdiri dari
2, 4 dan 6 cm, sedangkan padat penebaran terdiri dari 300, 500 dan 700 ekor/m2.
Udang dipelihara selama 100 hari dan diberi pakan berupa pelet (38-40% protein)
sebanyak 5-6% dari bobot biomasa per hari dengan frekuensi 6-7 kali per hari.
Pengukuran kinerja produksi dilakukan pada akhir pemeliharaan, sedangkan
parameter fisiologi dan biokimia udang dilakukan pada hari ke 60, 80 dan akhir
pemeliharaan. Berdasarkan kepada kinerja pertumbuhan, bobot akhir, FCR dan
SR maka ukuran awal dan padat penebaran udang vaname terbaik masing-masing
adalah 2 cm dan 300 ekor/m2. Mengacu kepada gambaran glukosa, glikogen,
kolesterol, HDL, LDL, trigliserida, THC dan respiratory burst, semakin besar
ukuran dan semakin tinggi padat tebar tampaknya udang semakin stres, terutama
di akhir pemeliharaan.
Penelitian keempat bertujuan untuk membandingkan kandungan proksimat,
asam amino, asam lemak, taurin, astaksantin dan mineral daging udang vaname
yang dibudidayakan di laut (udang laut) dan di tambak (udang tambak). Sampel
udang diambil dari KJA di Kepulauan Seribu Jakarta dan tambak Lampung
masing-masing berukuran 13,34-16,08 g dan 13,70-17,10 atau ketika mencapai
umur pemeliharaan masing-masing 100 dan 82 hari. Kedua sistem budidaya
tersebut memiliki luas, kedalaman, padat tebar, ukuran dan asal benur,
pertumbuhan, SR, FCR, produksi biomasa dan kualitas air yang berbeda. Hasil
analisis proksimat menunjukkan udang laut memiliki kandungan air dan
karbohidrat yang lebih tinggi serta kandungan abu dan protein yang lebih rendah
dibandingkan dengan udang tambak. Dalam penelitian ini udang laut memiliki
kandungan asam amino, asam lemak dan mineral yang hampir sama dengan
udang tambak, perbedaan hanya pada histidina, treonina, alanina, asam miristat,
asam palmitoleat, asam linoleat asam cis-11,14-eikosedienoat dan besi.
Secara umum dapat disimpulkan bahwa perairan gosong lebih cocok untuk
budidaya udang vaname di laut. Juvenil bioflok lebih baik dibandingkan dengan
juvenil perifiton untuk budidaya udang vaname di laut dengan ukuran dan padat
tebar masing-masing adalah 2 cm dan 300 ekor/m2. Daging udang yang
dipelihara di laut memiliki kandungan air dan karbohidrat yang lebih tinggi serta
kandungan abu dan protein yang lebih rendah dibandingkan dengan udang
tambak. Berdasarkan penelitian ini disarankan memanfaatkan perairan gosong
dan juvenil bioflok ukuran 2 cm dengan kepadatan 300 ekor/m2.
Collections
- DT - Fisheries [733]