Dampak Zonasi Dan Pariwisata Atraksi Hiu Paus Terhadap Komunitas Kampung Kwatisore
View/Open
Date
2016Author
Rahayu, Rehastidya
Adiwibowo, Soeryo
Satria, Arif
Metadata
Show full item recordAbstract
Terbentuknya kawasan konservasi khususnya taman nasional bukanlah tanpa
masalah, terutama permasalahan (1) zonasi, (2) perikanan tangkap dan (3)
pariwisata yang semakin berkembang. Banyak penelitian yang telah dilakukan
membuktikan bahwa penetapan zonasi semakin membatasi akses masyarakat yang
menggantungkan hidupnya terhadap sumber daya alam taman nasional. Tingginya
potensi taman nasional juga mengundang para pengusaha pariwisata maupun
nelayan luar untuk datang dan memanfaatkan sumber daya alam taman nasional.
Kondisi tersebut menjadikan masyarakat yang telah lama bermukim di dalam
kawasan taman nasional menjadi semakin terbatas aksesnya selain karena
ditetapkannya zonasi dan pada akhirnya masyarakat menjadi termarginalkan.
Taman Nasional Teluk Cenderawasih (TNTC) merupakan taman nasional
terluas di Indonesia yang kaya akan keanekaragaman hayati. TNTC, sama halnya
seperti taman nasional lainnya, juga memungkinkan mengalami permasalahan
zonasi. Daya tarik keanekaragaman hayatinya pun banyak mengundang
pengusaha pariwisata dan nelayan luar untuk datang dan memanfaatkan sumber
daya alam. Oleh karena itulah penelitian ini dilakukan bertujuan untuk (1)
menganalisis dampak pemberlakukan sistem zonasi terhadap komunitas
Kwatisore dimana pada umumnya penetapan zonasi pada taman nasional
menjadikan masyarakat yang bermukim di dalam kawasan taman nasional
menjadi termarjinalkan karena akses mereka dalam memanfaatkan sumber daya
alam semakin terbatas. (2) Menganalisis dampak kehadiran pengusaha pariwisata,
nelayan bagan dan Keramba Jaring Apung (KJA) sebagai pendatang di taman
nasional, dimana ketiganya sebagai pendatang memiliki kemampuan yang besar
untuk memperoleh akses dalam memanfaatkan sumber daya alam TNTC sehingga
dapat mengakibatkan marginalisasi terhadap komunitas Kwatisore seperti halnya
penetapan sistem zonasi.
Penelitian telah dilakukan di Taman Nasional Teluk Cenderawasih, Kampung
Kwatisore Distrik Yaur Kabupaten Nabire Provinsi Papua. Melalui paradigma
konstruktivisme dan pendekatan kualitatif dengan sejumlah teknik pengumpulan
data digunakan untuk mendapatkan jawaban dari permasalahan yang diteliti.
Teknik yang digunakan diantaranya adalah observasi dan wawancara mendalam
dengan informan. Informan dipilih secara purposive. Informan yang dipilih
merupakan informan yang dianggap paling mengetahui dan menguasai
permasalahan yang dibahas di dalam penelitian ini.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pertama, keberadaan zonasi tidak
mengganggu aktivitas warga Kwatisore dalam mengakses sumber daya alam
untuk tujuan pemanfaatan ekonomi. Namun zonasi berpengaruh terhadap
pengelolaan akses sumber daya komunitas Kwatisore karena masuknya negara
yang diwakili oleh BBTNTC sebagai unit pelaksana teknis yang ikut mengelola
TNTC serta DKP yang pengelolaannya berfokus pada sumber daya perikanan.
Kedua, keberadaan pariwisata memberikan dampak positif dan negatif bagi warga
Kwatisore. Dampak positifnya adalah warga Kwatisore mendapatkan tambahan
ii
pemasukan dari para wisatawan dan operator wisata. Tambahan pendapatan
berasal dari penjualan souvenir, penyewaan perahu, dan pengadaan upacara adat
untuk penyambutan tamu. Dampak negatifnya semakin memudarnya mitos hiu
paus sebagai hantu laut. Selama ini mitos hiu paus membuat hiu paus terlindungi
dari eksploitasi. Namun akibat semakin memudarnya mitos hiu paus warga
Kwatisore sudah mulai berani memburu hiu paus berdasarkan pesanan. Ketiga
keberadaan bagan dan Keramba Jaring Apung (KJA) sedikit banyak memberikan
pengaruh terhadap pergantian alat penangkapan ikan warga Kwatisore dan
transportasi yang digunakan untuk melaut. Dahulu warga Kwatisore pergi melaut
menggunakan perahu dayung, sedangkan saat ini nelayan lebih dominan
menggunakan perahu fiber yang diberikan oleh KJA.
Jadi adanya penetapan zonasi, perkembangan pariwisata dan kehadiran
nelayan bagan serta KJA tidak membuat warga Kwatisore menjadi
termarginalkan, namun berdampak pada akses kontrol warga Kwatisore terhadap
sumber daya Kwatisore. Warga Kwatisore dan BBTNTC berbagi wewenang
dalam pengelolaan sumber daya. Selain itu dalam pengelolaan sumberdaya
perikanan warga Kwatisore juga berbagi wewenang dengan DKP. Akibat dari
dualitas kepemimpinan pengelolaan TNTC mengakibatkan wisatawan, pengusaha
wisata, nelayan bagan, dan KJA sebagai aktor pemanfaat sumberdaya Kwatisore
merasa bingung dan dirugikan, namun mereka juga telah mengambil posisi
keberpihakan. Posisi keberpihakan lebih dominan mengarah pada warga
Kwatisore. Oleh karena itu warga Kwatisore masih memiliki posisi tawar
(bargaining position) yang kuat dalam pengelolaan sumber daya alam terutama
menurut pandangan para aktor yang mengakses sumber daya Kwatisore. Hal ini
terbukti dari izin akses dalam pemanfaatan sumber daya Kwatisore utamanya
berasal dari warga Kwatisore. Setelah izin didapatkan dari warga Kwatisore
selanjutnya izin diperoleh dari BBTNTC atau DKP.
Collections
- MT - Human Ecology [2273]