Show simple item record

dc.contributor.advisorSumarti, Titik
dc.contributor.advisorKolopaking, Lala M.
dc.contributor.advisorSoetarto, Endriatmo
dc.contributor.authorM. Mawardi J
dc.date.accessioned2016-09-21T01:47:32Z
dc.date.available2016-09-21T01:47:32Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81517
dc.description.abstractPerlawanan komunitas Talangsari/tragedi Talangsari adalah sebuah perlawanan yang menuntut adanya keadilan agraria pada masa kekuasaan rezim Orde Baru, akan tetapi perlawanan tersebut distigma sebagai Gerombolan Pengacau Keamanan yang ingin menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Stigma negatif ini sebagai bentuk upaya rezim Orde Baru dalam meminggirkan peran Islam politik dalam pentas politik nasional. Pada masa reformasi telah dilakukan upaya untuk menghilangkan stigma negatif tersebut, akan tetapi sampai saat ini stigma sebagai komunitas pengacau keamanan tetap disandangnya. Masalahnya adalah : Mengapa di dalam struktur politik yang terbuka di era demokratisasi saat ini stigmatisasi terhadap perlawanan komunitas Talangsari tidak mampu dihilangkan secara substansif ?. Penelitian ini bertujuan untuk menjelaskan : (1) kondisi-kondisi hubungan agraria yang menjadi pemicu utama terjadinya perlawanan komunitas Talangsari, (2) saling keterkaitan di antara unsur-unsur yang mendukung dilancarkannya aksi perlawanan komunitas petani Talangsari, (3) menjelaskan proses stigmatisasi yang dilakukan oleh rezim Orde Baru terhadap komunitas Talangsari, (4) Seberapa jauh gerakan kolektif komunitas Warsidi di Talangsari mempunyai kesamaan dengan gerakan kelompok non action mission (kelompok sempalan) lainnya ? Penelitian ini sengaja dilakukan di komunitas Talangsari berdasarkan kreteria tertentu, menggunakan paradigma kritis, dengan desain studi kasus terhadap komunitas Talangsari, sebagai konsekuensinya adalah digunakan metode kualitatif. Data dikumpulkan dengan wawancara mendalam, dokumentasi, observasi dan data sekunder. Sumber data diperoleh dari komunitas Talangsari yang masih hidup dan berdomisili di dusun Talangsari, instansi pemerintah. Prosesdan analisis data mengikuti tahapan reduksi data dan klasifikasi berdasarkan kategori yang dibangun oleh konsep, selanjutnya dibuat hubungan antar konsep. Setelah komunitas petani Talangsari melakukan perlawanan pada tahun 1989 yang memakan korban kurang lebih 246 jiwa, negara membangun (mengkonstruk wacana) bahwa perlawanan yang dilakukan oleh komunitas petani Talangsari adalah gerombolan pengacau keamanan. Gerombolan pengacau keamanan tersebut merupakan bentuk nyata ancaman bahaya laten bagi bangsa Indonesia dari kekuatan kanan (Islam) yang menggunakan ideologi jihad sebagai basis gerakan dengan tujuan menggantikan ideologi Pancasila dengan ideologi lain. Pelabelan (stigma negatif) terhadap komunitas Talangsari melalui dua cara; pertama pelabelan dengan melakukan penilaian yang dilakukan oleh terhadap perilaku/tindakan sosial yang dianggap menyimpang (devians) dari norma-norma yang berlaku, sedangkan yang kedua, pelabelan juga dapat dilakukan dengan melakukan intervensi dalam bentuk tindakan. Oleh sebab itu dalam kamus politik rezim Orde Baru, upaya stigmatisasi terhadap kekuatan Islam politik adalah dengan memunculkan kasus melalui program operasi khusus (Opsus). Adapun yang menjadi tujuan rezim Orde Baru adalah agar kekuatan Islam politik tidak muncul dalam pentas politik nasional, Islam hanya sebatas ritual. Hasil penelitian menunjukkan bahwa, pertama, adanya ketegangan struktural antara petani dengan otoritas kawasan hutan register 38 Gunung balak, yang merupakan prakondisi utama munculnya perlawanan komunitas petani Talangsari. Kondisi ini dipicu oleh kebijakan pembangunan yang tidak responsif terhadap kepentingan petani. Kedua, adanya aktor supra lokal yang ikut berperan menggerakkan petani untuk melakukan perlawanan, aktor supra lokal yang dimaksud adalah kekuatan di luar komunitas Warsidi tetapi mempunyai agenda lain yang tujuan jangka panjangnya untuk melemahkan posisi Islam politik di pentas politik nasional. Ketiga, adanya pelabelan komunitas petani Talangsari sebagai Gerombolan Pengacau Keamananan yang menggunakan ideologi Islam (Jihad) sebagai basis gerakan yang berhasil melumpuhkan kolektivitas gerakan petani. Keempat, Gerakan perlawanan komunitas Warsidi di Talangsari adalah gerakan yang muncul atas dasar kepentingan ekonomi, yang dilabel sebagai gerakan keagamaan yang menjadikan ideologi jihad sebagai basis gerakan, sedangkan perlawanan komunitas Moro di Filipina adalah gerakan perlawanan yang menuntut kemerdekaan politik (politik Islam) dalam bentuk negara merdeka.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcRegional economicsid
dc.subject.ddcLand useid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcBogor-Jabarid
dc.titleDisertasi Perlawanan Petani Terhadap Ketidakadilan Agraria Dalam Stigma Gerombolan Pengacau Keamanan : Studi Pada Masyarakat Talangsari Lampung Timur.id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordperlawananid
dc.subject.keywordpetaniid
dc.subject.keywordagrariaid
dc.subject.keywordstigmatisasiid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record