Show simple item record

dc.contributor.advisorJune, Tania
dc.contributor.advisorAldrian, Edvin
dc.contributor.advisorNoor, Erliza
dc.contributor.authorTuryanti, Ana
dc.date.accessioned2016-09-21T01:45:52Z
dc.date.available2016-09-21T01:45:52Z
dc.date.issued2016
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/81512
dc.description.abstractAktivitas pembangunan tidak bisa dilepaskan dari perkembangan sektor industri dan transportasi. Namun konsekuensi berupa emisi pencemar ke udara tidak dapat dihindari. Konsentrasi pencemar udara di suatu lokasi berfluktuasi, mengikuti kondisi meteorologi setempat. Proses pencemaran udara terjadi di lapisan atmosfer terbawah yang dikenal sebagai lapisan perbatas (boundary layer). Pemahaman mengenai dispersi pencemar udara di lapisan perbatas menjadi penting untuk menduga lokasi-lokasi yang rawan terpapar pencemar udara dengan konsentrasi maksimum. Pemantauan kualitas udara yang kontinu memerlukan biaya tinggi, sehingga penentuan lokasi pemantauan yang efektif dan representatif sangat diperlukan. Pemodelan terintegrasi meteorologi dan kualitas udara menjadi salah satu pilihan untuk dapat menganalisis kualitas udara secara spasial dari waktu ke waktu (dinamis), sehingga dapat membantu menganalisis lokasi-lokasi yang rawan pencemaran udara, juga dapat membantu mengenali karakteristik atmosfernya. Salah satu model yang dapat digunakan adalah Weather Research Forecasting-Chemistry (WRFChem). Bagi wilayah industri PM10 dan SO2 menjadi pencemar utama, sehingga perlu dipelajari pola dispersi kedua jenis pencemar tersebut. Salah satu wilayah industri di Indonesia adalah Kabupaten Tangerang. Di daerah ini belum ada pemantauan kualitas udara ambien yang kontinu, sehingga bantuan pemodelan untuk menganalisis sebaran pencemar terutama PM10 dan SO2 menjadi sangat bermanfaat. Wilayah ini berbatasan dengan DKI Jakarta yang merupakan wilayah urban dengan emisi yang tinggi, juga berada di pinggir pantai, sehingga dalam analisis dispersi pencemar kedua kota ini menjadi satu wilayah kajian. Berdasarkan hasil pemodelan didapatkan bahwa pola sebaran PM10 dan SO2 mengikuti pola angin, terutama pola angin laut-darat, yang terjadi di Jakarta bagian Utara. Konsentrasi maksimum kedua pencemar pada malam hari cenderung terjadi di wilayah Jakarta Pusat dan Jakarta Utara, dengan nilai berturut-turut > 200 μg m-3 untuk PM10 dan 471 μg m-3 untuk SO2. Nilai tersebut berpotensi melebihi nilai Baku Mutu Udara Ambien Nasional. Siang hari konsentrasi maksimum cenderung terjadi di sekitar Jakarta bagian Selatan, Tangerang Selatan, serta Kabupaten Tangerang. Pada bulan Agustus maupun Desember kondisi tersebut hampir sama, hanya sedikit bergeser ke arah Timur, karena pada bulan Desember dominan angin Baratan mulai terjadi. Pola angin gunung turut mempengaruhi, karena di bagian Selatan wilayah kajian terdapat Gunung Gede-Pangrango, serta dataran yang relatif lebih tinggi di bagian Selatan Kabupaten Tangerang. Pada malam hari, angin gunung menuruni lereng dan menuju ke arah Jakarta yang lebih rendah. Pada siang hari angin laut bertiup cukup dominan terutama pada bulan Desember, saat matahari di Selatan. Kecepatan angin turut berpengaruh, sebagaimana hasil pemantauan di daerah Jakarta Utara kecepatan angin menurun pada malam hari sehingga mempengaruhi akumulasi pencemar di daerah tersebut. Sementara siang hari, kecepatan angin yang rendah terdapat di bagian Selatan Jakarta, sehingga di wilayah ini pada siang hari konsentrasi pencemar mengalami peningkatan. Validasi model menunjukkan model WRFChem dapat merepresentasikan kondisi meteorologi cukup baik, tetapi untuk konsentrasi pencemar masih rendah. Berdasar analisis stabilitas atmosfer di lapisan perbatas menggunakan model WRFChem, didapatkan bahwa pada malam hari lapisan atmosfer stabil terbentuk pada ketebalan hingga 100 m. Di atas lapisan stabil terdapat lapisan atmosfer netral dan lapisan dengan turbulensi lemah pada ketinggian 100-200 m. Menurut teori dasar, lapisan ini disebut lapisan residual (residual layer). Lapisan ini dapat dimanfaatkan untuk melepaskan emisi pencemar bagi cerobong industri. Terdapat perbedaan karakteristik stabilitas atmosfer antara Balaraja (Tangerang) dan Jakarta, yaitu waktu pembentukan dan ketebalan lapisan stabil malam hari. Pada lapisan perbatas atmosfer di wilayah Jakarta, lapisan stabil dan netral terbentuk lebih awal dibandingkan dengan lokasi Balaraja Tangerang. Menjelang tengah malam hingga pagi hari lapisan stabil bertambah ketebalannya. Pada waktu ini pencemar akan mengendap dan terakumulasi di permukaan, serta dapat menurunkan kualitas udara. Oleh karena itu pada waktu-waktu tersebut disarankan untuk membatasi emisi pencemar. Peningkatan ketebalan lapisan stabil berbeda antara wilayah Balaraja (Tangerang) dan wilayah Jakarta, diduga akibat perbedaan karakteristik permukaan Jakarta dan Balaraja. Penutupan lahan wilayah Jakarta sebagai kota besar (urban area), cenderung berupa lahan terbangun dan tertutup lapisan perkerasan serta beton, mempengaruhi kondisi atmosfer di atasnya. Sementara Balaraja walaupun banyak industri, tetapi masih banyak area yang terbuka dan termasuk daerah suburban. Lahan terbangun di wilayah Jakarta 30% lebih luas dibandingkan di Balaraja, diduga menyebabkan perbedaan ketebalan lapisan atmosfer stabil maksimum pada malam hari sekitar 26-29%. Ketebalan lapisan stabil tersebut mempengaruhi jumlah polutan yang terakumulasi dan akan mempengaruhi kualitas udara setempat. Penurunan kualitas udara dapat menimbulkan risiko gangguan kesehatan. Risiko kesehatan (HR) dianalisis dengan pendekatan perbandingan dosis potensial dengan nilai Low Observed Adverse Effet level (LOAEL). Didapatkan bahwa dari kelima lokasi stasiun pengamatan di Jakarta, 4 diantaranya memiliki konsentrasi PM10 sudah melampaui nilai LOAEL untuk orang dewasa yang terpapar minimal 6 jam. Daerah Jagakarsa masih cukup baik kondisinya dibandingkan yang lain. Nilai HR SO2 di Jakarta lebih rendah daripada PM10. Sebaliknya di Balaraja Tangerang, nilai LOAEL untuk SO2 lebih tinggi daripada PM10. Pada kedua daerah tersebut nilai LOAEL terlampaui pada saat malam hingga pagi, bahkan menjelang siang hari. Bahkan pagi hari hingga pukul 06.00 kondisi kualitas udara masih memiliki potensi yang cukup rawan untuk kesehatan masyarakat. Hal tersebut harus mendapat perhatian baik dari pemerintah maupun masyarakat. Paparan tersebut di atas merupakan bagian dari kebaruan (novelty) penelitian ini, yaitu (a) integrasi aspek meteorologi, kimia atmosfer dan risiko keterpaparan publik terhadap pencemar udara, (b) pendekatan dinamika stabilitas atmosfer serta ketebalan lapisan perbatas dan keterkaitannya dengan konsentrasi pencemar, (c) dinamika stabilitas atmosfer sebagai basis ilmiah dalam rekomendasi kebijakan penentuan tinggi cerobong dan waktu pengamatan kualitas udara ambien. Berdasarkan penelitian secara keseluruhan maka beberapa rekomendasi untuk kebijakan pengendalian pencemaran udara dan pengelolaan kualitas udara adalah pemantauan lebih intensif di Jakarta Pusat dan Utara, pemantauan di wilayah industri khususnya di wilayah Tangerang dilakukan 24 jam atau minimal dilakukan pada malam hari, pengajuan rekomendasi kebijakan tinggi cerobong yang aman > 150 m dan atau pengelolaan waktu emisi yang tepat melalui pembatasan emisi pada malam hari.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcEnvironmental scienceid
dc.subject.ddcAtmospheric environmentid
dc.subject.ddc2014id
dc.subject.ddcTangerang-Jakartaid
dc.titleDispersion Modeling Of Pm10 And So2 Based On Atmospheric Boundary Layer Stability Over Industrial Areaid
dc.typeDissertationid
dc.subject.keyworddispersi pencemarid
dc.subject.keywordmodel WRFChemid
dc.subject.keywordtinggi cerobongid
dc.subject.keywordstabilitas atmosferid
dc.subject.keywordrisiko kesehatanid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record