dc.description.abstract | Kopi Arabika Gayo sebagai salah satu komoditas ekspor Indonesia
dihadapkan adanya fluktuasi harga dari waktu ke waktu. Hal ini ditunjukkan dari
pergerakan harga kopi Arabika Gayo selama tahun 2008 sampai 2013, pergerakan
harga di tingkat eksportir cenderung berfluktuasi dibandingkan harga di tingkat
petani. Fluktuasi harga pada eksportir menunjukkan bahwa harga ekspor kopi
Arabika Gayo lebih cepat berubah dibandingkan harga produsen (petani). Hal ini
mengindikasikan bahwa perubahan harga kopi Arabika Gayo di tingkat eksportir
tidak ditransmisikan secara sempurna ke tingkat produsen (petani). Transmisi
harga kopi Arabika Gayo antara eksportir dan produsen (petani) sangat
menentukan efisiensi sistem pemasaran yang terlibat.
Salah satu penyebab transmisi harga yang tidak simetris antar pasar yang
terhubung secara vertikal (dalam satu rantai pemasaran) adalah adanya perilaku
tidak kompetitif antara para pedagang perantara, khususnya apabila pedagang
perantara tersebut berada pada pasar yang terkonsentrasi. Umumnya pedagang
perantara akan berusaha mempertahankan tingkat keuntungannya dan tidak akan
menaikkan/menurunkan harga sesuai dengan sinyal harga yang sebenarnya.
Sehingga pedagang perantara akan lebih cepat bereaksi terhadap kenaikan harga
dibandingkan dengan penurunan harga. Pada akhirnya pasar petani dan konsumen
menjadi tidak terintegrasi. Selain itu, adanya biaya transaksi yang relatif tinggi
turut mempengaruhi transmisi harga yang tidak simetris yang terjadi antara petani
dengan eksportir. Perubahan harga umumnya dipengaruhi oleh adanya sejumlah
biaya yang harus dikeluarkan oleh pelaku usaha untuk menyesuaikan harganya
atau disebut dengan adjustment cost. Biaya transaksi yang semakin tinggi juga
akan merugikan petani dalam memasarkan produknya sehingga akan
mempengaruhi pemasaran kopi Arabika Gayo. Rantai pemasaran kopi Arabika
Gayo di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener meriah menunjukkan bahwa petani
menjual hasil produksi melalui pedagang pengumpul. Perilaku dari pedagang
perantara dan tidak adanya lembaga formal yang mengatur pertukaran seperti
pembelian dan penjualan diperkirakan akan meningkatkan biaya transaksi,
diharapkan petani dapat memilih saluran pemasaran yang membebankan biaya
transaksi yang lebih rendah.
Tujuan penelitian ini adalah untuk menganalisis: (1) transmisi harga antara
eksportir dan petani di Provinsi Aceh, (2) perilaku pasar kopi Arabika Gayo di
Provinsi Aceh, (3) saluran dan kinerja pasar kopi Arabika Gayo di Provinsi Aceh,
(4) pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan saluran pemasaran kopi Arabika
Gayo di Provinsi Aceh. Adapun model analisis yang digunakan dalam penelitian
yaitu untuk analisis transmisi harga asimetris antara eksportir dan petani
menggunakan analisa kuantitatif dengan Asymmetric Error Corection Model
(AECM), analisis perilaku pasar lebih menekankan pada analisis deskriptif dari
fenomena lapang terkait dengan praktek pembelian dan penjualan dan mekanisme
penentuan harga, analisis saluran dan kinerja kopi Gayo menggunakan analisa
kuantitatif dengan marjin pemasaran dan farmer’s share, dan untuk menganalisis
pengaruh biaya transaksi terhadap pemilihan saluran pemasaran kopi Arabika
Gayo dengan menggunakan model probit.
Penelitian ini dilakukan di Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah yang
merupakan sentra produksi kopi di Provinsi Aceh dan menjadi salah satu
produsen kopi arabika terbesar di Indonesia untuk tujuan ekspor. Hasil pengujian
asimetris harga pada Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menunjukkan
transmisi harga terjadi secara satu arah, harga di tingkat petani ditransmisikan ke
tingkat eksportir, sedangkan harga di tingkat eksportir tidak ditransmisikan ke
tingkat petani. Dari segi kecepatan transmisi harga pada jangka pendek bersifat
asimetris sedangkan pada jangka panjang transmisi harga terjadi secara simetris.
Penyebab terjadinya transmisi harga vertikal yang tidak simetris antara harga kopi
Arabika Gayo di tingkat petani dengan eksportir, khususnya dikaitkan dengan
perilaku pasar. Petani yang mempunyai keterkaitan hutang dengan pedagang
menyebabkan posisi tawar (bargaining position) yang semakin lemah dalam
proses penentuan harga, dikarenakan posisi tawar (bargaining position) yang kuat
berada pada pihak pedagang pengumpul (pedagang pengumpul).
Tingkat transmisi harga pada satu rantai pemasaran juga dapat menjadi
petunjuk kinerja dari setiap level/lembaga pemasaran yang berada dalam rantai
pemasaran tersebut. Hasil dari analisis kinerja pasar kopi Arabika Gayo pada
Kabupaten Aceh Tengah dan Bener Meriah menunjukkan bahwa saluran
pemasaran ke koperasi (eksportir) merupakan saluran pemasaran dengan marjin
pemasaran terendah, biaya pemasaran terkecil, dan farmer’s share terbesar
dibandingkan dengan saluran pemasaran lainnya. Namun, saluran pemasaran
tersebut belum efisien jika ditinjau dari besarnya keuntungan setiap lembaga
pemasaran.
Transmisi harga asimetris juga disebabkan oleh biaya transaksi. Biaya
transaksi yang semakin tinggi akan merugikan petani dalam memasarkan
produknya sehingga akan mempengaruhi pemilihan saluran pemasaran kopi
Arabika Gayo oleh petani. Biaya transaksi yang mempengaruhi peluang petani
dalam memilih saluran pemasaran ke pedagang koperasi (eksportir) di Kabupaten
Aceh Tengah yaitu waktu mencari informasi harga, harga yang diterima petani,
dan dummy akses harga. Sedangkan di Kabupaten Bener Meriah,biaya transaksi
yang mempengaruhi peluang petani dalam memilih saluran pemasaran ke
pedagang koperasi (eksportir) yaitu harga yang diterima petani, lamanya
pembayaran dari pedagang, dan dummy akses kredit ke pedagang. | id |