Peranan Hutan Lindung Wosi Rendani Dalam Penyediaan Bahan Pangan, Kayu Bakar Dan Air.
Abstract
Bahan pangan, kayu bakar dan air adalah tiga hasil hutan yang masih dibutuhkan masyarakat dari kawasan Hutan Lindung Wosi Rendani (HLWR) Kabupaten Manokwari. Bahan pangan dan kayu bakar diperoleh salah satunya dari hasil pembukaan lahan hutan untuk dijadikan kebun tradisional. Berkebun diyakini dapat memberikan manfaat ekonomi yang besar bagi masyarakat pelaku, namun di sisi lain dikhawatirkan dapat mengurangi luas lahan berhutan dan berpengaruh pada kemampuan hutan menyediakan salah satu manfaatnya yaitu air. Kawasan HLWR mengalami tekanan. Luas lahan berhutan di dalam kawasan (hutan Wosi Rendani) terus berkurang, padahal hutan Wosi Rendani (HWR) nyata berperan antara lain dalam penyediaan bahan pangan berupa buah-buahan, kayu bakar dan air bagi masyarakat di dalam dan sekitar kawasan HLWR. Tujuan akhir penelitian adalah untuk mengukur peran hutan Wosi Rendani dalam menyediakan buah, kayu bakar dan air bagi masyarakat di dalam maupun sekitar kawasan. Tujuan antara untuk mencapai tujuan akhir adalah menguraikan dinamika pemanfaatannya, mengidentifikasi karakteristik sosial ekonomi pemungut, mengukur persepsi masyarakat dan menghitung nilai ekonomi ketiga hasil hutan tersebut. Pengumpulan data dilakukan melalui metode wawancara, observasi dan studi pustaka. Metode penyajian secara deskriptif dengan menganalisis data kuantitatif dan kualitatif. Dinamika pemanfaatan diketahui dengan mengukur tingkat intensitas atas dasar frekuensi pemungutan buah tiap spesies per tahun; karakteristik sosial ekonomi pemungut meliputi usia kepala keluarga, tingkat pendidikan, tanggungan keluarga, tingkat konsumsi keluarga dan kapita, jarak rumah dan lokasi pemungutan, serta pendapatan keluarga dan kapita. Pengukuran persepsi masyarakat menggunakan skala Likert terhadap pernyataan yang difokuskan pada peranan HWR menyediakan buah, kayu bakar dan air. Penilaian ekonomi difokuskan nilai guna langsung (direct use value) dari buah, kayu bakar dan air, yaitu: (1). Nilai buah didekati dengan harga pasar dan harga subtitusi. Potensi nilai buah diketahui dari hasil analisis vegetasi di HWR. Parameter yang digunakan adalah nilai kerapatan (densitas) (n/ha), (2). Nilai kayu bakar didekati dengan tingkat upah yaitu curahan waktu untuk mendapatkan kayu bakar per kubik (Rp/m3). Nilai potensi stok kayu bakar diketahui dari hasil analisis vegetasi tingkat tiang dan pohon. Parameter yang digunakan adalah diameter setinggi dada dan tinggi total (m), dan (3). Nilai air didekati dengan tarif air PDAM dan nilai pengadaan (biaya pengadaan dan tingkat upah) berdasarkan penggunaan domestik. Nilai potensi air diketahui dari hasil pengukuran debit air tiga lokasi sumber air di dalam kawasan HLWR (m3/detik). Hasil studi menunjukkan bahwa hutan Wosi Rendani tidak hanya memiliki peran sosial ekonomi yang sangat strategis bagi masyarakat melainkan juga memiliki posisi sosio-kultural yang masih sangat erat bagi masyarakat Suku Arfak. Keberadaan hutan Wosi Rendani selain memberi identitas dan eksistensi Suku Arfak di Manokwari, juga merupakan tempat diperolehnya buah, kayu bakar dan air. Buah yang dipungut digunakan untuk menambah pendapatan ekonomi dan konsumsi pangan keluarga, sebagai cadangan kayu bakar dan air yang manfaatnya tidak saja dirasakan oleh masyarakat Arfak saja namun juga oleh masyarakat yang berasal dari suku lainnya di Manokwari. Peran hutan Wosi Rendani dalam penyediaan bahan pangan buah, kayu bakar dan air masih dirasakan. Pemungutan hanya dilakukan pada wilayah hutan yang menjadi hak pemanfaatannya dan bersifat sesaat. Jumlah buah atau kayu bakar yang dipungut sebatas kebutuhan harian rumah tangga. Buah atau kayu bakar dipungut saat melakukan aktivitas lain di hutan. Pemanfaatan buah lebih banyak berasal dari jenis tumbuhan yang memiliki nilai jual. Komposisi nilai manfaat ekonomi buah lebih besar berasal dari jenis L. domesticum, P. pinnata dan N. lapaceum. Sumber bahan pangan dan kayu bakar sebagian besar diperoleh dari kebun. Penyediaan bahan pangan dengan membuka lahan hutan memberikan kemudahan memperoleh jenis bahan pangan yang berasal dari tanaman budi daya dan kayu bakar dari hasil tebangan. Komposisi nilai di kebun lebih besar dibandingkan di hutan Wosi Rendani. Nilai manfaat ekonomi bahan pangan di kebun sebesar Rp13 302 163/KK/tahun, sedangkan bahan pangan berupa buah dari hutan Wosi Rendani hanya Rp3 048 506.74/KK/tahun. Kondisi yang sama juga terlihat dari nilai manfaat kayu bakar di kebun sebesar Rp510 783.63/KK/tahun dan di hutan Wosi Rendani Rp177 289.16/KK/tahun. Besarnya proporsi nilai manfaat ekonomi dari kebun dibandingkan nilai manfaat dari hutan Wosi Rendani dapat berpotensi mendorong terjadinya konversi hutan. Kondisi ini menjadi ancaman terhadap keutuhan hutan Wosi Rendani. Peran hutan Wosi Rendani potensial masih dapat dipertahankan atau ditingkatkan. Peran penyediaan bahan pangan, kayu bakar dan air atas dasar persepsi responden yang positif terhadap manfaat hutan dapat menjadi pertimbangan pengelolaan kawasan HLWR di masa mendatang. Persepsi responden yang lebih tinggi pada peran hutan sebagai penyedia air dapat menjadi kekuatan yang dapat dipertimbangkan untuk meningkatkan peran hutan sekaligus sebagai penyedia buah dan kayu bakar yang nilai potensi ekonomi saat ini hanya sebesar Rp65 982 607.31/ha untuk buah-buahan, stok kayu bakar Rp58 580 022.04/ha, serta nilai potensi air sebesar Rp20 603 233 407.64/tahun. Upaya mempertahankan dan meningkatkan peran hutan dapat dilakukan dengan cara meningkatkan luas lahan berhutan di dalam kawasan HLWR. Spesies tumbuhan yang dipilih adalah spesies-spesies tumbuhan penghasil buah dan kayu bakar yang dapat mengakomodir kebutuhan masyarakat setempat.
Collections
- MT - Forestry [1445]