Keragaan Program Pemberdayaan Dalam Pembangunan Perdesaan (Kasus Pnpm Mandiri Perdesaan Di Kabupaten Bandung Provinsi Jawa Barat).
Abstract
Kabupaten Bandung merupakan wilayah yang strategis dan potensial. Posisi Kabupaten Bandung bersebelahan langsung dengan Kota Bandung yang menjadi pusat perekonomian dan pemerintahan di Jawa Barat. Namun kedekatan wilayah tersebut belum efektif menurunkan tingkat kemiskinan di Kabupaten Bandung yang relatif masih tinggi. Berbagai program baik dari pemerintah maupun yang bersifat lokal sudah digalakkan untuk menurunkan tingkat kemiskinan. Salah satunya adalah Program Nasional Pemberdayaan Masyarakat (PNPM) Mandiri Perdesaan. Masalah yang menjadi isu dalam penelitian ini adalah adanya kelemahan target dan fokus yang ditandai dengan semakin meningkatnya alokasi anggaran PNPM Mandiri Perdesaan mulai dari tahun 2008 hingga 2014, namun ada kecenderungan terjadinya perlambatan penurunan tingkat kemiskinan di Kabupaten Bandung. Sehingga tujuan dalam penelitian ini adalah evaluasi terhadap kinerja program sebagai salah satu cara pengurangan tingkat kemiskinan dengan peningkatan pendapatan dan partisipasi masyarakat di perdesaan. Metodologi yang digunakan dalam penelitian ini adalah Data Envelopment Analysis (DEA). Penelitian ini mengeksplorasi efektivitas program yang diukur dari input dan output yang terkait dengan program pemberdayaan dengan menggunakan data di kecamatan dan desa. Evaluasi ini meliputi efisiensi dan total faktor produktivitas Indeks Malmquist yang diukur selama periode 2009 hingga 2013. Metode analisis regresi linier digunakan untuk melihat variabel-variabel yang mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga yang telah berpartisipasi dengan kelembagaan pemberdayaan dalam kegiatan ekonomi. Selanjutnya untuk melihat kaitan pemberdayaan dengan partisipasi maka model analisis logit digunakan untuk melihat kecenderungan anggota rumah tangga untuk berpartisipasi dalam lembaga pemberdayaan. Hasil analisis DEA dengan asumsi constan return to scale (CSR) menunjukkan bahwa kinerja PNPM Mandiri Perdesaan di Kabupaten Bandung sebagian besar (64 persen) menunjukkan inefisiensi pada kecamatan Cikancung, Cimaung, Ciwidey, Ibun, Kertasari, Nagreg dan Pacet. Cara mengatasi inefisiensi penyelenggaraan program yaitu dengan melakukan solusi optimal dengan upaya peningkatan efisiensi mulai dari 10 persen untuk Kecamatan Ibun sampai 61 persen untuk Kecamatan Nagreg. Hasil analisis dengan menggunakan asumsi variable retutn to scale (VRS) menunjukkan ada sedikit peningkatan dalam skor efisiensi dengan rata-rata 0,850-0,925. Ini berarti bahwa dengan asumsi VRS kecamatan cenderung semakin efisien dalam menjalankan program PNPM. Kecamatan seperti Nagreg yang sebelumnya memiliki skor efisiensi yang rendah dengan asumsi CRS (0,619) telah mencapai efisien dengan asumsi VRS. Kecamatan Ibun dengan asumsi CRS memiliki skor 0,91, menjadi efisien dengan asumsi VRS. Secara keseluruhan, jika dengan asumsi CRS hanya empat kecamatan yang memiliki nilai efisien penuh, dengan VRS terdapat enam dari sebelas kecamatan memiliki skor efisiensi penuh (lebih dari 50 persen). Namun hasil tersebut masih menunjukkan bahwa pada umumnya semua kecamatan masih kurang efisien dalam menjalankan program PNPM (TE 0.850 dan 0.925 TE kurang dari 1 pada asumsi CRS dan VRS). Namun secara spasial letak antar kecamatan yang efisien juga tidak menunjukkan adanya hubungan kedekatan wilayah. Kecamatan-kecamatan yang inefisiensi dalam kinerja program PNPM Mandiri Perdesaan, dapat disimpulkan menggunakan komponen input tidak optimal, yaitu sumber dana. Dengan asumsi CRS terjadi inefisiensi anggaran mulai dari Rp 133 juta di Kecamatan Ciwidey hingga Rp 2,17 miliar di Kecamatan Pacet. Sementara dengan menggunakan asumsi VRS inefisiensi dapat ditekan mulai dari 132,5 juta sampai 1.91 miliar di kecamatan yang sama. Temuan ini berbeda dengan Vennesland (2005) dimana dijumpai kelebihan dan kekurangan alokasi anggaran di daerah-daerah yang tidak efisien sehingga kelebihan dana pada satu wilayah dapat direalokasikan pada wilayah yang kekurangan dana. Partisipasi masyarakat ditujukkan dengan penggunaan alokasi dana bergulir dalam kegiatan ekonomi. Dengan asumsi CRS terdapat enam kecamatan (66,67 persen) yang telah mencapai target dalam menghasilkan output, dan hanya empat kecamatan saja yang belum mencapai target. Solusi optimal untuk kecamatan yang belum mencapai target adalah meningkatkan pencapaian mulai dari 33 persen (kecamatan Cikancung) sampai dengan 45 persen (kecamatan Pacet). Dengan menggunakan asumsi VRS jumlah kecamatan yang mencapai target dan yang belum mencapai target juga dalam posisi yang sama, namun peningkatan pencapaian pada asumsi VRS ini lebih kecil dibandingkan dengan menggunakan CRS yaitu mulai dari 29 persen (kecamatan Nagreg) sampai dengan 39 persen (kecamatan Pacet). Secara umum total faktor produktivitas Indeks Malmquist kinerja PNPM Mandiri Perdesaan selama periode 2009 hingga 2013 menunjukkan tren peningkatan sebesar 1.139. Faktor-faktor yang mempengaruhi peningkatan pendapatan rumah tangga partisipan menunjukkan variabel-variabel umur, pendidikan dan berpartisipasi dalam kelembagaan pemberdayaan signifikan. Sementara kecenderungan anggota rumah tangga untuk berpartisipasi dalam kelembagaan pemberdayaan dipengaruhi oleh variabel-variabel jumlah anggota rumah tangga, lapangan usaha, dan tipe kelembagaan yang diminati masyarakat. Efek multiplier alokasi kegiatan ekonomi dapat menciptakan perluasan tenaga kerja dan peningkatan ekonomi rumah tangga di perdesaan. Implikasi spillover program pemberdayaan berupa pengetahuan, peningkatan kapasitas dan keterampilan merupakan pintu masuk kebijakan dan strategi pembangunan wilayah.
Collections
- DT - Human Ecology [567]