Analisis Kebijakan Pemanfaatan Energi Panas Bumi Sebagai Alternatif Pembangkit Listrik.
View/Open
Date
2015Author
Tampubolon, Bahroin Idris
Fauzi, Akhmad
Ekayani, Meti
Metadata
Show full item recordAbstract
Kebutuhan energi listrik Indonesia diperkirakan akan meningkat setiap tahun dengan tingkat pertumbuhan sebesar 8.4 persen per tahun. Supply yang disediakan oleh PLN untuk tenaga energi listrik nasional adalah sebesar 90 persen dari pembangkit listrik berbahan baku fosil. Ketersediaan bahan baku energi fosil tersebut di Indonesia sangat terbatas jumlahnya dan akan habis dalam jangka waktu tertentu. Sifat sumberdaya fosil yang tidak terbarukan akan menyebabkan kelangkaan yang berdampak pada kenaikan harga di masa yang akan datang. Penggunaan energi fosil sebagai bahan bakar menyumbang emisi gas rumah kaca terbesar di dunia yaitu berupa emisi karbon dioksida (CO2) sebesar 57 persen. Disisi lain, Indonesia memiliki berbagai sumber energi terbarukan yang dapat menghasilkan tingkat emisi yang lebih ramah lingkungan, dan kepastian keberadaan cadangan sumberdaya. Rasio pemanfaatan energi terbarukan masih rendah, misalnya tenaga panas bumi pada tahun 2011 misalnya hanya mencapai 4.17 persen dari potensi yang dimiliki sebesar 28.54 GW. Perlunya pengembangan sumber energi terutama untuk energi listrik dengan telah mempertimbangkan faktor lingkungan, sosial, dan ekonomi. Tujuan dalam penelitian ini untuk menganalisis persepsi masyarakat mengenai dampak yang timbul di sekitar kawasan pembangkit listrik tenaga panas bumi dan mengestimasi biaya kerugian ekonominya dengan metode effect on production, mengestimasi besaran biaya produksi yang telah memperhitungkan biaya sosial dengan metode benefit transfer dan biaya produksi listrik, serta menganalisis kebijakan yang dapat mendorong pengembangan pembangkit listrik panas bumi sebagai alternatif pembangkit listrik diesel dan batubara dengan metode multicriteria decision analysis (MCDA). Hasil analisa mengenai persepsi masyarakat menunjukkan mayoritas responden menyatakan dampak yang dirasakan akibat aktivitas pembangkit listrik tenaga panas bumi adalah perubahan kualitas dan kuantitas air dengan nilai kerugian ekonomi rata-rata sebesar Rp. 5 289 727 per orang. Biaya sosial yang telah memasukkan biaya kerugian ekonomi akibat pembangkitan listrik adalah sebesar 1 517.98 Rp/KWh untuk pembangkit listrik tenaga panas bumi, tenaga diesel sebesar 9 866.89 Rp/KWh, dan tenaga uap sebesar 12 841.02 Rp/KWh. Analisa kebijakan untuk pengembangan listrik dengan memperhitungkan kriteria lingkungan, sosial, dan ekonomi menghasilkan suatu kesimpulan bahwa pembangkit listrik tenaga panas bumi memiliki nilai tertinggi untuk rancangan kebijakan Bussiness as Usual dan Feed in Tariff jika dibandingkan dengan PLTU dan PLTD. Kesimpulan yang dihasilkan adalah pembangkit listrik yang sebaiknya diprioritaskan untuk dikembangkan adalah PLTP, sehingga deplesi terhadap sumberdaya fosil dapat berkurang, degradasi lingkungan dari pembangkit listrik bertenaga fosil dapat dihindari namun ketersediaan energi dapat dicapai.
Collections
- MT - Economic and Management [3022]