. Model Perencanaan Pengembangan Perkebunan Tebu (Saccharum Officinarum) Berkelanjutan (Studi Kasus Kabupaten Seram Bagian Timur, Provinsi Maluku).
View/ Open
Date
2015Author
Osly, Prima Jiwa
Widiatmaka
Pramudya, Bambang
Murtilakson, Kukuh
Metadata
Show full item recordAbstract
Pembangunan perekonomian Indonesia berkaitan erat dengan pembangunan pertanian, mengingat Indonesia sampai sekarang masih merupakan negara agraris yang sebagian besar masyarakatnya adalah petani. Pembangunan pertanian dengan pendekatan agroindustri merupakan alternatif pilihan yang perlu dikembangkan, sejalan dengan perkembangan ekonomi dan perdagangan di era globalisasi yang menuntut adanya efisiensi dan efektivitas usaha. Upaya untuk mendukung pembangunan pertanian tersebut adalah melalui pengembangan agroindustri komoditas. Tebu merupakan salah satu komponen penting dalam ekonomi beberapa negara tropis dan subtropis di dunia termasuk Indonesia. Sebagian besar negara yang bergantung kepada tebu merupakan negara berkembang karena gula merupakan salah satu komoditas yang memberikan kontribusi besar bagi ekonomi selain komoditas lainnya. Tanaman ini menyediakan lapangan pekerjaan tidak hanya pada industri hulu (pertanian lapangan) namun juga sampai pada industri hilir (pabrik gula). Komoditas tebu menempati kurang lebih 460 ribu ha lahan di Indonesia dan terdapat 284 500 ha yang merupakan lahan potensial. Pemerintah mencanangkan program pengembangan tanaman tebu untuk swasembada gula. Secara umum, kondisi industri gula nasional paling tidak memiliki tiga masalah utama. Pertama, rendahnya harga gula karena sering terjadi impor gula. Kedua, rendahnya produktivitas akibat teknis agronomi tidak dilakukan dengan sempurna dan ketiga, banyaknya pabrik gula yang tidak efisien. Penelitian dilaksanakan di Kabupaten Seram Bagian Timur (SBT), Provinsi Maluku pada bulan Agustus 2010 sampai dengan Desember 2013. Penelitian ini bertujuan : (1) mengetahui kesesuaian lahan tebu di Kabupaten SBT, (2) mengetahui klahan prioritas tnruk kawasan perkebunan tebu di wilayah Kabupaten SBT, dan (3) merumuskan model yang dapat digunakan untuk mendukung pengambilan keputusan dalam pengembangan perkebunan tebu di wilayah Kabupaten Seram Bagian Timur. Analisis kesesuaian lahan tebu di Kabupaten SBT dilakukan dengan menggunakan metode matching yang diawali dengan pengambilan sampel tanah pada lokasi penelitian. Langkah selanjutnya adalah melakukan analisis laboratorium untuk melihat karteristik, sifat fisik dan sifat kimia tanah. Hasil kesesuaian lahan pada lokasi penelitian adalah lahan yang memiliki kelas kesesuaian S1 (14,9%), S2 (19,2%), S3 (10,6%), potensial S3 (45,1%) dan N (10,3%). Identifikasi faktor penentu prioritas dan prioritas lahan dilakukan dengan menggunakan metode Multi Criteria Decision Making (MCDM) berbasis Analytical Hierarcy Process (AHP) yang diintegrasikan dengan Sistem Informasi Geografis (SIG). Faktor penentu prioritas pemilihan kawasan perkebunan tebu terdiri dari lima faktor yaitu : (1) Kelas kesesuaian lahan, (2) Sumber air, (3) Eksisting infrastruktur, (4) Ketersediaan tenaga kerja dan (5) Status kepemilikan lahan. Pemrioritasan pada bagian penelitian ini menghasilkan tiga kelas yaitu prioritas I, II, dan III. Luasan lahan pada masing-masing kelas prioritas adalah Prioritas I sebesar 2 129,1 ha (3,4 %), Prioritas II sebesar 21 268 ha (34 %), dan kelas Prioritas III sebesar 39 093,4 ha (62,6%). Model perencanaan kawasan perkebunan tebu berkelanjutan dibangun dengan pendekatan sistem. Model ini terdiri atas tiga sub model yaitu sub model biofisik, sub model ekonomi, dan sub model sosial. Pemodelan dibangun menggunakan bantuan perangkat lunak STELLA versi 9.0. Model disimulasikan ke dalam tiga skenario yaitu kondisi business as usual, skenario aspirasi investasi (AI), dan skenario aspirasi masyarakat (AM). Masing-masing skenario mewakili kepentingan stakeholder yang terlibat dalam pembangunan model. Simulasi yang dihasilkan dari skenario menjadi acuan dalam pengambilan kebijakan dalam pengelolaan kawasan perkebunan tebu berkelanjutan. Hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kondisi business as usual rerata produksi mencapai 96,2 ton/ha, pada skenario AI rerata produksi mencapai 96,4 ton/ha, dan pada skenario AM rerata produksi mencapai 89,7 ton/ha. Hasil simulasi juga menunjukkan bahwa pada kondisi business as usual BCR bernilai 1,63; pada skenario AI BCR bernilai 5,18, dan pada skenario AM BCR bernilai 1,01. Selain itu, hasil simulasi menunjukkan bahwa pada kondisi business as usual rerata peningkatan pendapatan penduduk adalah 7,9 kali dibandingkan dengan pendapatan saat ini, pada skenario AI rerata peningkatan pendapatan penduduk adalah 2,2 kali dibandingkan dengan pendapatan saat ini, dan pada skenario AM rerata peningkatan pendapatan penduduk adalah 4,8 kali dibandingkan dengan pendapatan saat ini.