Show simple item record

dc.contributor.authorAlfarabi, Muhammad
dc.date.accessioned2016-01-08T22:57:12Z
dc.date.available2016-01-08T22:57:12Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/77341
dc.description.abstractKanker termasuk dari sepuluh besar penyakit yang banyak menyebabkan kematian di Indonesia. Sel kanker memiliki sifat utama, yaitu pertumbuhan sel tidak terhambat secara normal dan dapat menginvasi sel-sel normal lainnya. Masyarakat di Indonesia secara tradisional telah banyak menggunakan tumbuhan keladi tikus (Typhonium sp.) untuk pengobatan kanker. Berdasarkan penelitian sebelumnya, tanaman keladi tikus dari jenis Typhonium divaricatum (L.) Decne yang tumbuh di daerah Chengdu (Cina) memiliki aktivitas sebagai antikanker. Hal ini dikarenakan pada bagian umbi tanaman tersebut mengandung lektin yang dapat menghambat proliferasi sel kanker. Keladi tikus yang tumbuh di Indonesia tidak memiliki informasi ilmiah mengenai hal tersebut hingga saat kini, sehingga tidak ada data fitofarmaka yang mendukung lektin umbi keladi tikus memiliki aktivitas antikanker. Oleh karenanya penelitian ini bertujuan mengidentifikasi protein dan lektin dari umbi keladi tikus (T. flagelliforme) yang tumbuh di beberapa wilayah Indonesia. Manfaat dari penelitian ini adalah memberikan informasi ilmiah mengenai profil protein dan lektin umbi dari keladi tikus (T. flagelliforme) yang tumbuh di wilayah Indonesia. Informasi ini dapat dijadikan dasar pengembangan produk fitofarmaka berbasis lektin sebagai obat antikanker. Penelitian ini menggunakan umbi segar dari 7 aksesi T. flagelliforme (Lodd.) Blume yang didapatkan dari beberapa wilayah di Indonesia, yaitu Bogor (Jawa Barat), Yogyakarta (Merapi Farm dan Indmira), Matesih (Jawa Tengah), Singaraja (Bali), Ogan Ilir (Sumatera Selatan), dan Solok (Sumatera Barat). Tanaman tersebut ditumbuhkan di rumah kaca pada Pusat Bioteknologi, Badan Pengkajian dan Penerapan Teknologi, Indonesia. Umbi yang digunakan adalah umbi yang dipanen pada umur 1, 3, 5, dan 6 bulan setelah tanam. Umbi tersebut diekstrak proteinnya untuk diukur kadar total protein umbi, nilai toksisitas, dan aktivitas hemaglutinasi dari lektin yang terkandung pada total protein umbi. Aksesi umur 6 bulan setelah tanam yang terpilih berdasar aktivitas hemaglutinasi tertinggi hasil dari proses ekstraksi menggunakan NaCl dilakukan fraksinasi protein terhadap ekstrak protein umbinya untuk mendapatkan lektin terpurifikasi. Tahap selanjutnya adalah identifikasi gen pengkode lektin dilakukan dari setiap aksesi tanaman sehingga didapatkan sekuens basa dari gen tersebut. Selanjutnya, umbi dari tanaman berumur 6 bulan setelah tanam juga dilakukan ekstraksi dengan akuades untuk pengujian terhadap kultur sel mamalia (sel MCF-7 dan fibroblas). Ekstrak protein menggunakan ekstraksi akuades yang sudah diseleksi berdasarkan aktivitas hemaglutinasi dan efek toksik dengan metode BSLT (Brine Shrimp Lethality Test) dilanjutkan dengan uji antiproliferasi terhadap sel kanker (MCF-7) dan sitotoksisitas terhadap sel normal (fibroblas). Hasil penelitian menunjukkan bahwa tidak semua bobot umbi dari setiap aksesi mengalami peningkatan bobot pada setiap bulannya, terdapat fluktuasi bobot umbi pada beberapa aksesi seperti aksesi Singaraja, Merapi Farm, Indmira, dan Solok. Aksesi Bogor, Ogan Ilir, dan Matesih menunjukan peningkatan bobot umbi pada setiap bulannya, dari umur 1 hingga 6 bulan setelah tanam. Hasil pengamatan kadar total protein selama masa tanam menunjukkan bahwa hanya aksesi Ogan Ilir yang kadar total protein umbinya meningkat dari umur tanam 1 bulan hingga 6 bulan, sedangkan 5 aksesi yang lain mengalami fluktuasi kadar total protein umbi selama masa tanam. Kandungan protein umbi pada aksesi Bogor umur 1 bulan tidak terdeteksi. Hasil pengamatan deteksi lektin umbi menunjukkan bahwa lektin umbi telah diproduksi dari umur tanaman 1 bulan setelah tanam, yaitu aksesi Singaraja, Merapi Farm, dan Indmira. Lektin pada aksesi lainnya terdeteksi pada umur tanaman 3 bulan setelah tanam. Tidak terdapat aksesi yang menunjukkan peningkatan kadar lektin secara linier pada umur tanam 1 bulan hingga 6 bulan, kecuali aksesi Bogor. Pengamatan profil protein umbi setiap aksesi menunjukkan protein umbi memiliki banyak kandungan protein yang berbobot molekul di bawah 30 kDa. Protein-protein umbi yang berbobot molekul di atas 30 kDa terdeteksi ketika umur tanaman 5 dan 6 bulan setelah tanam. Fraksinasi ekstrak protein umbi aksesi Solok dilakukan karena ekstrak protein umbi tersebut memiliki aktivitas hemaglutinasi tertinggi. Hasilnya didapatkan lektin terpurifikasi yang terkandung pada umbi aksesi Solok dengan bobot molekul 12.67 kDa, dengan kadar lektin sekitar 0.35 % dari kadar total protein umbi, stabil pada suhu 20-40 °C, dan stabil pada pH 5-7.2. Hasil analisis sekuens basa parsial gen pengkode lektin yang terdeteksi dari setiap aksesi berukuran 600 pb. Sekuens tersebut memiliki kesamaan tertinggi dengan sekuens CDS (Coding DNA Sequence) lektin dari tumbuhan lain famili Araceae, yaitu T. divaricatum, Pinellia ternata, dan Pinellia pedatisecta. Hasil ekstraksi protein umbi menggunakan akuades dari umbi berumur 6 bulan menunjukkan aksesi Bogor memiliki aktivitas hemaglutinasi tertinggi, sedangkan aksesi Solok memiliki efek toksisitas terhadap larva udang tertinggi. Oleh karenanya aksesi Bogor dan Solok diuji lanjut ekstrak protein umbinya pada uji antiproliferasi dan sitotoksik. Hasil uji antiproliferasi dengan metode MTT menunjukan bahwa ekstrak protein umbi aksesi Solok memiliki nilai LC50, yaitu 95.36 ppm yang lebih rendah dibandingkan dengan aksesi Bogor, yaitu 102.86 ppm sehingga ekstrak dari aksesi Solok lebih mampu menghambat proliferasi sel MCF-7. Ekstrak aksesi Bogor dan Solok diuji kembali dengan sel fibroblas manusia (sel normal) untuk melihat efek toksik ekstrak terhadap sel non kanker. Proliferasi sel fibroblas meningkat dengan pemberian ekstrak dibandingkan sel fibroblas tanpa perlakuan. Namun, pada konsentrasi ekstrak 100 ppm untuk aksesi Solok pertumbuhan sel fibroblas terhambat 8.33 % dan pada konsentrasi ekstrak 200 ppm untuk aksesi Bogor, pertumbuhan sel fibroblas terhambat 29.90 %. Simpulan penelitian adalah biosintesis lektin pada umbi setiap aksesi T. flagelliforme berlangsung sampai 6 bulan setelah tanam. Ekstrak protein umbi memiliki aktivitas antiproliferasi terhadap sel kanker MCF-7 dan tidak toksik terhadap sel normal fibroblas pada konsentrasi kurang dari 100 ppm untuk aksesi Solok dan konsentrasi kurang dari 200 ppm untuk aksesi Bogor. Lektin yang terdeteksi berbobot molekul 12.67 kDa. Gen parsial penyandi lektin dari setiap aksesi terdeteksi berukuran 600 pb.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcMedical Scienceid
dc.subject.ddcNeoplasmsid
dc.titleAktivitas Protein Umbi Sebagai Antiproliferasi Sel Kanker Mcf-7 Dan Karakterisasi Lektin Umbi Dari Keladi Tikus (Typhonium Flagelliforme (Lodd.) Blume).id
dc.typeDissertationid
dc.subject.keywordAntiproliferasiid
dc.subject.keywordlektinid
dc.subject.keywordprotein umbiid
dc.subject.keywordTyphonium flagelliformeid
dc.subject.keywordtoksisitasid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record