Show simple item record

dc.contributor.advisorEriyatno
dc.contributor.advisorRustiadi, Ernan
dc.contributor.advisorMawardi, Ikhwanuddin
dc.contributor.authorApriyanto, Heri
dc.date.accessioned2015-12-10T03:06:19Z
dc.date.available2015-12-10T03:06:19Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/76988
dc.description.abstractMetropolitan Jakarta merupakan salah satu wilayah yang perkembangannya pesat. Selama tiga dekade terakhir telah terjadi perkembangan yang cepat yang didukung oleh peran sektor swasta yang mampu mengkonversi ratusan ribu hektar lahan-lahan di pinggiran Kota Jakarta menjadi kota-kota baru. Fenomena ini didorong kondisi Jakarta yang mengalami pertumbuhan ekonomi yang luar biasa dan jumlah penduduknya yang padat. Hal ini berdampak pada meningkatnya permintaan lahan untuk pembangunan permukiman dan kegiatan lain. Padahal ketersediaan ruang di dalam kota adalah tetap dan terbatas. Akibatnya terjadi suburbanisasi di daerah pinggiran. Suburbanisasi ini mengakibatkan terjadinya urban sprawl, dimana kawasan perkotaan secara fisik meluas secara acak dan semakin tidak terkendali. Permasalahan-permasalahan yang timbul dari fenomena suburbanisasi dan proses urban sprawl antara lain terjadinya tekanan terhadap daya dukung lahan, kemacetan, banjir, polusi, krisis infrastruktur, RTH minim, kesenjangan sosial, dan sebagainya. Permasalahan ini disebabkan oleh kelemahan dari penerapan produk perencanaan atau juga karena proses perencanaan perkotaan yang ada tidak dapat mengantisipasi sprawl tersebut secara efektif. Padahal konsepsi pembangunan kota baru ini untuk menciptakan alternatif pusat-pusat pertumbuhan baru bagi wilayah sekitarnya, sekaligus mengurangi beban kota besar. Permasalahan-permasalahan yang terjadi pada kota baru harus segera ditangani karena dapat menjadikan pengembangan kota menjadi tidak berkelanjutan. Untuk itu diperlukan suatu pendekatan baru, pendekatan yang menggunakan prinsip pembangunan berkelanjutan dan kesisteman (kota sebagai sebuah sistem). Penelitian ini bertujuan menyusun model konseptual kebijakan pengembangan kota baru yang berkelanjutan. Model yang mengharmonisasikan tatanan ekonomi, ekologis, dan sosial untuk mewujudkan kota baru yang berkelanjutan. Keberhasilan suatu kota tidak hanya tergantung pada pemerintah kota saja, namun juga oleh peran serta masyarakat, swasta, dan akademisi/pakar. Tahapan-tahapan penyusunan model konseptual kebijakan pengembangan kota baru yang berkelanjutan ini dilakukan melalui analisis situasional, evaluasi dan penilaian status pengembangan kota baru berkelanjutan, dan melakukan pemodelan skenario kebijakan pengembangan kota baru yang berkelanjutan. Model kebijakan ini bersifat generik yang dapat dipergunakan untuk kota-kota baru yang terbentuk dari dampak perkembangan kota metropolitan di Indonesia. Evaluasi dan penilaian terhadap pelaksanan pengembangan kota baru yang berkelanjutan perlu dilakukan untuk mengetahui apakah pengembangan sudah atau belum berkelanjutan. Penilaian status berkelanjutan perlu menggunakan suatu instrumen pengukuran, yaitu Key Performance Indicators (KPI) pengembangan kota baru yang berkelanjutan. Perumusan KPI ini dilakukan dengan pendekatan Analytic Hierarchy Process (AHP). KPI terdiri dari 21 indikator dan 9 elemen dari 3 pilar pembangunan berkelanjutan (ekonomi, sosial, dan lingkungan). Guna mengetahui kondisi dan memprediksi kecenderungan perkembangan kota baru ke depan diperlukan suatu model skenario kebijakan pengembangan kota baru. Model skenario ini dibangun dengan pendekatan sistem (dinamis). Model ini mempertimbangkan keseimbangan antar aspek pembangunan berkelanjutan. Lima skenario kebijakan yang disimulaasikan, yaitu skenario Business as usual (BAU), kapital dan sosial, lingkungan, moderat, dan optimis. Masing-masing skenario dilakukan intervensi/dicobakan terhadap 7 variabel, yaitu laju pertumbuhan investasi, laju pertumbuhan ekonomi, laju pertambahan jalan, laju migrasi masuk, luasan RTH, dan tutupan lahan vegetasi, serta anggaran untuk lingkungan hidup dari PAD. Implementasi model kebijakan ini terhadap pengembangan Kota Tangerang Selatan. Kota ini terbentuk dari aglomerasi kota-kota baru (BSD, Bintaro Jaya, dan Alam Sutera) dan pusat-pusat pertumbuhan baru (Ciputat-Pamulang-Pondok Aren). Kota-kota baru dan pusat-pusat pertumbuhan baru ini merupakan dampak dari perkembangan Metropolitan Jakarta. Perkembangan aspek ekonomi Kota Tangerang Selatan sangat pesat, namun kurang diimbangi oleh pengembangan aspek lingkungan dan sosial budaya. Fenomena urban sprawl terus terjadi sehingga menambah beban permasalahan bagi Kota Tangerang Selatan. Hasil evaluasi dan penilaian status pengembangan kota dengan menggunakan instrumen KPI menunjukkan bahwa Kota Tangerang Selatan termasuk dalam tahap awal pembangunan berkelanjutan. Secara umum perkembangan ekonomi dan sosial relatif cukup baik, namun tidak demikian dengan kondisi lingkungannya. Sebagai contoh peningkatan pembangunan permukiman dan kawasan komersial semakin mengurangi kawasan resapan air, meningkatkan polusi, meningkatkan kemacetan, dan sebagainya. Hasil simulasi model skenario menunjukkan perbedaan signifikan pada kecenderungan pengembangan ekonomi, kependudukan, dan isu-isu lingkungan yang tergambarkan dalam besaran PAD, PDRB/kapita, kemacetan dan banjir, serta indeks komposit lingkungan hidup. Hasil simulasi menunjukkan Kota Tangerang Selatan merupakan kota yang belum berkelanjutan. Skenario optimis merupakan prioritas terbaik karena menunjukkan perkembangan ekonomi tetap meningkat, pendapatan masyarakat meningkat, dan indeks lingkungan hidup membaik. Intervensi skenario ini mempertimbangkan keseimbangan aspek pembangunan berkelanjutan dan kondisi lapangan. Model konseptual kebijakan pengembangan kota baru yang berkelanjutan terdiri dari model manajemen dan model kelembagaan. Model manajemen menitikberatkan pada proses perencanaan, pelaksanaan, dan pengendalian pembangunan serta rekomendasi program-program prioritas. Model kelembagaan menitikberatkan pada aktor-aktor dan fungsinya di dalam sistem pengembangan kota. Dalam model kelembagaan direkomendasikan pembentukan suatu tim adhoc. Tim ini disebut dengan Tim Percepatan Pembangunan Kota Baru yang Berkelanjutan (TPPKB) yang bertujuan mendorong dan membantu pemerintah kota dalam mewujudkan pengembangan kota yang berkelanjutan. TPPKB ini beranggotakan dari unsur-unsur pemerintah kota, swasta, masyarakat, dan akademisi/pakar. Implementasi kebijakan adalah dengan rekomendasi programprogram prioritas untuk mewujudkan kota baru yang berkelanjutan.id
dc.language.isoidid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)id
dc.subject.ddcPhysical Planningid
dc.subject.ddcTown planningid
dc.subject.ddc2015id
dc.subject.ddcTangerang-Bantenid
dc.titleRancang Bangun Model Kebijakan Pengembangan Kota Baru Yang Berkelanjutan (Studi Kasus: Kota Tangerang Selatan, Banten)id
dc.subject.keywordkawasan metropolitanid
dc.subject.keywordKey Performance Indicatorsid
dc.subject.keywordkota berkelanjutanid
dc.subject.keywordmodel kebijakanid
dc.subject.keywordsistem dinamisid


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record