Kisaran Inang Dan Penularan Papaya Ringspot Virus

View/Open
Date
2015Author
Harmiyati, Tutik
Hidayat, Sri Hendrastuti
Adnan, Abdul Muin
Metadata
Show full item recordAbstract
Pepaya (Carica papaya L.) merupakan salah satu komoditas pertanian yang banyak dikonsumsi oleh masyarakat Indonesia. Produktivitas pepaya sangat dipengaruhi oleh faktor alam, termasuk gangguan hama dan penyakit tanaman. Papaya ringspot virus (PRSV) merupakan penyebab penyakit bercak cincin dan dilaporkan mengakibatkan kehilangan hasil pada tanaman pepaya dan beberapa jenis Cucurbitaceae, sehingga menimbulkan kerugian bagi petani. Berdasarkan Permentan 93/2011, PRSV masih tergolong Organisme Pengganggu Tumbuhan Karantina A1, yang artinya organisme tersebut belum ditemukan di wilayah Negara Indonesia. Namun telah ditemukan laporan yang menyatakan bahwa PRSV telah menginfeksi tanaman pepaya di daerah Aceh dan Medan dengan insidensi penyakit mencapai 100%. Berdasarkan kisaran inangnya, PRSV terdiri atas 2 strain, yaitu PRSV strain P (PRSV-P) dan PRSV strain W (PRSV-W). PRSV-P menginfeksi tanaman pepaya dan Cucurbitaceae, sedangkan PRSV-W hanya menginfeksi Cucurbitaceae. Infeksi PRSV menyebabkan gejala mosaik, pemucatan tulang daun (vein clearing), penebalan tulang daun (vein banding), mosaik bergaris pada petiol, bercak hijau pada pucuk batang, daun berbentuk seperti tali (shoestring), penebalan lamina daun (rugose), dan kerdil. Virus ini dapat ditularkan ke tanaman sehat secara mekanis dan melalui vektor, namun tidak tular benih. Penelitian dilakukan untuk mengetahui kisaran inang beberapa isolat PRSV melalui pengujian penularan secara mekanis pada 10 jenis tanaman dari 2 famili (Caricaceae dan Cucurbitaceae), efisiensi penularan PRSV melalui 2 spesies kutudaun yaitu Aphis gossypii dan Myzus persicae (Ordo: Hemiptera, Famili: Aphididae), dan membuktikan bahwa PRSV tidak dapat ditularkan melalui biji. Pengamatan dan pengambilan sampel bergejala PRSV dilakukan di Medan (Desa Namo Belin) dan Bogor (Ciomas). Sampel tanaman bergejala PRSV asal Aceh dan Bogor, diperoleh dari koleksi Laboratorium Virologi Tumbuhan (IPB), sedangkan sampel tanaman bergejala PRSV isolat Bali merupakan koleksi dari Balai Karantina Pertanian (BKP) Kelas I Denpasar. Isolat-isolat PRSV kemudian diperbanyak pada tanaman pepaya var. ‘California’ melalui inokulasi secara mekanis. Metode RT-PCR menggunakan primer spesifik CP PRSV 326/PRSv 800 berhasil mengamplifikasi DNA PRSV isolat Medan, Aceh, Bogor (Situgede dan Ciomas), serta Bali. Fragmen DNA hasil amplifikasi ±470pb selanjutnya digunakan untuk keperluan sikuensing. Analisis urutan basa nukleotida hasil sikuensing menunjukkan bahwa PRSV isolat Medan, Aceh, Bogor (Situgede dan Ciomas), serta Bali memiliki kemiripan yang tinggi satu dengan lainnya (96.5- 99.3%). Bila dibandingkan dengan isolat PRSV dari beberapa negara lainnya, maka isolat-isolat PRSV asal Indonesia tersebut memiliki homologi tertinggi dengan PRSV isolat Thailand (95.9-98.3 %) dan terendah dengan PRSV isolat Taiwan (91.3-96.1%). Uji kisaran inang dilakukan pada 5 varietas pepaya (‘California’, ‘Callina’,‘Lokal’, ‘Bangkok’, dan ‘Red Lady’) dan 5 jenis tanaman Cucurbitaceae (mentimun, mentimun jepang, kabocha, semangka, dan melon), menggunakan PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor (Situgede). Inokulasi pada uji kisaran inang dilakukan secara mekanis. Tanaman pepaya yang diinokulasi secara mekanis dengan PRSV menunjukkan gejala yang khas dan jelas, yaitu mosaik, pemucatan tulang daun, penebalan tulang daun, penebalan lamina daun, daun berbentuk seperti tali, bercak hijau seperti berminyak pada batang dan tanaman menjadi kerdil. Tanaman Cucurbitaceae menunjukkan gejala yang lebih ringan. Hasil uji kisaran inang menunjukkan bahwa semua varietas pepaya dapat diinfeksi oleh PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor. PRSV isolat Medan dan Aceh mampu menginfeksi tanaman mentimun, mentimun jepang, semangka, dan melon, sedangkan PRSV isolat Bogor hanya berhasil menginfeksi mentimun, mentimun jepang, dan melon. Tanaman kabocha merupakan satu-satunya tanaman yang tidak terinfeksi saat diinokulasi dengan PRSV isolat Medan, Aceh, dan Bogor; sedangkan dengan tanaman semangka tidak dapat diinfeksi oleh PRSV isolat Bogor. Periode inkubasi PRSV pada tanaman pepaya dan Cucurbitaceae, berturutturut berkisar, 5-14 hari setelah inokulasi (HSI) dan 16-26 HSI. Insidensi penyakit pada tanaman pepaya dan Cucurbitaceae berturut-turut mencapai 100% dan 40- 100%, dengan keparahan penyakit berturut-turut berkisar 33.82-77.33% dan 4.55- 17.78%. Respons tanaman pepaya berkisar antara sangat rentan hingga agak rentan, sedangkan Cucurbitaceae bersifat tahan dan imun. PRSV dari Medan, Aceh, dan Bogor mampu menginfeksi baik tanaman pepaya maupun dari famili cucurbitaceae, sehingga dapat digolongkan ke dalam PRSV-P. Hasil uji penularan menggunakan kutudaun, menunjukkan bahwa semakin banyak serangga yang digunakan, semakin tinggi insidensi penyakitnya. Insidensi penyakit tanaman pepaya yang diinokulasi menggunakan 5 dan 10 individu serangga A. gossypii berturut-turut sebesar 13.33% dan 60%, dan yang diinokulasi dengan 10 individu serangga M. persicae sebesar 33.33% untuk tanaman pepaya. Periode inkubasi pada tanaman pepaya var. ‘California’ yang diinokulasi virus menggunakan A.gossypii dengan jumlah serangga 1, 5, dan 10 individu seangga berturut-turut adalah 0, 10-11, dan 6-11 HSI, sedangkan dengan M. persicae berturut-turut sebesar 0, 0, dan 5-18 HSI. Bibit pepaya yang ditanam dari biji yang berasal dari buah bergejala PRSV (asal Medan dan Bogor), tidak menimbulkan gejala penyakit dan menunjukkan hasil negatif saat dideteksi menggunakan metode RT-PCR.
Collections
- MT - Agriculture [3859]