Show simple item record

dc.contributor.advisorMiftahudin
dc.contributor.advisorTriadiati
dc.contributor.advisorAnas, Iswandi
dc.contributor.authorViolita
dc.date.accessioned2015-03-26T04:38:21Z
dc.date.available2015-03-26T04:38:21Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/74543
dc.description.abstractPada saat ini Indonesia menjadi salah satu negara tropis yang paling banyak terjadi penebangan pohon terutama di hutan. Penebangan pohon ini dilakukan untuk perluasan lahan perkebunan terutama perkebunan kelapa sawit. Perluasan lahan ini terjadi terutama di daerah dataran rendah seperti di Sumatera (Provinsi Jambi, Riau dan Sumatera Selatan). Transformasi hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit ini tidak hanya mengakibatkan perubahan pada keragaman tumbuhan, tetapi juga mengubah komponen ekosistem seperti produksi dan dekomposisi serasah dan akar halus yang mengakibatkan pada perubahan penggunaan hara pada tumbuhan. Serasah dan akar halus merupakan sumber hara terbesar pada ekosistem teresterial. Kandungan hara yang terdapat pada serasah dan akar halus tersebut mampu memenuhi kebutuhan hara tanah. Perubahan komponen ekosistem ini akan mengubah proses biologi pada ekosistem tersebut, sehingga menimbulkan dinamika hara termasuk dinamika N sebagai unsur hara yang paling banyak dibutuhkan tumbuhan. Penelitian tentang Dinamika Nitrogen pada Sistem Transformasi Hutan Alam menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera, Indonesia telah dilakukan. Tujuan dari penelitian ini adalah: (a) Menentukan produktivitas dan dekomposisi serasah pada hutan alam dan perkebunan kelapa sawit, (b) Menentukan produktivitas dan dekomposisi akar halus pada hutan alam dan perkebunan kelapa sawit, dan (c) Menentukan Efisiensi Penggunaan Nitrogen (NUE) dan resorpsi N pada hutan alam dan perkebunan kelapa sawit. Penelitian ini dilakukan pada hutan alam (HA) di Taman Nasional Bukit Duabelas (TNBD) dan perkebunan kelapa sawit (KS), Kabupaten Sarolangun Provinsi Jambi, Sumatera. Penelitian ini dimulai dari bulan September 2012 sampai bulan September 2013. Produksi serasah diperoleh dengan mengambil serasah pada perangkap serasah (litter trap) sebanyak 16 perangkap setiap lokasi HA, sedangkan pada KS diperoleh dari pemanenan pelepah dan buah sawit di setiap bulannya selama setahun penelitian. Produksi akar halus dan sampel tanah diperoleh dengan metode bor tanah dengan masing-masing lokasi sebanyak 20 titik pengambilan. Dekomposisi serasah dan akar halus diperoleh dengan menggunakan metode litter bag. Efisiensi penggunaan hara N (NUE) dan resorpsi N diperoleh dengan menganalisis daun dewasa dan daun senesen pada tumbuhan yang dominan dan yang tidak dominan pada masing-masing lokasi penelitian. Efisiensi penggunaan nitrogen pada skala ekosistem diperoleh dengan menganalisis produksi serasah dan buah sawit selama satu tahun penelitian. Produktivitas serasah pada HA lebih tinggi dari pada KS. Daun menjadi komponen yang berkontribusi terbesar terhadap produktivitas serasah pada HA, sedangkan pada KS hanya bagian pelepah yang menjadi serasah, sementara buah sawit tidak dikembalikan ke sistem. Pada KS terdapat N yang keluar dari sistem selama satu tahun periode penelitian sebanyak 68.3% dari total hara N yang dihasilkan sedangkan untuk C sebanyak 77.8% dari total C, sedangkan untuk produksi serasah sebanyak 79.6% dari total produksi serasah pelepah dan buah sawit tahunan. Faktor iklim terutama curah hujan dan kelembapan udara menentukan produksi serasah pada HA dan KS. Penurunan bobot kering dan konstanta laju dekomposisi pada HA lebih tinggi dari pada KS. Hal ini mengindikasikan pengembalian hara pada HA lebih cepat dari pada KS. Konstanta laju dekomposisi serasah dipengaruhi oleh kandungan N dan rasio C/N serasah daun. Pola produktivitas akar halus pada HA dan KS secara umum sama. Faktor iklim seperti: curah hujan dan temperatur udara menjadi faktor utama yang mempengaruhi produksi akar halus. Penurunan bobot kering dan konstanta laju dekomposisi akar halus pada HA lebih tinggi dari pada KS, sehingga dapat dikatakan bahwa pengembalian hara pada HA lebih cepat dari pada KS. Kandungan N, C, dan rasio C/N akar halus sebelum dekomposisi mempengaruhi proses dekomposisi akar halus. Peningkatan resorpsi N seiring dengan peningkatan NUE tumbuhan (NUEc). Kandungan N dan C tanah pada HA lebih tinggi dari pada KS. Kandungan N tanah tidak dipengaruhi oleh kandungan N daun dewasa, NUEc dan resorpsi N. Efisiensi penggunaan hara N pada skala ekosistem (NUEES) lebih tinggi pada HA dibandingkan KS. Pemberian pupuk tidak mampu meningkatkan kandungan N tanah pada KS. Hasil penelitian ini secara keseluruhan menunjukkan bahwa transformasi lahan dari hutan alam menjadi perkebunan kelapa sawit mengakibatkan perubahan pada produksi dan dekomposisi serasah dan akar halus yang menyebabkan terjadinya penurunan kandungan N tanah dan perubahan NUE dan resorpsi N pada ekosistem.en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.subjectBogor Agricultural University (IPB)
dc.subject.ddcAgriculturaen
dc.subject.ddcOil palmsen
dc.titleDinamika Nitrogen pada Sistem Transformasi Hutan Alam menjadi Perkebunan Kelapa Sawit di Sumatera, Indonesiaen
dc.subject.keywordAkar halusen
dc.subject.keywordNUEen
dc.subject.keywordresorpsi Nen
dc.subject.keywordserasahen
dc.subject.keywordsistem transformasien


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record