Show simple item record

dc.contributor.advisorSuharno
dc.contributor.advisorJahroh, Siti
dc.contributor.authorPodesta S, Rosana
dc.date.accessioned2015-02-26T08:02:42Z
dc.date.available2015-02-26T08:02:42Z
dc.date.issued2015
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/74321
dc.description.abstractPelaku ekonomi rakyat, khususnya perempuan sering mengalami kesulitan jika berhadapan dengan lembaga finansial. Terdapat lima permasalahan yang dihadapi perempuan wirausaha dalam menjalankan usahanya yaitu (1) kesulitan mengakses keuangan, (2) kesulitan mengakses pasar, (3) kesulitan mengakses pelatihan, (4) kesulitan mengakses jaringan dan informasi dan (5) kesulitan mengakses kebijakan publik. Para perempuan wirausaha tersebut tidak memiliki akses yang memadai untuk mendapatkan pelatihan di bidang pemasaran, tata buku dan keterampilan manajerial. Selain itu, tidak memiliki jaringan dan informasi usaha yang dapat menjadi bekal dalam menghadapi persaingan serta perubahan dalam permintaan konsumen dan teknologi. Hal ini karena perempuan wirausaha dianggap tidak layak, lokasi usaha yang terpencil, tidak memiliki jaminan dan berbagai isu gender lain. Selain itu juga dikarenakan tingkat pengetahuan perempuan wirausaha yang masih terbatas dalam mengakses ke lembaga keuangan. Kondisi ini semakin diperparah karena banyak usaha perempuan wirausaha tersebut yang tidak terjangkau oleh institusi formal baik pemerintah maupun lembaga keuangan, misalnya Kredit Usaha Rakyat (KUR). KUR merupakan kredit program yang dicanangkan pemerintah untuk penduduk miskin, akan tetapi dalam kenyataan, operasional di lapangan menunjukkan bahwa akses KUR tidak mudah seperti yang dikampanyekan. Proses reguler perbankan masih diterapkan sehingga tidak memungkinkan bagi kelompok mikro (lebih tepatnya disebut kelompok “gurem”) untuk mengakses kredit program KUR. Hal ini diakibatkan skala usaha yang sangat kecil bahkan dapat dikatakan “gurem”. Oleh karena itu dalam rangka perwujudan Tri Dharma Perguruan Tinggi, Departemen Agribisnis menginisiasi penyaluran kredit program kepada perempuan wirausaha di sekitar lingkungan kampus IPB. Kredit program tersebut diberi nama Mitra AGB yang bekerja sama dengan NICHE (The Netherlands Initiative for Capacity Development in Higher Education) sebagai pemilik dana. Indikator keberhasilan program Mitra AGB ditunjukkan antara lain dengan peningkatan omzet sebelum dan sesudah menerima penyaluran kredit serta kelancaran dalam pengembalian kredit yang diberikan. Oleh karena itu penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja keuangan perempuan wirausaha “gurem” setelah menerima kredit program Mitra AGB dan menganalisis faktor-faktor apa saja yang berpengaruh terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit program Mitra AGB. Penelitian ini berbasis eksperimental riset dengan metode deskriptif korelasional. Dalam konteks penelitian ini, diberikan perlakuan hanya berupa penyaluran kredit kepada responden tanpa kontrol yang ketat seperti halnya eksperimental riset di laboratorium. Hal ini dikarenakan sulit untuk mengontrol penelitian sosial secara ketat mengingat banyaknya variabel-variabel. Oleh karena itu penelitian ini dapat dikatakan eksperimental semu. Penentuan lokasi penelitian dilakukan di desa lingkar kampus IPB yaitu Desa Babakan (Babakan Raya, Leuwikopo, Cangkurawok, Sengked) dan Desa Balumbang Jaya (Babakan Lio). Waktu penelitian dilakukan dari November 2013 hingga akhir Maret 2014 dengan total 30 responden. Metode analisis yang digunakan adalah metode analisis kualitatif dan kuantitatif. Analisis kualitatif dilakukan untuk menggambarkan karakteristik individu dan karakteristik usaha. Sedangkan metode analisis kuantitatif digunakan untuk menganalisis kinerja usaha responden sebelum dan sesudah menerima kredit (menggunakan uji Wilcoxon Signed Rank) serta tingkat kelancaran pengembalian kredit (menggunakan metode regresi logistik). Berdasarkan hasil uji Wilcoxon Signed Rank, terdapat perbedaan omzet responden sebelum dan sesudah menerima kredit program Mitra AGB. Hal yang menarik disini adalah omzet rata-rata yang diperoleh perempuan wirausaha program Mitra AGB justru mengalami penurunan sesudah menerima kredit dari Rp328 500 per hari menjadi Rp279 185 per hari. Kondisi ini dimungkinkan karena fakta di lapangan menunjukkan bahwa kredit yang diberikan tidak semuanya dialokasikan untuk usaha. Menurut beberapa pengakuan responden, kredit yang diberikan tersebut sebagian digunakan untuk membayar sekolah anak dan uang pengobatan anak yang sakit. Seperti telah dijelaskan sebelumnya bahwa salah satu kegagalan program kredit yang dilakukan pemerintah adalah tidak adanya pemisahan yang jelas antara kredit produktif dan kredit konsumtif. Akibatnya kredit yang seharusnya memiliki efek multiplier karena perputaran usaha tidak teroptimalkan dengan sebagaimana mestinya karena digunakan untuk kebutuhan lain yang tidak ada hubungannya dengan usaha. Variabel omzet usaha ditemukan berkorelasi positif dan berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Dengan demikian semakin besar omzet yang diperoleh maka akan mendorong tingkat pengembalian kredit menjadi semakin lancar. Hal ini menunjukkan bahwa omzet berbanding lurus dengan tingkat pengembalian kredit. Sementara usia dan tingkat pendidikan formal tidak berpengaruh nyata terhadap tingkat kelancaran pengembalian kredit. Secara keseluruhan kredit yang diberikan belum mampu meningkatkan omzet dan skala usaha perempuan wirausahaen
dc.language.isoid
dc.subject.ddcEconomicen
dc.subject.ddcEconomic sectorsen
dc.subject.ddc2013en
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baraten
dc.titleKinerja Keuangan Perempuan Wirausaha “Gurem”: Kajian Eksperimental di Desa Lingkar Kampus IPBen
dc.subject.keywordomzet usahaen
dc.subject.keywordskala usahaen
dc.subject.keywordtingkat pengembalian krediten


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record