Analisis Kelembagaan Pemanfaatan Komersial Kupu-Kupu di Daerah Penyangga Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung, Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan
Date
2014Author
Muhammadiyah, Muhammad Arif
Basuni, Sambas
Masy’ud, Burhanuddin
Buchori, Damayanti
Metadata
Show full item recordAbstract
Pemanfaatan komersial kupu-kupu dari habitat alam di Kabupaten Maros, Provinsi Sulawesi Selatan telah dilakukan oleh masyarakat sejak tahun 1970-an dan masih terus berlangsung sampai saat ini. Pemanfaatan komersial kupu-kupu melalui penangkapan dari habitat alam diduga merupakan salah satu penyebab terjadinya penurunan jumlah jenis dan ukuran populasi kupu-kupu. Kinerja kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu sebagai sumber daya bersama (common pool resources, CPRs) diindikasikan oleh kelestarian sumber daya kupu-kupu di habitat alam dan peningkatan pendapatan masyarakat. Kinerja tersebut ditentukan oleh karakteristik sumber daya, karakteristik komunitas pemanfaat, serta peraturan perundang-undangan. Penelitian ini bertujuan: (1) mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik sumber daya kupu-kupu (Lepidoptera) yang dimanfaatkan secara komersial; (2) mendeskripsikan dan menganalisis karakteristik pelaku, teknik penangkapan dan perdagangan kupu-kupu; (3) menganalisis isi teks peraturan perundang-undangan yang terkait dengan pemanfaatan komersial satwa liar dan keefektifan implementasi di lapangan; serta (4) merumuskan penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu di Kabupaten Maros, Sulawesi Selatan. Analisis penguatan kelembagaan menggunakan analisis tema yang dilakukan berdasarkan hasil kajian untuk mencapai tujuan penelitian (1), (2), dan (3), selanjutnya dirumuskan permasalahan kelembagaan serta solusi penguatan kelembagaan. Hasil penelitian menunjukkan bahwa para penangkap menangkap seluruh individu kupu-kupu yang dijumpai di alam. Rasio kelamin kupu-kupu hasil tangkapan menunjukkan jumlah jantan lebih banyak dibandingkan dengan betina. Terdapat 838 individu kupu-kupu hasil tangkapan dari 89 jenis, yang tergolong dalam famili Nymphalidae 52 jenis, Papilionidae 16 jenis, Pieridae 16 jenis, dan Lycaenidae 5 jenis. Kupu-kupu hasil tangkapan tersebut termasuk 4 jenis kupu-kupu yang dilindungi, 3 diantaranya dari genus Troides yang tergolong Appendix II CITES. Hasil penelitian juga menunjukkan bahwa dari jenis kupu-kupu hasil tangkapan tersebut, terdapat jenis-jenis yang belum ditetapkan kuotanya, yaitu dari famili Nymphalidae sebanyak 30 jenis, Pieridae 9 jenis, Lycaenidae 5 jenis, dan Papilionidae 1 jenis. Seluruh penangkap kupu-kupu di lokasi penelitian tidak memiliki izin tangkap. Para penangkap tersebut tidak terdefenisikan dengan jelas, dan tidak ada pembatasan jumlah penangkap sehingga memungkinkan siapa saja dapat melakukan penangkapan kupu-kupu. Alat penangkapan yang digunakan adalah jaring. Metode menjaring kupu-kupu terdiri atas 2 macam, yaitu dengan cara menggunakan umpan berupa air seni atau kupu-kupu mati, serta cara menjaring langsung tanpa menggunakan umpan. Lokasi penangkapan di luar batas kawasan Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung yaitu pada lahan negara, pekarangan atau kebun milik masyarakat. Waktu penangkapan adalah setiap hari yang dilakukan pada pukul 08.00−15.00. Pelaku perdagangan kupu-kupu di daerah penyangga Taman Nasional Bantimurung Bulusaraung terdiri atas para penangkap, pengumpul pedagang, pengrajin souvenir, penjual souvenir, pembeli setempat, pembeli dari luar provinsi, dan kolektor luar negeri. Pengumpul pedagang memiliki peran yang sentral dalam aliran perdagangan kupu-kupu. Kupu-kupu yang diperdagangkan terdiri atas kualitas A1, A-, A2, dan A3. Kualitas kupu-kupu sangat ditentukan oleh cara menangkap, penanganan spesimen setelah ditangkap, serta kondisi kupu-kupu di alam sebelum ditangkap. Harga kupu-kupu yang diperdagangkan bervariasi, bergantung pada kualitas, jenis, jenis kelamin, dan ukurannya. Terdapat sedikitnya 4 (empat) peraturan perundang-undangan yang mengatur pemanfaatan komersial satwa liar. Peraturan perundang-undangan tersebut belum efektif mengendalikan perilaku aparatur pemerintah maupun masyarakat dalam pemanfaatan komersial kupu-kupu di Kabupaten Maros, karena belum diimplementasikan secara keseluruhan oleh para pelaksana peraturan maupun oleh masyarakat pemanfaat sebagai kelompok sasaran. Hal tersebut disebabkan oleh kurangnya pemahaman atas isi peraturan perundang-undangan, tidak ada ketentuan sanksi yang jelas bagi siapa-siapa yang tidak memiliki izin dan melakukan perdagangan satwa liar yang tidak dilindungi, sehingga menyebabkan aparatur di lapangan tidak melakukan tindakan dan memberikan sanksi atas pelanggaran yang terjadi. Isi Kepmenhut 447/2003 masih sangat umum dan menyangkut objek yang sangat luas, yaitu mencakup seluruh jenis tumbuhan dan satwa liar. Sementara pemanfaatan satwa liar kupu-kupu membutuhkan peraturan yang lebih detail, sebab satwa liar ini memiliki siklus hidup yang spesifik, dan memiliki musim perkembangbiakan. Substansi peraturan bila dilaksanakan menimbulkan biaya transaksi tinggi, mulai dari biaya informasi, pengawasan, penegakan peraturan, pengendalian para pihak, maupun biaya-biaya yang harus dikeluarkan oleh kelompok sasaran untuk memperoleh hak dalam pemanfaatan. Penguatan kelembagaan pemanfaatan komersial kupu-kupu di Kabupaten Maros dilakukan melalui upaya: (1) pendelegasian wewenang pengaturan pemanfaatan jenis kupu-kupu yang tidak dilindungi dan tidak termasuk Appendix CITES kepada Pemerintah Kabupaten Maros sebagaimana diatur dalam PP 38/2007; (2) penyusunan aturan operasional pemanfaatan komersial kupu-kupu yang memuat antara lain tentang: batasan sumber daya kupu-kupu yang dapat dimanfaatkan; batasan pelaku pemanfaatan; aktivitas pemanfaatan; mekanisme pengawasan dan sanksi; serta (3) izin penangkapan dan izin peredaran kupu-kupu untuk tujuan komersial diberikan kepada para pengumpul pedagang dengan mendaftarkan seluruh penangkap yang dikoordinirnya secara periodik. Peningkatan kapasitas Forum Pelestari Kupu-Kupu perlu dilakukan mengingat tingkat inisiatif dalam menyusun program-program aksi yang terkait dengan pemanfaatan komersial kupu-kupu secara lestari masih lemah, yaitu dengan cara pendampingan dan memberikan asistensi teknis serta permodalan.
Collections
- DT - Forestry [347]