Show simple item record

dc.contributor.advisorSetiadi, Mohamad Agus
dc.contributor.advisorKarja, Ni Wayan Kurniani
dc.contributor.authorMuttaqin, Zultinur
dc.date.accessioned2014-11-27T06:32:03Z
dc.date.available2014-11-27T06:32:03Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70486
dc.description.abstractTingkat keberhasilan produksi embrio sapi in vitro masih sangat rendah. Hal ini terutama dikaitkan dengan kualitas oosit yang digunakan saat maturasi. Seleksi rutin oosit berdasarkan kriteria morfologi masih menghasilkan oosit yang heterogen dalam kualitas dan kemampuan perkembangannya, dikarenakan aktivitas intraovarian yang terjadi pada masa hidupnya. Dilaporkan aktivitas enzim glukosa 6 fosfat dehidrogenase (G6PD) dalam sitoplasma oosit dapat dijadikan sebagai indikator kualitas oosit. Aktivitas enzim ini dilaporkan tinggi pada oosit yang sedang tumbuh dan akan bekurang aktivitasnya ketika oosit sudah tumbuh sempurna. Indikasi ini kemudian dijadikan acuan oleh para peneliti untuk mengembangkan sebuah metode non invasif seleksi oosit melalui pewarnaan dengan brilliant cresyl blue (BCB). Pewarna BCB yang ditambahkan pada sekumpulan oosit dapat bereaksi dan menyeleksi oosit berdasarkan aktivitas intraseluler G6PD di sitoplasma. Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji penggunaan pewarna BCB sebagai indikator aktivitas G6PD di sitoplasma oosit dalam upaya memilih oosit sapi yang lebih kompeten untuk berkembang secara in vitro. Sejumlah oosit dipaparkan pada 26 μM BCB selama 90 menit dalam inkubator 5% CO2 suhu 39ºC dan diklasifikasikan berdasarkan tingkat penyerapan warna sitoplasmanya. Oosit dengan sitoplasma berwarna biru dikategorikan sebagai kelompok oosit BCB+ dan oosit dengan sitoplasma yang tidak berwarna dikategorikan sebagai kelompok oosit BCB-. Kelompok oosit kontrol dimaturasi secara langsung setelah terseleksi secara morfologi, tanpa dilakukan pewarnaan BCB. Masing-masing kelompok perlakuan (BCB+, BCB- dan kontrol) kemudian dilakukan maturasi dan fertilisasi secara in vitro. Oosit dikatakan matang jika dapat mencapai tahap metafase II (MII) setelah di maturasi selama 24 jam dan oosit dengan 2 atau lebih pronukleus (PN) setelah 14 jam inkubasi diklasifikasikan sebagai oosit yang telah terfertilisasi. Kedua parameter tersebut kemudian dievaluasi dan dibandingkan diantara perlakuan. Persentase oosit yang mencapai tahap MII pada kelompok oosit BCB+ lebih tinggi (P< 0.05) dibandingkan kelompok oosit BCB- (78.7% vs 33.3%), namun tidak terdapat perbedaan yang signifikan (P> 0.05) antara kelompok oosit BCB+ dan kelompok oosit kontrol (78.7% vs 77.1%). Tingkat fertilisasi kelompok oosit BCB+ juga ditemukan lebih tinggi secara signifikan (P< 0.05) dibandingkan kelompok oosit BCB- dan kelompok oosit kontrol (30.5% vs 13.6, 23.6%). Hal ini mengindikasikan bahwa kelompok oosit BCB+ lebih kompeten untuk termaturasi dan terfertilisasi secara in vitro dibandingkan kelompok oosit BCB-. Dari hasil penelitian dapat disimpulkan bahwa seleksi oosit sapi dengan BCB sebelum maturasi dapat digunakan secara efektif dalam memilih oosit yang lebih kompeten untuk berkembang.en
dc.language.isoid
dc.subject.ddcBiology of Reproductionen
dc.subject.ddcReproductionen
dc.subject.ddc2014en
dc.subject.ddcBogor-Jawa Baraten
dc.titleKemampuan Maturasi dan Fertilisasi Oosit Sapi yang Diseleksi Menggunakan Teknik Pewarnaan Brilliant Cresyl Blue secara in vitroen
dc.subject.keywordoositen
dc.subject.keywordbrilliant cresyl blueen
dc.subject.keywordkompetensien
dc.subject.keywordmaturasien
dc.subject.keywordfertilisasien


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record