Show simple item record

dc.contributor.advisorKhumaida, Nurul
dc.contributor.advisorSopandie, Didy
dc.contributor.advisorArdie, Sintho Wahyuning
dc.contributor.authorSaepudin, Adam
dc.date.accessioned2014-11-11T07:04:33Z
dc.date.available2014-11-11T07:04:33Z
dc.date.issued2014
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/70126
dc.description.abstractProduksi nasional kedelai masih belum mencukupi kebutuhan, sehingga setiap tahun Indonesia mengimpor kedelai. Produksi kedelai juga mengalami penurunan, tercatat produksi pada tahun 2013 sebesar 807.5 ribu ton menurun sebesar 35.6 ribu ton dibandingkan dengan produksi tahun 2012 (BPS 2014). Rendahnya produksi nasional kedelai terutama disebabkan oleh menurunnya luas panen. Upaya-upaya yang dapat dilakukan untuk peningkatan produksi adalah dengan perluasan areal tanam, perbaikan varietas, dan perbaikan teknologi budidaya. Pengembangan kedelai di lahan suboptimal yang bersifat masam dan mengalami kekeringan (drought) memerlukan kultivar unggul yang toleran kekeringan dan tanah masam. Program perluasan areal tanam (ekstensifikasi) antara lain dapat dilakukan pada lahan suboptimal, seperti contohnya pada lahan kering maupun pada tanah-tanah masam yang pemanfaatannya masih belum optimal. Kultivar unggul dapat dirakit melalui perbaikan genetik baik melalui persilangan konvensional maupun melalui pendekatan teknik kultur in vitro atau bioteknologi tanaman. Keragaman genetik yang tinggi dibutuhkan dalam perbaikan varietas tanaman. Salah satu teknik untuk meningkatkan keragaman adalah melalui induksi variasi somaklonal, misalnya melalui embriogenesis somatik. Varian somaklon yang diperoleh dari embriogenesis somatik kemudian dapat diseleksi menggunakan agen seleksi melalui seleksi in vitro sehingga diperoleh somaklon dengan sifat yang diinginkan. Keberhasilan seleksi in vitro untuk mendapatkan tanaman kedelai dengan sifat yang diinginkan memerlukan beberapa hal, yaitu tersedianya keragaman di tingkat sel atau jaringan, metode seleksi in vitro untuk mengidentifikasi sel atau jaringan sesuai dengan sifat yang diinginkan, dan metode regenerasi sel jaringan menjadi tanaman secara in vitro yang efektif. Penelitian ini bertujuan untuk (1) mendapatkan media induksi dan proliferasi, serta meregenerasikan kalus embriogenik pada lima genotipe kedelai, (2) mendapatkan varian somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman kekeringan, dan (3) mendapatkan somaklon kedelai yang putatif toleran cekaman kekeringan dan aluminium. Penelitian ini terdiri atas 3 percobaan, yaitu (1) induksi embrio somatik (ES) lima genotipe kedelai melalui, (2) seleksi in vitro empat genotipe kedelai menggunakan PEG untuk menghasilkan somaklon yang putatif toleran kekeringan, dan (3) seleksi in vitro empat genotipe kedelai menggunakan PEG dan AlCl3 untuk menghasilkan somaklon yang putatif toleran cekaman kekeringan dan tanah masam. Hasil percobaan pertama menunjukkan penambahan zat pengatur tumbuh 2,4-D dan NAA pada media dasar MS dapat menginduksi embriogenesis somatik pada kelima genotipe kedelai yang digunakan. Semua genotipe kedelai yang diuji (Tanggamus, Anjasmoro, Yellow biloxi, CG-22-10 dan SP-10-4) menghasilkan kalus embriogenik dicirikan dengan diperolehnya kalus yang memiliki struktur kompak dengan warna kalus yang putih kekuningan, serta teridentifikasinya struktur pre- embryogenic mass (PEM) pada kalus tersebut dengan ciri-ciri berbentuk isodiametris, memiliki nukleus yang besar dan sitoplasmanya pekat. Media induksi dan proliferasi embrio somatik terbaik untuk kelima genotipe kedelai adalah MS + 5 ppm 2,4-D + 5 ppm NAA. Genotipe Tanggamus memberikan jumlah ES tertinggi, dan menghasilkan keempat tahap embrio somatik yang terbentuk (globular, hati, torpedo dan kotiledon) disamping genotipe Yellow biloxi. Genotipe Tanggamus berhasil membentuk kecambah dan beregenerasi membentuk plantlet pada media MS+2,4-D 40 ppm dan media MS+10 ppm 2,4-D+10 ppm NAA. Tujuh kandidat somaklon toleran cekaman kekeringan telah berhasil didapatkan dari seleksi in vitro menggunakan PEG pada empat genotipe kedelai (Tanggamus, Yellow biloxi, SP-10-4 dan CG-22-10) pada percobaan kedua. Pengamatan histologi menunjukkan terdapat kalus embriogenik dan embrio somatik yang tetap hidup (survive) dengan sel-selnya yang tidak mengalami kerusakan. Ketujuh kandidat somaklon tersebut berasal dari genotipe Tanggamus yang berhasil diregenerasikan. Diamater kalus dan jumlah kalus segar (survive) cenderung sama untuk keempat genotipe kedelai yang dicobakan. Diduga genotipe CG-22-10 dan SP-10-4 memiliki sifat toleran terhadap cekaman Al berdasarkan seleksi ganda menggunakan PEG yang dilanjutkan dengan AlCl3. Sejumlah kandidat varian somaklon toleran kekeringan dan toksisitas Al (pada tahap embrio somatik) telah dihasilkan dari seleksi ganda menggunakan agen seleksi PEG dan AlCl3 pada empat genotipe kedelai, yaitu Tanggamus (13 kandidat), Yellow biloxi (8 kandidat), CG-22-10 (5 kandidat), dan SP-10-4 (10 kandidat). Berdasarkan hasil seluruh rangkaian penelitian ini, telah diperoleh metode untuk mengembangkan seleksi in vitro pada beberapa genotipe kedelai dengan agen penyeleksi PEG dan AlCl3 untuk menghasilkan kandidat somaklon yang toleran kekeringan dan atau tanah masam. Diharapkan metode seleksi in vitro ini dapat diterapkan pada genotipe kedelai lainnya dalam upaya mendapatkan calon varietas kedelai yang toleran cekaman kekeringan dan atau tanah masam.en
dc.language.isoid
dc.publisherIPB (Bogor Agricultural University)
dc.titleSeleksi In vitro Embrio Somatik pada Beberapa Genotipe Kedelai untuk Toleransi Cekaman Kekeringan dan Toksisitas Aluminiumen
dc.subject.keywordGlycine max (L.) Merr., 2,4-Den
dc.subject.keywordPEGen
dc.subject.keywordAlCl3en
dc.subject.keywordembrio somatiken
dc.subject.keywordvarian somaklonen
dc.subject.keywordseleksi in vitroen


Files in this item

Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record