Model pengendalian pencemaran minyak di Perairan Selat Rupat Riau
Control model of oil pollution in Rupat Strait of Riau
![Thumbnail](/bitstream/handle/123456789/55119/2010sne.pdf.jpg?sequence=34&isAllowed=n)
Date
2010Author
Nedi, Syahril
Pramudya.N, Bambang
Riani, Etty
Manuwoto
Metadata
Show full item recordAbstract
Selat Rupat merupakan salah satu selat kecil yang terdapat di Selat Malaka yang terletak di antara pesisir Kota Dumai dengan Pulau Rupat di Propinsi Riau. Selat ini memiliki panjang ± 72.4 km dan lebar (dari garis pantai Dumai hingga pantai Pulau Rupat) 3.8 – 8.0 km. Pulau Rupat termasuk wilayah administrasi Kabupaten Bengkalis dan pada umumnya masih belum memiliki aktivitas selain perkebunan rakyat. Oleh sebab aktivitas di Kota Dumai sangat mempengaruhi ekosistim perairan Selat Rupat. Selat Rupat memiliki peran penting dari segi ekologis karena memiliki keanekaragaman hayati berbagai jenis mangrove yang merupakan tempat hidup dan memijah ikan, melindungi pantai dari terjangan angin gelombang laut. Banyak dari masyarakat di wilayah ini yang berprofesi sebagai nelayan. Selat Rupat juga memiliki peran ekonomis sebagai jalur transportasi strategis dan merupakan pilihan rute kapal yang produktif yang mendukung perekonomian Kota Dumai. Kunjungan kapal setiap tahunnya di Pelabuhan Dumai berkisar 4089 – 7332 kali dengan jumlah penumpang berkisar 731.188 hingga 1.012.529 orang (ADPEL 2009). Dumai merupakan pangakalan utama dua perusahaan minyak terbesar (PT.CPI dan Pertamina UP II Dumai) yang mengeksploitasi minyak mentah dari berbagai sumur minyak di Propinsi Riau dan mengolahnya menjadi Bahan Bakar Minyak (BBM). Industri minyak di Kota Dumai mampu mengolah minyak mentah menjadi BBM dengan kapasitas 170.000 barel perhari (Pertamina 2002). Dumai juga sebagai lokasi penimbunan minyak mentah dengan tanki timbun yang mampu menampung minyak dengan kapasitas 5.1 juta barel (CPI & PPLH UNRI 2005). Berbagai aktivitas transportasi dan industri pengolahan minyak di pesisir Pantai Dumai menyebabkan perairan Selat Rupat rawan terhadap pencemaran minyak. Posisi Selat Rupat yang semi tertutup berpotensi menimbulkan kerusakan terhadap ekosistem perairan termasuk ekosistem mangrove. Dilain pihak, informasi ilmiah tentang kerusakan ekosistem di wilayah ini akibat pencemaran minyak dan pengendaliannya masih sangat minim. Pencemaran minyak di perairan laut merupakan masalah kompleks dan penting untuk dipecahkan, sehingga penyelesaiannya harus dilakukan secara holistik dengan membuat suatu model pengendalian pencemaran minyak di perairan laut khususnya Selat Rupat yang merupakan suatu perairan yang sangat berpotensi terhadap pencemaran minyak. Rupat Strait is a small strait in the Strait of Malacca that lies between the coastal of Dumai City and Rupat island in Riau province. Rupat Strait has an important role in ecological because it has various types of mangrove for fish live and spawn, and also protect the coast from wind waves. Conversely, Rupat Strait also have an economic role as a strategic transportation routes that support the economy of Dumai. Oil industry in Dumai can processing raw oil into fuels with capacity of 170 000 barrels per day. Various economic activities were causing the Rupat Strait vulnerable to oil pollution. Oil pollution in sea waters was a complex problem that the solution must be done holistically using dynamical system analysis with software Stella 9:02. Oil response was observed at three sites that representing different levels of sensitivity in the waters of the Rupat Strait i.e. Lubuk Gaung Waters (very sensitive), Ketam Island Waters (sensitive) and Pelintung Waters (less sensitive). The calculation of pollution level based on the dissolved oxygen concentration and BOD5. Ketam Island, Lubuk Gaung and Pelintung included to light polluted criteria. Lubuk Gaung region showed a fairly dangerous response to oil pollution than other regions, because it was very sensitive to oil pollution. Instruments of technology (oilboom and dispersant) and regulation (legislation), either jointly (combination) or partially were needed to control the environmental impacts. Oil pollution control in the scenario III that using combination instruments (technology and regulation) was more effective than scenario I and scenario II usage of regulation and technology partially. The combination of technology and regulation can controlling the oil pollution in the area of Lubuk Gaung that secure to oil pollution. Secure status to oil pollution can increase the catch of fishermen in the Rupat Strait.