dc.description.abstract | Otonomi daerah yang dilaksanakan sejak tahun 2001 telah membuka ruang sosial bagi proses demokratisasi dalam pembangunan wilayah. Pemerintah daerah (kabupaten/kota) memperoleh kewenangan yang lebih besar untuk mengatur kehidupan ekonomi maupun politik di daerahnya masing-masing. Namun, karena lemahnya akuntabilitas politik, administratif, dan profesionalisme dari sebagian besar pemerintah daerah sebagai akibat dari bakumain (interplay) faktor ekonomi, politik dan budaya, maka kewenangan yang lebih besar dalam bidang ekonomi dan politik tersebut justru memicu korupsi di sementara daerah yang ditandai antara lain oleh munculnya Perda-Perda bermasalah. Tujuan utama penelitian ini adalah menganalisis faktor-faktor ekonomi politik dan budaya yang mempengaruhi korupsi dalam pembangunan wilayah pada era otonomi daerah di Indonesia. | id |