Keragaan Pasar Kayu Lapis Indonesia dan Dampak Kemungkinan Diberlakukannya Liberalisasi Perdagangan
Abstract
Salah satu komoditas pertanian yang sangat berperan dalarn peningkatan ekspor nonmigas adalah produk kayu, terutama kayu lapis. Sejak tahun 1990 ekspor kayu lapis memberikan hasil devisa non migas kedua terbesar setelah tekstil. Pada tahun 199311994 berasnya pangsa ekspor kayu lapis terhadap total ekspor produk kehutanan adalah sebesar 70,8 persen dan terhadap total ekspor non migas sebesar 17,5 persen (Pangestu, et al. 1996). Sebelu~ne ra tahun 1980-an, orientasi produksi kayu lapis Indonesia masih ditujukan untuk memenuhi kebutuhan dalam negeri dan bersifat sebagai industri substitusi impor. Pada masa ini kayu lapis relatif belum memegang peranan penting dalam perekonolnian nasional. Sejak tahun 198411985 produksi dan ekspor kayu lapis menunjukkan peningkatan. Hal ini tidak lepas dari berbagai kebijakan pemerintah, baik di bidang produksi maupun pemasaran. Untuk meningkatkan nilai tambah dan sekaligus memperbaiki posisi kayu lapis Indonesia di pasar internasional, pada tahun 1980 pe~nerintahm engeluarkan kebijakan larangan ekspor kayu gelondongan dan mengharuskan semua pengclola HPH (Hak Pengusahaan Hutan) mendiikan industri kayu terpadu yang berintikan kayu lapis (plywood). Kcbijakan ini memacu peningkatan produksi kayu lapis Indonesia sehingga pada tahun 1985 produksi kayu lapis meningkat sebesar 5 1.9 % dari tahun sebelumnya. Pada era 1980-an ini, produksi kayu lapis sudah berorientasi ekspor dengan laju ekspor yang ~ncningkast ecara tajam. Menurut FA0 (1990), ekspor kayu lapis Indonesia melebihi 50 persen dari perdagangan ekspor kayu lapis dunia sejak 1988.
Collections
- Plant Protection [183]