Rencana Lanskap Taman Burn Pulau Ndana, Nusa Tenggara Timur
Abstract
Pariwisata di Indonesia, khususnya wisata alam yang banyak memanfaatkan kekayaan sumber daya alam dari berbagai pulau di tanah air, memberikan peluang dan kontribusi relatif besar dalam peningkatan pendapatan negara dalam sektor non migas. Wisata burn mernpakan bentuk wisata minat khusus yang potensial dikembangkan. Daerah timur Indonesia eukup kaya dengan jenis satwa liar yang berpotensi untuk dijadikan target burn. Rusa timor (Cervus timorensis) adalah salah satu jenis satwa liar yang pada tempat-tempat tertentu di Nusa Tenggara Timur diperbolehkan untuk diburn. Pulau Ndana memiliki potensi satwa liar rnsa yang dapat dijadikan sebagai target dalam wisata buru. Pemanfaatan kawasan hutan sebagai daerah berburn, terntama satwa burn, harus mengikuti kaidah-kaidah konservasi ekosistem. Dengan berpegang pada prinsip hunting for conservation diharapkan wisata burn dapat terns berlangsung. Sementara usaha menjaga kelestarian dan keawetan sumber daya alam juga tetap berlanjut seiring dengan kegiatan pemanfaatannya. Studi rencana lanskap taman burn dilaksanakan di Pulau Ndana, Kecamatan Rote Barat Daya, Kabupaten Kupang, Propinsi Nusa Tenggara Timur. Studi ini bertujuan untuk merencanakan taman untuk berburn rusa yang fungsional dan estetik melalui pendekatan arsitektur lanskap. Diharapkan al..'tivitas berburu beIjalan seeara aman, nyaman, dan kelestarian maupun estetika lanskap tetap teIjaga keutuhannya. Selain itu, manfaat ekonomis dari Taman Burn Pulau Ndana (TBPN) dalam bentuk devisa, pajak berburu, dan peningkatan pendapatan dapat dirasakan bersama-sama oleh pengelola, masyarakat sekitar, serta pemerintah. Metode dalam mereneanakan lanskap TBPN memakai tahap-tahap perencanaan menurut Gold (1980), yaitu inventarisasi data, analisis data, sintesis, pereneanaan, dan jJerancangan. Studi reneana •Ianskap untuk TBPN dibatasi sampai pada tahap perencanaan. Dalam proses mereneana tersebut digunakan pendekatan arsitektur lanskap yang mengacu pada berbagai perattrran perbwuan dan undang-undang konselVasi. Hasil akhir studi berupa Peta Rencana Lanskap kawasan taman burn dengan zonasi tapak untuk masing-masing fungsi dan dilengkapi tata letak fasilitas yang dibutubkan di TBPN. Data yang dikumpulkan dari lapang maupun dari pustaka, yaitu data geologi, topografi, tanah, kondisi sumber daya air, iklim regional, biota, sosial budaya, dan aksesibilitas. Basil survai lapang di TBPN memperlihatkan bahwa kondisi alam Pulau Ndana masih alami. Gangguan yang cukup berarti terhadap ekosistem TBPN yang dilakukan manusia, umumnya berasal dari perburuan liar pada rusa timor serta penangkapan penyu hijau dan penyu sisik berserta telurnya. Eksploitasi berlebihan pada kedua jenis penyu tersebut telah berakibat hilangnya populasi penyu yang bertelur eli pantai barat daya hingga bagian tenggara Pulau Ndana. Sedangkan data populasi rusa menunjukkan penurunan yang cukup besar akibat perburuan liar. Hasil analisis menunjukkan bahwa satwa pesaing rusa dalam memanfaatkan savana dan hutan di TBPN tidak ada sehingga daya dukung habitat cukup tinggi. Daya dukung habitat yang tinggi ini tidak diikuti kesempatan untuk rusa mampu berkembang-biak dengan baik karena adanya faktor pembatas berupa kegiatan perburnan rusa secara liar. Kondisi ini membahayakan populasi rusa di TBPN dilihat dari aspek wisata burn maupun aspek kelestarian lingkungan, sehingga diperlukan suatu usaha pengelolaan yang lestari. Rumput pakan rusa, yaitu Digitaria sanguinalis, Panicum sp., dan Fimbristylis annua masih banyak terdapat eli savana. Demikian pula terdapat beberapa jenis pohon yang daunnya dapat elijadikan pakan rusa, seperti Ficus rumphii, Lumnitzera racemosa, dan Terminalia catappa. Untuk memenuhi prinsip hunting for conservation perlu dilakukan upaya peningkatan jumlah rusa sehingga mencapai riap populasi yang sesuai untuk diburu. Peningkatan jumlah populasi rusa dapat dilakukan dengan membatasi perburuan dan dengan introduksi satwa rusa ke TBPN sejumlah daya dukung habitatnya serta tersedia rusa yang dapat diburn. Kekayaan alam terestrial dan akuatik TBPN berpotensi untuk wisata non burn. Pantai landai berpasir dengan kualitas perairan yang masih bersih dan kaya akan jenis terumbu karang, ikan karang, dan ikan konswnsi. Demikian pula dengan potensi sumber daya terestrial berupa satwa rusa, beberapa jenis burung, gua-gua alam, dan lokasi bekas kerajaan Thie. Jenis-jenis wisata alam yang dapat dilakukan dengan memanfaatkan potensi yang ada, yaitu pengamatan kehidupan satwa liar, berburu foto satwa, jelajah gua, wisata sejarah, berenang, snorkling, menyelam, dan memancing. Wisata non buru dilakukan diluar musim buru dan pada saat-saat padang buru bebas dari aktivitas berburu untuk mencegah teIjadinya kecelakaan saat berburu. Data hasil analisis ini dipergunakan untuk menilai tingkat kepentingan, kritis tidaknya, dan kepekaan suatu swnber daya pada taman buru sebagai kawasan rekreasi perburuan dan sebagai hutan konservasi. Peta-peta hasil analisis sumber daya ditampalkan (overlay) untuk mengetahui intensitas dan kesesuaian penggunaan tapak. Satwa buru rusa adalah faktor pembatas utama dalam proses perencanaan TEPN selain faktor keamanan dan kenyamanan pengunjung buru. Dalam proses analisis dihasilkan alternatif pengembangan untuk menentukan bentuk terbaik yang dapat ditrapkan dalam perencanaan TEPN. Ruang untuk rusa sebagai satwa burn ditentukan oleh faktor fisik dan biota yang terkait dengan perilakunya. Dari hasil sintesis illhasilkan pembagian ruang untuk rusa, yaitu zona adaptasi, zona ingesti dan sosialisasi, serta zona perlindungan. Ruang pengunjung TEPN mengacu pada tata ruang pengunjung yang dibagi berdasarkan kegiatan wisata yang dilakukan, yaitu wisata buru dan wisata non burn. Untuk pemburu penilaian kesesuaian ruang menghasilkan zona intensif, zona ekstensif, zona penyangga, zona burn, dan zona perlindungan sat\va. Sedangkan ruang untuk pengunjung non burn terdapat faktor-faktor fisik dan biota yang menjadi pembatas dalam memanfaatkan potensi \visata yang ada sehingga terdapat perbedaan tingkatan dan cara pemanfaatannya. Sintesis potensi wisata terestrial dan wisata akuatik ill TBPN menghasilkan pembagian ruang untuk zona intensif, zona ekstensif, zona penyangga, zona semi primitif, dan zona perlindungan. Setelah terdapat pembagian zona yang jelas maka illbuat jaringan aksesibilitas dan sirkulasi untuk mengoptimalkan pemakaian ruang sesuai dengan fungsinya Akses ill TEPN menggunakan bentuk cuI de sac untuk mempermudah pengawasan dan pengamanan. Sedangkan jalur sirkulasi terdiri dari jalan utama untuk kendaraan di sekeliling Pulau Ndana dan jalan-jalan setapak yang memotong savana dan hutan campuran untuk wisata terestrial. Manfaat dengan adanya TBPN juga harus dapat dirasakan oleh masyarakat lokal. Masyarakat lokal diberi kesempatan dan tempat untuk ikut mengambil manfaat surnber daya alam TBPN secara tidak langsung. Diharapkan usaha ini akan dapat meningkatkan kesejahteraan masyarakat lokal, disamping mengajak masyarakat lokal ikut menjaga dan melestarikan surnber daya alam Pulau Ndana. Hasil akhir penilaian dan deskripsi ruang TBPN berupa sintesis ruang total yang membagi lahan TBPN seluas 1.562 ha menjadi delapan zona. Pembagian zona tersebut, yaitu 1) zona intensif 1,44 %, 2) zona ekstensif terestrial 2,85 %, 3) zona penyangga terestrial 0,87 %, 4) zona adaptasi satwa hasil budi daya 10,97 %, 5) zona buru 30,4 %, 6) zona perlindungan satwa sekaligus zona semi primitif 34,27 %, dan 7) zona perlindungan satwa sekaligus zona perlindungan terestrial19,2 %. Mengacu pada sintesis ruang total tersebut, maka dibuat rencana lanskap TBPN yang mempertahankan kondisi alami kehidupan liar di Pulau Ndana beserta seluruh komponen biotik dan abiotik yang ada di dalamnya. Seluruh rencana aktivitas yang berlangsung di tapak disesuaikan dengan fungsi dan intensitas penggunaan ruang dari tiap zona. Zona buru dapat dibagi menjadi empat bagian padang buru dengan luas tiap-tiap bagian sekitar 120 ha apabila perburuan dilakukan dengan menyanggong (still hunting). Bila perburuan yang dilakukan adalah menggusah (drive hunting) maka pembagian padang buru menjadi tidak berlaku lagi dan seluruh zona buru menjadi satu kesatuan padang buru. Ruang untuk pengunjung dengan intensitas penggunaan tinggi, dialokasikan di Pulau Rote yang memiliki daya dukung surnber daya alam lebih tinggi dibanding dengan TBPN. Desa-desa di tepi pantai yang te1ah berkembang atau disarankan untuk dikembangkan menjadi desa wisata, yaitu Nemberala, OE Seli, Fimo'ok, Bua, dan Bualodji.