Show simple item record

dc.contributor.authorUmbas, Anytha Purwareyni
dc.date.accessioned2010-05-16T19:58:56Z
dc.date.available2010-05-16T19:58:56Z
dc.date.issued2002
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/22038
dc.description.abstractDalam kegiatan budidaya air laut, payau ataupun tawar, udang renik air asin atau yang lebih dikenal dengan Artemia sp., sering digunakan sebagai pakan alami. Walaupun telah banyak digunakan, kandungan nutrisi Artemia sp. (terutama kandungan asam lemak) ternyata tidak sesuai seperti yang dibutuhkan oleh spesies budidaya tersebut (Leger et a/, dalam Navaro et ai, 1999). Hal ini membuat Artemia sp. perlu diberi tambahan nilai gizi (pengkayaan) terlebih dahulu sebelum diberikan pada spesies budidaya. Pengkayaan Artemia sp. ini dapat dilakukan salah satunya dengan cara merendam nauplii Artemia sp. yang telah menetas dengan ragi roti selama beberapa jam (Watanabe, 1988). Tujuan dari penelitian ini adafah untuk mengetahui dosis emulsi dan waktu perendaman nauplii Artemia sp. yang terbaik sehingga dapat meningkatkan kualitas Artemia sp. sebagai pakan alami. Percobaan dilaksanakan pada bulan Mei-Juni 2002 di Laboratorium Lingkungan (Lantai lll), Jurusan Budidaya Perairan, Fakultas Perikanan dan Ilmu Kelautan, Institut Pertanian Bogor. Percobaan diawali dengan mempersiapkan bahan pengkaya. Setelah bahan pengkaya siap, dilanjutkan dengan penetasan siste Artemia sp. dikultur atau ditetaskan selama ± 20 jam pada wadah berupa galon yang telah dilubangi bagian bawahnya dengan kepadatan 1 g siste Artemia! Lt air asin dengan salinitas 28 ppm dan mempunyai nilai pH 8 dan diaerasi kuat. Untuk perlakuan, nauplii Artemia sp. yang baru menetas diambil sebanyak 50 ml dan dimasukkan ke dalam botol plastik yang telah disiapkan sebagai wadah pengkayaan. Wadah tersebut telah diisi air media sebanyak 400 ml, ditambah emulsi dengan dosis sebagai berikut: 0, 6,7, 8, 9 dan 10 ml emulsi/ 400 ml air asin, dengan lama waktu perendaman 1, 2, 3, 4, 5, 6, 7, 8, 9, 10, 11 dan 12 jam untuk setiap dosis. Seluruh perlakuan dilakukan sebanyak 3 kait ulangan. Parameter yang diujikan dalam percobaan adalah kelangsungan hidup nauplii Artemia sp. dan dimensi yang terdiri dari panjang totai dan lebar tubuh nauplii Artemia sp. Pengukuran dimensi ini dilakukan dengan menggunakan mikroskop dan mikrometer. Pada percobaan ini parameter kualitas air yang diukur adalah salinitas dengan menggunakan hand-refraktrometer, pH dengan menggunakan pH-meter dan suhu dengan menggunakan thermometer. Rancangan penelitian yang digunakan adalah Percobaan Faktoriai dengan Rancangan Acak Lengkap. Mengaplikasikan 6 perlakuan dosis dan 12 perlakuan waktu dengan 3 ulangan. Dilanjutkan dengan uji BNJ (Beda Nyata Jujur) untuk hasil yang berbeda nyata. Tingkat kelangsungan hidup nauplii yang terbaik yaitu 100.00 % dicapai pada perlakuan dengan dosis 0 ml/ 400 ml dengan lama perendaman 8 jam. Dan untuk dimensi nauplii yang terdiri dari panjang dan lebar tubuh, pada perlakuan yang sama, yaitu dosis 0 mi/ 400 ml dengan lama perendaman 8 jam, merupakan yang terendah dengan panjang rata-rata sebesar 308.24 nm dan lebar rata-rata adalah 112.20 um. Sementara kelangsungan hidup nauplii yang terendah yaitu sebesar 84.507 % dicapai pada perlakuan dengan dosis 6 ml/ 400 ml selama perendaman 11 jam. Hal ini diikuti oleh hasil analisa panjang total dan lebar tubuh yang tertinggi yaitu rata-rata panjang sebesar 477.84 pm dan rata-rata lebar sebesar 161.04 j.tm. Hal ini terjadi diperkirakan karena adanya persaingan ruang untuk hidup dan juga pakan dalam media kultur. Pada tingkat kelangsungan hidup yang tinggi, yaitu sebesar 100.00 %, kepadatan nauplii juga tinggi, ini mengakibatkan terbatasnya ruang bagi nauplii itu sendiri untuk dapat bergerak dan juga untuk pertumbuhan. Akibatnya, dengan kepadatan nauplii yang tinggi, perkembangan panjang dan lebar tubuh nauplii tersebut dapat terhambat. Hal ini juga dipengaruhi oleh pakan. Pada perlakuan dimana diperoleh kelangsungan hidup paling baik (100.00 %) merupakan perlakuan tanpa penambahan bahan pengkaya. Ini dapat diartikan bahwa pada waktu terjadinya SR terbaik, nauplii hanya mengandalkan cadangan makanan dalam tubuhnya yang berupa kuning telur. Van stappen, 1996, mengatakan bahwa sebelum 8 jam (memasuki fase instar II), belum terjadi pengambilan bahan makanan dari lingkungan karena nauplii itu sendiri masih mempunyai persediaan makanan, dalam hal ini kuning telur. Sementara pada perlakuan yang tingkat kelangsungan hidupnya rendah, yaitu sebesar 84.507 %, kepadatan akan berkurang (rendah) sehingga persaingan akan ruang untuk hidup tidak ketat. Hal ini dapat menunjang perkembangan nauplii terutama untuk panjang dan lebar. Sementara jika ditinjau dari segi pakan, bahan pengkaya yang diberikan sudah menjadi sumber pakan utama bagi nauplii, karena pada waktu 11 jam, nauplii sudah dapat mengambil makanan dari lingkungannya (Van Stappen, 1996). Bahan pengkaya yang masuk ke dalam tubuh nauplii juga digunakan oleh tubuh nauplii untuk proses perkembangan, selain untuk dapat teiap survive dalam media. Tingkat kelangsungan hidup dan perkembangan nauplii selama jalannya penelitian ini juga ditunjang oleh kondisi lingkungan seperti salinrtas, suhu dan pH yang masih dalam kisaran normal seperti yang diperlukan oleh Artemia sp. (Mudjiman, 1989). Dengan adanya penambahan bahan pengkaya dan waktu perendaman terhadap nauplii Artemia sp. yang baru menetas, memberikan pengaruh yang nyata terhadap kelangsungan hidup dan kinerja pertumbuhan Artemia sp.id
dc.titlePENGARUH DOSIS PENGKAYAAN 0, 6, 7, 8, 9 dan 10 ml/ 400 ml DAN WAKTU DEDAH TERHADAP KINERJA PERTUMBUHAN Artemia sp.id


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record