Penerapan PNBP Pascaproduksi pada Usaha Perikanan Tangkap Purse seine di PPP Bajomulyo Kabupaten Pati Jawa Tengah
Date
2025Author
Hakim, Ahmad Rendra Lukman
Nurani, Tri Wiji
Wisudo, Sugeng Hari
Darmawan
Metadata
Show full item recordAbstract
Pungutan Negara Bukan Pajak (PNBP) Pascaproduksi merupakan pungutan hasil perikanan yang dibayarkan setelah hasil tangkapan didaratkan, dengan tarif ditentukan berdasarkan indeks tarif dan nilai produksi ikan. Kebijakan ini mulai diterapkan di beberapa Pelabuhan Perikanan Indonesia. Salah satu pelabuhan perikanan yang sudah menerapkan PNBP Pascaproduksi adalah Pelabuhan Perikanan Pantai Bajomulyo, namun dalam penerapannya mendapat penolakan dari pelaku usaha karena dianggap menurunkan keuntungan usaha dan tidak
mencerminkan kondisi riil harga jual ikan yang sangat fluktuatif. Nelayan menilai bahwa pungutan menjadi terlalu tinggi saat harga jual ikan turun, karena tarif tetap mengacu pada harga acuan ikan yang ditetapkan pemerintah. Penelitian ini dilakukan untuk mengkaji keragaan finansial usaha perikanan purse seine sebelum dan sesudah PNBP Pascaproduksi dan pembuatan rekomendasi penetapan harga acuan ikan dalam PNBP Pascaproduksi.
Pengumpulan data dilakukan melalui wawancara dan penyebaran kuesioner pada 34 unit kapal purse seine yang aktif membayar PNBP Pascaproduksi, serta wawancara dan studi literatur untuk memahami proses penetapan harga acuan ikan.
Data yang dikumpulkan mencakup pendapatan usaha, biaya operasional, biaya tetap, dan pungutan PNBP baik dalam skema praproduksi maupun pascaproduksi. Analisis data dilakukan dengan pendekatan kuantitatif deskriptif menggunakan analisis keuntungan usaha, uji Wilcoxon untuk mengukur signifikansi perbedaan, serta analisis Critical Control Point (CCP) untuk mengidentifikasi titik kritis dalam proses penetapan harga acuan ikan.
Hasil analisis menunjukkan bahwa penerapan kebijakan PNBP pascaproduksi memberikan dampak yang berbeda pada tiap kelompok kapal. Pada kelompok kapal 60 – 100 GT, tidak terdapat perbedaan yang signifikan antara keuntungan Praproduksi dan pascaproduksi (p = 0,327), meskipun sebagian kapal menunjukkan
kecenderungan penurunan keuntungan. Sebaliknya, pada kelompok kapal 100 – 200 GT, terdapat peningkatan keuntungan yang signifikan setelah penerapan PNBP Pascaproduksi (p = 0,001). Analisis CCP mengidentifikasi tiga titik kritis pada alur proses penetapan harga acuan ikan, yaitu: (1) partisipasi pemangku kepentingan yang terbatas, (2) sistem harga acuan yang tunggal dan tidak fleksibel, serta (3) belum adanya mekanisme penyesuaian harga secara periodik. Hasil penelitian merekomendasikan, diadakannya konsultasi publik pada setiap daerah, penyusunan skema harga acuan berbasis tiga skenario (sangat moderat, moderat, ideal), dan penetapan jadwal evaluasi harga acuan secara rutin setiap tahun dan memberikan
kewenangan kepada Kepala Pelabuhan Perikanan yang ada di Indonesia untuk dapat merevisi dan memperbarui HAI sesuai dengan harga di Pelabuhan Perikanan. Post-Production Non-Tax State Revenue (PNBP) is a fisheries levy paid after the catch is landed, with tariffs determined based on a tariff index and the production value of fish. This policy has been implemented in several fishing ports across Indonesia. One of the ports that has adopted the post-production PNBP scheme is Bajomulyo Coastal Fishing Port. However, its implementation has faced rejection from business actors, as it is considered to reduce business profitability and does not reflect the actual selling price of fish, which is highly volatile. Fishers argue that the levy becomes too burdensome when market prices fall, since the tarif continues to refer to the government’s fixed reference fish price. This study aims to calculate and compare business profits before and after the implementation of post production PNBP and to evaluate the reference price-setting process used as the basis for the levy.
Data were collected through interviews and questionnaires involving 34 purse seine vessels that actively pay post-production PNBP, as well as literature review to understand the reference price-setting process. The data included business income, operational costs, fixed costs, and PNBP payments under both the preproduction and post-production schemes. The analysis used a descriptive quantitative approach, including profit analysis, the Wilcoxon test for statistical significance, and Critical Control Point (CCP) analysis to identify key issues in the reference pricing process.
The results indicate that the implementation of PNBP Pascaproduksi has different impacts across vessel groups. For the 60–100 GT vessels, no significant difference was observed between pre- and post-production profits (p = 0.327), although some vessels showed a tendency for decreased profits. In contrast, for the 100–200 GT vessels, a significant increase in profits was found after the implementation of PNBP Pascaproduksi (p = 0.001). CCP analysis identified three critical points: (1) limited stakeholder participation, (2) a single reference price system that lacks flexibility for specific regional conditions, and (3) the absence of a periodic price adjustment mechanism. As solutions, the study recommends, conducting public consultations in every region, developing a reference price scheme based on three scenarios (very moderate, moderate, ideal), and establishing a routine annual evaluation schedule with the authority for port heads across Indonesia to revise and update the reference fish price according to local market conditions.
Collections
- MT - Fisheries [3203]
