| dc.contributor.advisor | Nugroho, Bramasto | |
| dc.contributor.advisor | Tiryana, Tatang | |
| dc.contributor.author | Gustawan, Ardya Hwardaya | |
| dc.date.accessioned | 2025-10-28T23:49:40Z | |
| dc.date.available | 2025-10-28T23:49:40Z | |
| dc.date.issued | 2025 | |
| dc.identifier.uri | http://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/171404 | |
| dc.description.abstract | Kemitraan penyadapan getah pinus antara KPH Bandung Selatan dan penyadap
saat ini masih lemah, bersifat informal, dan rentan terhadap perilaku oportunis akibat
ketiadaan kontrak formal, tata kelola operasional yang kurang transparan, serta
pendapatan penyadap di bawah UMK yang menurunkan minat tenaga kerja baru.
Analisis produktivitas menunjukkan perlunya strategi pengelolaan tenaga kerja melalui
rekrutmen usia produktif (24-45 tahun), pengaturan jam kerja optimal 8-10 jam/hari,
dan distribusi pohon pangkuan 1.101-1.400 pohon. Kapasitas kelembagaan KPH
tergolong sedang dengan kelemahan pada teknologi dan manajerial, sementara
kapasitas penyadap cenderung rendah sehingga transformasi kemitraan menuju kontrak
formal dengan model interlocked transaction menjadi penting untuk memperjelas hak
kewajiban dan mengurangi biaya transaksi. Penerapan sistem pembayaran non-tunai
(cashless) dinilai strategis untuk meningkatkan transparansi dan efisiensi, namun
memerlukan mitigasi risiko melalui penguatan infrastruktur keuangan lokal,
peningkatan literasi digital, serta skema transisi cash and carry untuk mengakomodasi
penyadap lokal. | |
| dc.description.abstract | The pine resin tapping partnership between KPH Bandung Selatan and the
tappers is currently weak, informal, and vulnerable to opportunistic behavior due to the
absence of formal contracts, non-transparent operational governance, and tapper
incomes below the regional minimum wage, which reduces the interest of new workers.
Productivity analysis indicates the need for a labor management strategy through the
recruitment of workers in the productive age range (24–45 years), setting optimal
working hours at 8–10 hours/day, and distributing assigned trees between 1,101 and
1,400 per tapper. KPH’s institutional capacity is classified as moderate, with
weaknesses in technology and managerial aspects, while tapper capacity tends to be
low; therefore, transforming the partnership towards a formal contract with an
interlocked transaction model is important to clarify rights and obligations and reduce
transaction costs. The implementation of a cashless payment system is considered
strategic for improving transparency and efficiency, but it requires risk mitigation
through strengthening local financial infrastructure, increasing digital literacy, and
introducing a transitional cash-and-carry scheme to accommodate local tappers. | |
| dc.description.sponsorship | Tidak ada | |
| dc.language.iso | id | |
| dc.publisher | IPB University | id |
| dc.title | Transformasi Kelembagaan Kemitraan Penyadapan Getah Pinus di KPH Bandung Selatan | id |
| dc.title.alternative | Institutional Transformation of Pine Sap Tapping Partnership in FDU South Bandung | |
| dc.type | Tesis | |
| dc.subject.keyword | Getah Pinus | id |
| dc.subject.keyword | kelembagaan | id |
| dc.subject.keyword | kemitraan | id |
| dc.subject.keyword | Penyadap | id |
| dc.subject.keyword | Transformasi | id |