Keragaman Genotipe Lokal Hotong (Setaria italica L. Beauv) Berbantu Marka Molekuler Start Codon Targeted (SCoT)
Date
2025Author
Fadilah, Kharisma Nurul
Ardie, Sintho Wahyuning
Suwarno, Willy Bayuardi
Metadata
Show full item recordAbstract
Hotong [Setaria italica (L.) Beauv] berpotensi sebagai tanaman pangan di Indonesia
karena toleransinya terhadap cekaman lingkungan. Pemanfaatan genotipe lokal
menjadi penting dengan meningkatnya lahan kering dan salin serta berkurangnya
curah hujan. Studi keragaman genetik berbasis karakter morfologi kurang akurat
karena pengaruh lingkungan terhadap karakter morfologi, sehingga marka molekuler
seperti start codon targeted (SCoT) diharapkan memberikan hasil yang lebih akurat
dalam mendeteksi polimorfisme genotipe. Penelitian ini bertujuan untuk
mengevaluasi keragaman genetik 11 genotipe lokal hotong Indonesia menggunakan
marka SCoT. Amplifikasi DNA menggunakan 16 marka SCoT berhasil mendeteksi
190 lokus, terdiri atas 16 lokus monomorfik dan 174 lokus polimorfik. Nilai
polymorphism information content (PIC) berkisar antara 0,33-0,37, menunjukkan
bahwa marka SCoT cukup informatif. Dendrogram berbasis koefisien Jaccard
mengelompokkan genotipe hotong dalam dua klaster utama, A dan B, dengan
koefisien similaritas 0,24. Genotipe Toraja dan Buru termasuk dalam klaster B
karena memiliki kedekatan genetik dengan koefisien similaritas mendekati 0,94,
sementara sub klaster dalam klaster A menunjukkan adanya keragaman lebih lanjut.
Hasil ini menunjukkan bahwa marka SCoT dapat digunakan dalam
mengkarakterisasi keragaman genetik hotong lokal Indonesia. Foxtail millet [Setaria italica (L.) Beauv] is a promising food crop for Indonesia due
to its resilience against environmental stresses. Given the increasing dry and saline
land areas and declining rainfall, research on local genotypes is crucial. Traditional
genetic diversity studies have relied on morphological characterization, which is
prone to environmental influence, while molecular markers like start codon targeted
(SCoT) offer a more reliable approach. This study aimed to evaluate the genetic
diversity of 11 local foxtail millet genotypes using SCoT markers. Using 16 selected
SCoT markers, 190 loci were detected, including 16 monomorphic and 174
polymorphic loci. The polymorphism information content (PIC) ranged from 0.33 to
0.37, indicating sufficient informativeness. A dendrogram based on the Jaccard
coefficient revealed two primary clusters, A and B, with a similarity coefficient of
0.24. Toraja and Buru genotypes were grouped in Cluster B due to their close genetic
similarity (coefficient ~0.94), while subclusters within Cluster A indicated further
diversity. These findings showed the potential of SCoT markers in assessing genetic
variation among Indonesian foxtail millet genotypes.
