Peremajaan Tanah Marginal Menggunakan Bahan Piroklastik Gunung Merapi, Yogyakarta
Abstract
Bahan piroklastik merupakan hasil letusan eksplosif gunung api yang
berupa material lepas (klastik) seperti abu vulkanik, lapili, bom, dan blok.
Material ini terbentuk dari fragmentasi magma dan batuan induk yang terlontar ke
atmosfer kemudian mengalami pengendapan di permukaan bumi. Secara
mineralogi, piroklastik didominasi oleh komponen silikat, mineral amorf, dan
fragmen batuan yang memiliki reaktivitas tinggi terhadap pelapukan. Sifat fisik
dan kimianya yang menjadikan bahan ini berpotensi besar dalam memperbaiki
struktur tanah dan meningkatkan ketersediaan hara, sehingga relevan untuk
pengelolaan tanah vulkanik dan rehabilitasi lahan marginal.
Bahan piroklastik dapat meningkatkan kesuburan tanah karena
mengandung berbagai mineral primer seperti feldspar, piroksen, dan olivin yang
kaya akan unsur hara makro (Ca, K, dan Mg) maupun mikro (Fe, Mn, Cu, dan
Zn). Kandungan mineral tersebut dapat menjadi sumber hara jangka panjang yang
mendukung pertumbuhan tanaman, terutama pada lahan-lahan marginal yang
miskin nutrisi. Namun, salah satu kendala utama dari pemanfaatan bahan
piroklastik adalah proses pelapukannya yang berjalan lambat. Mineral-mineral
kristalin dalam piroklastik umumnya bersifat sedikit tahan terhadap pelapukan,
sehingga pelepasan unsur hara ke dalam bentuk yang dapat diserap tanaman
memerlukan waktu yang lama. Kondisi ini dapat membatasi efektivitasnya dalam
jangka pendek jika tidak didukung oleh agen pelarut atau bahan pembenah lain,
seperti bahan organik aktif atau mikroorganisme pelarut mineral. Meskipun
piroklastik memiliki potensi besar dalam meningkatkan kualitas tanah secara
berkelanjutan, kecepatan pelapukannya yang rendah menjadi tantangan tersendiri.
Oleh karena itu, dibutuhkan strategi terpadu, seperti integrasi bahan pembenah
tanah berupa senyawa humat dan bakteri pelarut kalium (BPK), guna
mengakselerasi proses pelapukan dan mempercepat ketersediaan hara bagi
tanaman.
Bahan humat, yang merupakan hasil dekomposisi lanjutan dari bahan
organik, mengandung gugus fungsional aktif seperti karboksilat dan fenolik yang
mampu meningkatkan kelarutan mineral melalui proses kompleksasi dan khelasi
ion logam. Interaksi ini dapat mempercepat disolusi mineral dalam piroklastik
sehingga unsur hara seperti K?, Ca²?, dan Mg²? lebih cepat tersedia bagi tanaman.
Di sisi lain, bakteri pelarut kalium berperan dalam mempercepat pelapukan
mineral silikat, terutama yang mengandung kalium, melalui mekanisme produksi
asam organik, enzim, dan kelat yang melarutkan matriks mineral. Aktivitas
mikroorganisme ini tidak hanya meningkatkan proses pelapukan tetapi juga
memperbaiki struktur dan aktivitas biologis tanah secara keseluruhan. Kombinasi
antara bahan humat dan bakteri pelarut kalium dengan bahan piroklastik
diharapkan dapat menciptakan sistem peremajaan tanah yang lebih efektif, efisien,
dan berkelanjutan.
Penelitian ini terdiri dari 3 tujuan besar yang masing-masing tujuannya
merupakan tahapan tersendiri dalam sub penelitian ini. Tujuan pertama
mengidentifikasi sifat-sifat mineralogi dan kimia bahan piroklastik asal Gunung
Merapi. Tujuan kedua menganalisis perubahan sifat-sifat kimia tanah akibat
pemberian bahan piroklastik, bahan humat, dan bakteri pelarut kalium. Tujuan
ketiga mengevaluasi pengaruh pemberian bahan piroklastik, bahan humat, dan
bakteri pelarut kalium tehadap serapan hara pada tanaman jagung.
Penelitian pertama terkait sifat-sifat mineralogi dan kimia bahan
piroklastik asal Gunung Merapi. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis
sifat-sifat mineralogi dari bahan piroklastis yang berasal dari Gunung Merapi.
Metode penelitian diawali dengan pengambilan contoh bahan piroklastik dari
letusan Gunung Merapi. Sampel ini kemudian dianalisis menggunakan mikroskop
polarisasi, difraksi sinar-X (XRD), dan analisis X-ray Fluorescence (XRF). Hasil
analisis ini memberikan informasi tentang komposisi mineral, jenis mineral klei,
total unsur yang menyusun mineral-mineral yang terkandung dalam bahan
piroklastik. Berdasarkan hasil analisis mikroskop polarisasi dan XRD, mineralmineral
dominan yang dijumpai pada bahan piroklastik diantaranya Albit, Augit,
plagioklas, hiperstein dan hornblende. Mineral-mineral ini memberikan petunjuk
tentang kemampuannya dalam proses pelapukan yang termasuk dalam kategori
mineral mudah lapuk. Hasil analisis XRF menunjukkan total unsur yang dominan
adalah Si lebih dari 50%, Al 18%, Ca 8%, Fe 7%, Na 5%, Mg 3%, K 1%, dan
unsur-unsur lainnya. Berdasarkan hasil identifikasi jenis mineral dan total unsur
yang terkandung dalam bahan piroklastik menunjukkan bahwa bahan ini sangat
berpotensi sebagai bahan amelioran bagi tanah-tanah yang miskin hara (tanah
marginal).
Penelitian tahap kedua terkait pelepasan unsur hara dan perubahan sifatsifat
kimia tanah akibat pemberian bahan piroklastik, bahan humat, dan bakteri
pelarut kalium. Penelitian ini bertujuan untuk mengukur jumlah unsur hara yang
dilepaskan dan perubahan yang terjadi pada sifat kimia tanah setelah pemberian
bahan piroklastik, bahan humat dan bakteri pelarut kalium. Penelitian ini
menggunakan metode pencucian unsur hara (perkolasi). Bahan piroklastik dibagi
menjadi 2 ukuran halus (lolos ayakan 0,05 mm) dan ukuran kasar (lolos ayakan 2
mm), serta dosisnya terdiri dari 0, 9,375, 18,75, 37,5, 75, dan 150 (gram)/1,5 kg
tabung pencucian. Sedangkan dosis bahan dasar bahan humat adalah 0,108 g/
sampel, dosis dasar bakteri pelarut kalium adalah 1,2 mL/sampel. Sampel tanah
diambil dari Mamuju Sulawesi Barat, tanah dikeringudarakan, diayak dengan
ayakan ukuran 2 mm, berat setiap sampel sama yaitu 1,5 kg setelah ditambahkan
semua bahan (tanah, bahan piroklastik, bahan humat, dan BPK). Sampel tanah
dimasukkan dalam tabung perkolasi dalam kondisi kapasitas lapang, kemudian
diinkubasi selama 15 hari, setelah itu dimulai proses pencucian hara selama 5
bulan, dan setiap bulannya dilakukan pemanenan perkolat. Hasil penelitian
menunjukkan bahwa ukuran butir halus lebih cepat melepaskan unsur hara
dibandingkan butir kasar, terutama kalsium (Ca), kalium (K), Magnesium (Mg),
dan natrium (Na). Kombinasi bahan humat dan bakteri pelarut kalium
meningkatkan proses pelepasan hara dari bahan piroklastik, sehingga lebih
tersedia bagi tanaman. Dosis paling baik yaitu dengan pemberian 75 g bahan
piroklastik, baik pada piroklastik ukuran halus maupun kasar. Urutan pelepasan
hara makro adalah Ca>K>Mg dan urutan pelepasan hara mikro dan unsur
benefisial adalah Si>Mn>Fe. Aplikasi bahan piroklastik yang dikombinasikan
dengan bahan humat dan bakteri pelarut kalium (BPK) menyebabkan peningkatan
nyata kadar unsur hara (Ca, K, Mg, dan Si) dalam tanah. Namun, terjadi
penurunan kadar unsur mikro, terutama Fe, Cu, dan Zn, yang kemungkinan
disebabkan oleh perubahan pH dan interaksi antar unsur hara yang mempengaruhi
ketersediaannya. Penelitian ini menawarkan alternatif dalam pengelolaan tanah
dengan meningkatkan efektivitas pelepasan nutrisi dari material vulkanik dan
sekaligus meningkatkan kandungan kadar hara dalam tanah.
Penelitian tahap ketiga pengaruh pemberian bahan piroklastik, bahan
humat, dan bakteri pelarut kalium terhadap serapan hara pada tanaman jagung.
Tujuan penelitian ini mengkaji interaksi antara bahan piroklastik, humat, dan
bakteri pelarut kalium terhadap pertumbuhan dan serapan hara tanaman.
Penelitian dilakukan di rumah kaca Departemen Ilmu Tanah dan Sumberdaya
Lahan, Institut Pertanian Bogor, yang diawali dengan proses inkubasi yang
dilakukan selama 3 bulan, setelah itu baru melakukan penanaman. Penelitian
menggunakan rancangan acak lengkap (RAL) dengan 24 perlakuan yang diulang
3 kali, sehingga menghasilkan 72 satuan percobaan. Analisis data menggunakan
uji Analysis of Variance dan uji lanjut Tukey Test. Bahan piroklastik yang
digunakan pada tahap penelitian ini adalah yang berukuran halus saja dengan
dosis (0, 28,125 g, 56,25 g, 112,5 g, 225 g, dan 450 g)/4,5 kg pot. Parameter yang
diamati adalah tinggi tanaman, jumlah daun, diameter batang, serta serapan unsur
hara. Hasil penelitian menunjukkan bahwa kombinasi piroklastik dosis tinggi (450
g+humat+BPK) memberikan pertumbuhan tanaman tertinggi dibandingkan
perlakuan lainnya. Namun, tidak terdapat perbedaan signifikan dalam jumlah
daun dan diameter batang. Analisis serapan hara menunjukkan bahwa perlakuan
piroklastik, bahan humat, dan bakteri pelarut kalium terdapat perbedaan dengan
perlakuan kontrol terhadap serapan kalsium, kalium, magnesium, besi, seng, dan
silikon, sementara unsur natrium, mangan, dan tembaga tidak menunjukkan
perbedaan signifikan. Hasil penelitian ini mengindikasikan bahwa kombinasi
bahan piroklastik, humat, dan BPK dapat meningkatkan ketersediaan unsur hara
dan mendukung pertumbuhan tanaman dan serapan unsur hara tanaman jagung
