Pemodelan Spasial dan Arahan Penggunaan Lahan untuk Mendukung Produksi Beras di Kabupaten Sumedang
Date
2025Author
Harmoko, Joycelyn
Munibah, Khursatul
Ardiansyah, Muhammad
Metadata
Show full item recordAbstract
Tingginya laju alih fungsi lahan pertanian produktif menjadi lahan terbangun di Kabupaten Sumedang, yang didorong oleh pembangunan proyek strategis
nasional seperti Waduk Jatigede dan Jalan Tol Cisumdawu serta peningkatan jumlah penduduk, menjadi latar belakang utama penelitian ini. Fenomena ini telah
menyebabkan penurunan luas lahan sawah dan produksi padi, sehingga mengancam ketahanan pangan di masa depan. Oleh karena itu, penelitian ini bertujuan menganalisis dinamika perubahan penggunaan lahan periode 2007-2023, memprediksi kondisi penggunaan lahan tahun 2039, menganalisis faktor-faktor pendorongnya, serta merumuskan arahan kebijakan berdasarkan proyeksi neraca beras. Metode yang digunakan adalah pemodelan spasial melalui
Land Change Modeler (LCM) dengan pendekatan Multi-Layer Perceptron (MLP) untuk menganalisis tiga skenario: Business As Usual (BAU), Skenario 1 (Intensifikasi dan Ekstensifikasi Pertanian), dan Skenario 2 (Pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2022 dan Intensifikasi). Hasil analisis menunjukkan bahwa pada
periode 2007-2023, lahan terbangun mengalami ekspansi agresif yang mengonversi lahan sawah, dengan Zona Nilai Tanah (ZNT) menjadi faktor pendorong paling berpengaruh. Proyeksi skenario BAU untuk tahun 2039 menunjukkan kondisi yang mengkhawatirkan, dengan potensi defisit beras mencapai 100.364,77 ton. Sebaliknya, Skenario 1 terbukti paling optimal dengan menghasilkan surplus beras sebesar 64.241,62 ton, sementara Skenario 2 juga menghasilkan surplus meskipun lebih kecil, yaitu 15.194,02 ton. Berdasarkan hasil proyeksi dan analisis neraca beras, dapat disimpulkan bahwa tanpa intervensi, Kabupaten Sumedang akan menghadapi kerentanan pangan serius, sehingga arahan kebijakan yang direkomendasikan adalah implementasi Skenario 2 yang berfokus pada intensifikasi pertanian melalui optimalisasi irigasi serta pelaksanaan Perda Nomor 2 Tahun 2022 secara terencana pada kawasan yang sesuai untuk menjamin produksi beras secara berkelanjutan. The high rate of productive agricultural land conversion into built-up land in Sumedang Regency, driven by the development of national strategic projects such
as the Jatigede Dam and the Cisumdawu Toll Road as well as an increasing population, forms the primary background of this research. This phenomenon has
caused a decline in the area of rice fields and paddy production, thereby threatening future food security. Therefore, this research aims to analyze the dynamics of land use change for the 2007-2023 period, predict land use conditions in 2039, analyze its driving factors, and formulate policy directions based on the projected rice balance. The method used is spatial modeling via the Land Change Modeler (LCM) with a Multi-Layer Perceptron (MLP)
approach to analyze three scenarios: Business As Usual (BAU), Scenario 1 (Agricultural Intensification and Extensification), and Scenario 2 (Rice Field
Protection and Intensification). The analysis results show that in the 2007-2023 period, built-up land experienced aggressive expansion that converted rice fields,
with the Land Value Zone (ZNT) being the most influential driving factor. The projection for the BAU scenario for 2039 indicates an alarming condition, with a
potential rice deficit reaching 100,364.77 tons. In contrast, Scenario 1 proves to be the most optimal, yielding a rice surplus of 64,241.62 tons, while Scenario 2 also
results in a surplus, albeit a smaller one, of 15,194.02 tons. Based on these findings, it is concluded that without intervention, Sumedang Regency will face serious food vulnerability; thus, the recommended policy direction is the implementation of Scenario 2, which focuses on agricultural intensification through irrigation
optimization and protect rice fields in suitable areas to ensure sustainable rice availability.
Collections
- MT - Agriculture [3993]
