Analisis Initial Public Offering Pt.Garuda Indonesia,Tbk Ditinjau Dari Kinerja Keuangan dan Kinerja Saham
View/ Open
Date
2014Author
Astuti, Dina Dwi
Siregar, Hermanto
Andati, Trias
Metadata
Show full item recordAbstract
Perusahaan memiliki alternatif sumber pendanaan, baik yang berasal dari
dalam maupun dari luar perusahaan. Alternatif pendanaan dari dalam perusahaan,
umumnya dengan menggunakan laba yang ditahan perusahaan. Sedangkan
alternatif pendanaan dari luar perusahaan salah satunya dengan pendanaan yang
bersifat penyertaan dalam bentuk saham (equity). Pendanaan melalui mekanisme
penyertaan umumnya dilakukan dengan menjual saham perusahaan kepada
masyarakat atau sering dikenal dengan go public. Menurut Ritter & Welch (2002),
perusahaan melakukan go public untuk meningkatkan modal bagi perusahaan dan
untuk menciptakan pasar publik. Dengan melakukan penawaran umum saham
perdana, suatu perusahaan akan berubah statusnya dari perusahaan tertutup
(private company) menjadi perusahaan terbuka (public company).
Pada bulan Februari 2011 PT Garuda Indonesia Tbk melakukan penawaran
umum saham perdana (initial public offering/IPO) di Bursa Efek Indonesia dengan
kode emiten GIAA. Rencana semula pelepasan saham sebanyak 9,36 miliar saham
atau 38,48 persen dari total saham perusahaan namun menjadi hanya 6,34 miliar
saham atau sebesar 27,98 persen dari jumlah modal yang ditempatkan dan disetor
penuh. Sampai akhir masa pemesanan pada hari pertama IPO, jumlah saham
GIAA yang terjual hanya 3,33 miliar atau sekitar 14,7 persen. Sisanya 3,01 miliar
lembar atau 13,28 persen senilai Rp 2,25 triliun tidak terjual.
Tidak terealisasinya target penjualan lembar saham disebabkan harga yang
terlalu mahal yang ditetapkan pemerintah terhadap saham GIAA. Menurut
penelitian yang dilakukan Seesar (2012), nilai harga saham wajar PT Garuda
Indonesia, Tbk sebesar Rp. 667 per lembar saham, sedangkan harga saham PT
Garuda Indonesia, Tbk saat IPO sebesar Rp. 750 per lembar saham, sehingga
dapat disimpulkan bahwa saham PT Garuda Indonesia, Tbk berada pada posisi
overvalued. Harga saham GIAA pasca IPO mengalami penurunan dan belum
mencapai harga IPOnya lagi sampai dengan Juni 2013. Pergerakan harga saham
tersebut dapat dipengaruhi oleh kinerja keuangan perusahaan maupaun peristiwa
yang terjadi di dalam manajemen PT Garuda Indonesia Tbk misalnya spin off
Citilink dan kuasi reorganisasi. Jika melihat profitabilitas perusahaan pada tahun
2010 menunjukkan rugi usaha. Hal tersebut dapat mempengaruhi keputusan
investor untuk membeli saham GIAA. Selain itu, aksi korporasi perusahaan dapat
menyebabkan peningkatan atau penurunan return saham GIAA yang
menunjukkan reaksi investor terhadap aksi korporasi yang dilakukan PT Garuda
Indonesia Tbk.
Penelitian ini bertujuan untuk mengkaji kinerja fundamental keuangan PT
Garuda Indonesia Tbk sebelum dan sesudah IPO, menganalisis aksi korporasi
yang dapat mempengaruhi kinerja saham serta menganalisis pengaruh aksi
korporasi terhadap return saham pada PT Garuda Indonesia Tbk.
Analisis kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk diproksikan dalam rasio
keuangan. Rasio ini dihitung dari laporan keuangan yang dipublikasikan oleh
perusahaan dengan jangka waktu yang dipilih adalah dua tahun sebelum dan dua
tahun sesudah IPO. Pada perhitungan rasio profitabilitas diperoleh hasil bahwa keempat rasio mengalami penurunan kinerja sesudah IPO, yaitu return on
investment, return on equity, net profi margin, dan return on assets. Sedangkan
pada rasio aktivitas diperoleh hasil bahwa rasio assets turnover dan fixed assets
turnover mengalami peningkatan kinerja sesudah IPO. Peningkatan kinerja
sesudah IPO juga terjadi pada rasio solvabilitas yaitu debt equity ratio dan times
interest earned ratio. Pada rasio arus kas, cash flow adequacy, cash flow per
share, cash flow to sales, dan cash flow return on assets sesudah IPO mengalami
peningkatan namun pada reinvestment ratio menunjukkan penurunan. Pada rasio
ukuran pasar perusahaan, terjadi penurunan earning per share dan price earning
ratio sedangkan nilai book value per share dan price to book ratio mengalami
peningkatan.
Hasil pengujian dengan paired simple t-test pada empat rasio keuangan
menunjukkan bahwa pada pada return on equity dan debt equity ratio tidak
terdapat perbedaan yang nyata antara kinerja keuangan dua tahun sebelum IPO
dengan dua tahun sesudah IPO. Pada rasio cash flow adequacy dan rasio cash flow
return on assets terdapat perbedaan yang nyata pada kinerja keuangan dua tahun
sebelum IPO dengan dua tahun sesudah IPO dengan tingkat signifikansi masing
sebesar 5% dan 10%.
Hasil analisis terhadap kinerja saham sebelum dan sesudah pengumuman
spin off menunjukkan bahwa tidak terdapat perbedaan tingkat return maupun
tingkat risiko yang signifikan sedangkan sebelum dan sesudah pengumuman kuasi
reorganisasi juga menunjukkan tidak terdapat perbedaan tingkat return maupun
tingkat risiko yang signifikan. Pergerakan abnormal return (AR) dan cumulative
average abnormal return (CAAR) pada peristiwa spin off sangat fluktuatif dan
cenderung negatif. Pada t-10 sampai t-4 CAAR menurun namun pergerakan
CAAR masih tetap positif. Pada t-3 dan t-2 CAAR negatif, namun kembali positif
pada t-1 sampai dengan akhir periode jendela. Hal ini mengindikasikan respon
investor yang baik terhadap aksi korporasi spin off meskipun cenderung menurun
sebelum event date.
Pergerakan AR dan CAAR pada peristiwa kuasi reorganisasi sangat
fluktuatif dan cenderung negatif. Pada pada t-10 sampai t-2 CAAR meningkat
namun pergerakan CAAR masih tetap negatif. Hal ini mengindikasikan bahwa
pengumuman peristiwa kuasi reorganisasi kurang memberikan kandungan
informasi yang bermakna bagi investor. Meskipun dengan terealisasinya kuasi
reorganisasi yang memungkinkan perusahaan melakukan pembagian dividen di
masa mendatang, namun perusahaan belum dapat melakukan pembagian dividen
karena adanya mekanisme prioritas pembayaran-pembayaran ke kreditor lama
terlebih dahulu terkait restrukturasi utang yang dilakukan perusahaan.
Secara umum diperoleh kesimpulan bahwa dalam periode dua tahun
setelah IPO, kinerja keuangan PT Garuda Indonesia Tbk belum menunjukkan
peningkatan dibandingkan dua tahun sebelum IPO. Hal ini mempengaruhi kinerja
saham perusahaan yang menyebabkan saham perusahaan belum sepenuhnya
diminati investor sehingga menyebabkan harga saham masih berada di bawah
harga IPO. Aksi korporasi yang dilakukan perusahaan berupa spin off dan kuasi
reorganisasi dapat mempengaruhi return saham perusahaan yang ditunjukkan
adanya abnormal return saat sebelum dan sesudah pengumuman aksi korporasi.
Collections
- MT - Business [4044]
