| dc.description.abstract | Maleo (Macrocephalon maleo) adalah burung endemik Sulawesi yang
tergolong spesies terancam punah (Endangered) karena penurunan populasi akibat
fragmentasi habitat dan eksploitasi telur. Penelitian ini bertujuan untuk
memodelkan kesesuaian habitat maleo dengan pendekatan ekologis dan spasial.
Analisis dilakukan untuk mengidentifikasi faktor-faktor lingkungan yang
berpengaruh terhadap kesesuaian habitat, membandingkan kinerja tiga algoritma
pemodelan Maximum Entropy (MaxEnt), Random Forest (RF), dan Boosted
Regression Trees (BRT) serta mengkaji populasi dan karakteristik habitat secara
rinci. Hasil survei menunjukkan bahwa populasi maleo di SM Buton Utara sangat
rendah, hanya ditemukan 20 individu dengan kepadatan 0,12 individu/ha. Habitat
utama yaitu area terbuka yang berada di sempadan sungai, berfungsi sebagai lokasi
peneluran, dikelilingi semak Eupatorium odoratum serta pohon pelindung dan
pengawas sarang. Vegetasi didominasi oleh Pterospermum diversifolium (fase
semai, INP: 15,35%), Cerbera manghas (pancang, INP: 8,29%), dan Dillenia
serrata (tiang dan pohon, INP: 13,44% dan 17,40%). maleo mencari makan dengan
mengais serasah dan mengonsumsi invertebrata (serangga, siput darat dan air tawar)
serta bahan tumbuhan (buah dan biji). Pohon tidur yang digunakan meliputi
Anthocephalus macrophyllus, Artocarpus elasticus, Guazuma tomentosa, Nauclea
orientalis, dan Terminalia sp., yang merupakan pohon emergen bertajuk terbuka
dengan percabangan mendatar. Sarang peneluran ditemukan di pasir panas pada
sempadan sungai dengan kedalaman 35–82 cm, lebar 23–44 cm, dan suhu berkisar
antara 27,25–29,20°C (pagi) hingga 34,80–37,75°C (sore), serta kelembapan
66,60–88,61%. Terdapat dua tipe substrat utama: pasir kasar dan pasir berlempung.
Analisis preferensi menunjukkan habitat hutan sekunder paling sering digunakan
(indeks pemilihan: 0,857), terutama untuk mencari makan (54%), sedangkan
habitat sungai jarang digunakan karena aktivitas manusia yang tinggi. Ancaman
utama mencakup predator alami seperti biawak dan ular sanca, serta aktivitas
manusia seperti eksploitasi telur, pelepasan ternak, dan pembalakan liar. Analisis
PCA menghasilkan tiga komponen utama (PC1, PC2, PC3) yang menjelaskan
79,93% variasi habitat. Regresi menunjukkan PC1 (faktor fisik habitat peneluran)
berpengaruh signifikan terhadap kehadiran maleo (R² = 0,737). Model BRT
memberikan akurasi tertinggi (AUC; 0.997, Kappa; 0.951, TSS; 0.951, Jaccard;
0.953, Sørensen; 0.976) dan mengidentifikasi jarak ke peneluran (47,8%) dan sungai
(16,9%) sebagai faktor utama kesesuaian habitat. Habitat sangat sesuai mencakup
9,11% wilayah dan menjadi prioritas utama dalam upaya konservasi dan
reintroduksi maleo. | |