Kinerja Rantai Pasok Kopi Arabika di Kabupaten Aceh Tengah

Abstract

Kopi arabika merupakan komoditas strategis Indonesia, dengan Kabupaten Aceh Tengah sebagai salah satu sentra produksi utama yang dikenal dengan Kopi Gayo berkualitas tinggi di pasar internasional. Keberhasilan ekspor, terutama ke pasar Amerika Serikat yang menyerap lebih dari 66% total volume, sangat bergantung pada pemenuhan standar ketat seperti C.A.F.E. Practices dari Starbucks. Meskipun demikian, rantai pasok yang kompleks melibatkan banyak aktor dari petani hingga eksportir, sering kali menghadapi tantangan seperti kurangnya koordinasi, fragmentasi informasi, dan inefisiensi logistik. Masalah-masalah ini berpotensi menghambat pemenuhan standar sertifikasi internasional dan mengancam keberlanjutan ekspor. Oleh karena itu, penelitian ini penting untuk mengevaluasi kinerja dan efisiensi rantai pasok, mengidentifikasi titik-titik lemah, dan merumuskan rekomendasi strategis untuk meningkatkan daya saing kopi arabika Aceh Tengah di pasar global. Penelitian ini memiliki tiga tujuan utama yaitu menganalisis sasaran, struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumber daya rantai pasok kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah, menganalisis kinerja rantai pasok kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah menggunakan pendekatan kuantitatif, dan menganalisis efisiensi kinerja rantai pasok kopi arabika di Kabupaten Aceh Tengah. Penelitian ini dilaksanakan di Kabupaten Aceh Tengah, yang dipilih secara sengaja ( purposive sampling) karena perannya sebagai sentra produksi dan ekspor kopi arabika. Pengambilan data dilakukan pada Maret hingga April 2023. Penelitian ini menggunakan pendekatan kualitatif dan kuantitatif dengan data primer yang diperoleh melalui wawancara dan kuesioner, serta data sekunder dari literatur terkait. Sampel terdiri dari 56 pelaku rantai pasok, yaitu 50 petani mitra, 5 pedagang pengumpul, dan 1 koperasi/eksportir (Koperasi KBQ Baburayyan) yang dipilih melalui gabungan teknik purposive dan snowball sampling. Analisis data dilakukan melalui tiga metode utama: Food Supply Chain Network (FSCN), digunakan untuk menganalisis secara kualitatif deskriptif terkait sasaran, struktur, proses bisnis, manajemen, dan sumber daya rantai pasok. Supply Chain Operations Reference (SCOR), digunakan untuk mengukur kinerja rantai pasok secara kuantitatif melalui atribut eksternal (reliability, responsiveness, flexibility) dan internal (cost, asset). Data Envelopment Analysis (DEA), digunakan untuk mengukur dan menganalisis efisiensi kinerja setiap pelaku rantai pasok berdasarkan variabel input dan output. Rantai pasok kopi arabika untuk ekspor ke Starbucks melibatkan tiga pelaku utama: petani, pedagang pengumpul, dan Koperasi KBQ Baburayyan, dengan aliran produk dari hulu ke hilir, aliran finansial dari hilir ke hulu, dan aliran informasi dua arah. Kinerja petani mita sangat unggul (superior) di hampir semua metrik, namun atribut biaya (cost) masih berada di level parity (20%) akibat menurunnya produktivitas kebun. Kinerja pedagang pengumpul mayoritas superior, namun pada aspek responsiveness, lead time berada di level parity (7 hari) dan siklus pemenuhan pesanan di level advantage (6 hari) karena proses pengolahan alami yang memakan waktu. Kinerja koperasi/eksportir Menunjukkan kinerja superior di hampir seluruh atribut, kecuali pada lead time (40 hari) dan siklus pemenuhan pesanan (12 hari) yang terkendala kompleksitas prosedur ekspor, serta persediaan harian di level parity (23 hari) yang berfungsi sebagai stok penyangga strategis. Efisiensi Kinerja Petani, sebanyak 21 petani (42%) telah mencapai efisiensi, sementara 29 petani (58%)masih belum efisien, terutama dalam memaksimalkan output (kuantitas dan kualitas hasil panen). Pedagang Pengumpul: Ditemukan adanya inefisiensi yang bersumber dari skala usaha yang belum optimal dan kapabilitas manajerial dalam memaksimalkan hasil produksi. Koperasi/Eksportir: Telah mencapai tingkat efisiensi kinerja yang optimal dengan skor 1.000, baik dari sisi teknis maupun skala, yang menandakan tidak adanya pemborosan sumber daya dan telah beroperasi pada level efisiensi tertinggi. Hasil penelitian menyiratkan beberapa implikasi manajerial. Bagi petani, fokus perlu dialihkan dari penghematan biaya ke peningkatan produktivitas melalui peremajaan tanaman dan penerapan GAP. Bagi pedagang pengumpul, investasi pada teknologi pascapanen seperti mesin pengering disarankan untuk meningkatkan efisiensi waktu, serta perlu adanya optimalisasi skala usaha agar sesuai dengan volume kopi yang dikelola. Untuk Koperasi KBQ Baburayyan, implikasinya adalah menjajaki peluang hilirisasi melalui investasi mesin sangrai (roasting) untuk menciptakan nilai tambah, serta memperkuat koordinasi dengan mitra logistik untuk memitigasi lead time yang panjang. Bagi pemerintah, dukungan dalam program peremajaan kebun dan penyederhanaan birokrasi ekspor sangat diharapkan untuk meningkatkan daya saing kopi Gayo di pasar internasional.