Potensi Kepiting Bakau (Scylla paramamosain) sebagai Biota Unggulan Pengelolaan Wanamina Berkelanjutan di Muara Gembong, Bekasi

Abstract

Degradasi ekosistem mangrove di pesisir Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, Jawa Barat, mendorong perlunya pendekatan budidaya berkelanjutan melalui sistem wanamina. Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan memastikan potensi kepiting bakau Scylla paramamosain sebagai jenis kepiting bakau potensial yang dipelihara pada sistem wanamina di pesisir Muara Gembong, Kabupaten Bekasi, berdasarkan aspek molekular, biologi (pola pertumbuhan dan reproduksi), dan ekonomi. Pengumpulan data dilakukan pada Agustus–Desember 2024 di empat stasiun sampling. Analisis meliputi kualitas air, morfologi, biometrik, rasio RNA/DNA, fekunditas, dan identifikasi molekular menggunakan gen COI. Hasil menunjukkan kondisi perairan mendukung kelangsungan hidup kepiting bakau. Analisis biometrik dan molekular mengonfirmasi spesies S. paramamosain dengan kemiripan genetik >99%. Nilai keragaman haplotype tinggi (Hd = 0,94) menandakan stabilitas populasi. Rasio RNA/DNA lebih tinggi pada jantan dibanding betina menunjukkan potensi pertumbuhan yang baik. Nilai fekunditas tertinggi mencapai 2,47 juta butir telur. Hasil produksi mencapai 65.790 kg/tahun dengan harga jual bervariasi sesuai ukuran dan kondisi biologis. Temuan ini mengindikasikan bahwa S. paramamosain memiliki potensi tinggi sebagai biota utama wanamina berbasis konservasi dan ekonomi masyarakat pesisir.

The degradation of mangrove ecosystems in Muara Gembong, Bekasi, necessitates sustainable aquaculture approaches such as the silvofishery system. This study aimed to evaluate and confirm the potential of the green mud crab Scylla paramamosain as a potential mud crab species to be cultivated in silvofishery systems on the coast of Muara Gembong, Bekasi Regency, based on molecular characteristics, biological (growth pattern and reproductive), and economic aspects. Data were collected from August to December 2024 across four sampling stations. Analyses included water quality, morphology, biometrics, RNA/DNA ratio, fecundity, and molecular identification using the COI gene. Results showed that water parameters supported crab survival. Biometric and molecular analyses confirmed the species identity with >99% genetic similarity. High haplotype diversity (Hd = 0.94) indicates population stability. Higher RNA/DNA ratios in males suggest better growth potential. Maximum fecundity reached 2.47 million eggs. Production peaked at 65,790 kg/year with prices varying by size and biological condition. These findings indicate that S. paramamosain holds strong potential as a key species in conservation-based and economically beneficial sylvofishery systems.