Kajian Tingkat Partisipasi Bersekolah Anak Usia 7-12 Tahun Di Madura Menggunakan Model Logistik
View/ Open
Date
1996Author
Raharjo, Agus Puji
Notodiputro, Khairil Anwar
Sunarlim, Bunawan
Metadata
Show full item recordAbstract
Penelitian ini bertujuan untuk mengukur tingkat partisipasi bersekolah, serta mengamati faktor-faktor yang mempengaruhinya.
Data yang digunakan adalah data dasar dari hasil SUSENAS 1994 serta data Potensi Desa 1993. Pengamatan contoh dilakukan pada sebagian anak usia 7-12 tahun di Madura.
Tingkat partisipasi sekolah adalah nisbah dari jumlah murid terhadap jumlah penduduk dalam kelompok Usia tertentu. Besarnya tingkat partisipasi sekolah dapat dipengaruhi oleh daerah tempattinggal (kabupaten), jenis kelamin, usia anak, status finansial rumahtangga, tingkat pendidikan kepala rumahtangga, lapangan usaha kepala rumahtangga, banyaknya anak yang sekolah, serta ketersediaan sarana pendidikan.
Model logistik digunakan untuk mengetahui faktor-faktor yang berpengaruh secara lebih komprehensif serta mengetahui seberapa besar peranan suatu peubah terhadap tingkat partisipasi sekolah.
Dari hasil yang diperoleh dapat diketahui bahwa faktor yang mempengaruhi tingkat partisipasi sekolah adalah peubah daerah tempattinggal (kabupaten), jenis kelamin, usia anak, banyaknya anak yang bersekolah dalam rumahtangga, serta pola pengeluaran konsumsi.
Perbandingan besarnya tingkat partisipasi sekolah antar kabupaten di Madura secara berurut dari yang terbesar sampai yang terkecil adalah Pamekasan, Sumenep, Bangkalan, dan Sampang. Anak perempuan memiliki tingkat partisipasi sekolah yang lebih tinggi dari pada anak laki-laki, terutama untuk Sampang dan Pamekasan. Ini disebabkan anak laki-laki cenderung masuk pesantren dari pada jenjang pendidikan formal.
Sebagian besar anak di Madura mulai masuk sekolah bukan pada usia 7 tahun, tapi pada usia 8 atau 9 tahun. Ini dapat dilihat dari semakin tingginya tingkat partisipasi sekolah pada kelompok usia tersebut. Pada kelompok usia 10 sampai 12 tahun tingkat partisipasi sekolah semakin turun, karena pada kelompok usia tersebut banyak terjadi putus sekolah.
Banyaknya anak yang sekolah dalam rumahtangga dan pola pengeluaran konsumsi berpengaruh positif pada tingkat partisipasi sekolah. Semakin tinggi nilai pola pengeluaran konsumsi berarti tingkat kesejahteraan ekonomi rumahtangga makin baik, sehingga tingkat partisipasi sekolah cenderung semakin tinggi.
