Pencirian Galur Bakteri Bintil Akar Kedelai (Bradyrhizobium japonicum) Dengan Menggunakan Beberapa Antibiotik

Abstract

Pencirian galur dengan antibiotik merupakan prosedur pencirian yang relatif cepat, mudah dan ekonomis (Lieberman et al., 1986). Penelitian ini bertujuan untuk mempelajari pola resistensi antibiotik (penisilin, ampisilin, kloksasilin, basitrasin, kanamisin, dan spektinomisin) untuk menciri-kan galur bakteri bintil akar dengan menggunakan piringan antibiotik dan mempelajari toleransi 11 galur terpilih terhadap antibiotik ampisilin, kanamisin dan spektinomisin dengan konsentrasi yang tinggi. Galur uji yang digunakan adalah 50 galur Bradyrhizobium japonicum koleksi laboratorium Mikrobiologi, FMIPA IPB merupakan hasil isolasi bintil akar kedelai dari lahan sawah desa Brujulku-lon, Kabupaten Majalengka, Jawa Barat. Morfologi koloni ditetapkan kembali pada semua galur dan sejumlah 0,1 ml suspensi tiap galur yang berumur 5 hari pada kepekatan 10 sel.ml (OD=0.13) dipakai untuk pengujian resistensi antibiotik. Pengamatan morfologi koloni seluruh galur pada medium Manitol Ekstrak Khamir (MEK) yang diberi pewarna Merah Kongo 0,0025% menunjukkan bahwa 70% bertipe "Large Watery (LW), 24% bertipe "Small Dry" (SD) dan 6% bertipe "Large Mucoid" (LM). Pada penelitian ini, medium yang dipakai adalah MEK dengan pH 6.8 untuk menumbuhkan 50 galur uji sampai pada kepekatan 10 sel.ml¹ atau selama 10 hari pada suhu (282) °C. Seluruh (100%) galur uji resisten antibiotik kelompok B-laktam. Galur uji yang tergolong Gram negatif, seluruhnya resisten terhadap antibiotik kelompok polipeptida termasuk basitrasin,se-dangkan galur uji yang resisten terhadap kanamisin hanya sebesar 24% dan pada spektinomisin seba-nyak 68 %. Dari jenis antibiotik yang dipakai, tampaknya semua galur uji resisten terhadap antibiotik yang menghambat sintesis dinding sel namun hanya sebagian kecil (kurang dari 50%) galur uji yang resisten terhadap kanamisin dan spektinomisin. Pengamatan lebih lanjut menunjukkan bahwa galur uji bertipe koloni LW lebih resisten terha-dap sejumlah antibiotik yang dipakai. Kenyataan ini sesuai dengan hasil penelitian sejenis (Sinclair dan Eaglesham, 1984). Lebih jauh dapat dikemukakan bahwa 60,8 % dari galur yang resisten terha-dap 6 antibiotik piringan yang dipakai adalah bertipe koloni "wet" dan 67% dari seluruh galur tipe "dry" hanya resisten pada empat atau lima jenis antibiotik. Dari analisis statistika yang dilakukan didapatkan bahwa resistensi terhadap antibiotik tidak terkait dengan kelompok serologi dan efektivitas simbiotik. Percobaan toleransi dari 11 galur terpilih yang mempunyai nilai efektivitas simbiotik di atas rata-rata 70% (terhadap kontrol KNO, 0,05 %), menghasilkan beberapa galur berpenanda yaitu galur 23, 26 dau 30 yang masing-masing resisten terhadap 1000 µg.ml ampisilin. Galur 18 resisten terha-dap 300 µg.ml kanamisin. Sedangkan resistensi untuk Spc 100 µg.ml merupakan penanda galur 23, 26 dan 38. Dari percobaan toleransi galur juga didapatkan bahwa mutan yang berasal dari Galur 18 resis-ten kanamisin 300 µg.ml¹ dan Galur 23, 26 dan 30 resisten ampisilin 1000 µg.ml. Dalam hal ini muran merupakan galur bakteri yang mampu tumbuh pada medium yang mengandung antibiotik den-gan konsentrasi tinggi, sedangkan bakteri induknya tidak.