| dc.description.abstract | Meningkatnya kekhawatiran masyarakat terhadap efek samping obat kimia
telah mendorong pergeseran ke pengobatan herbal, yang dianggap lebih aman
karena berasal dari bahan alami dan memiliki efek samping yang minimal. Salah
satu tanaman yang memiliki potensi besar sebagai obat herbal adalah Daun Afrika
(Vernonia amygdalina DEL.), yang dikenal memiliki kandungan metabolit
sekunder seperti flavonoid, saponin, alkaloid, terpenoid, tannin, dan senyawa
fenolik. Senyawa-senyawa ini berperan penting sebagai antioksidan yang mampu
menetralisir radikal bebas penyebab berbagai penyakit degeneratif. Potensi Daun
Afrika sebagai sumber antioksidan alami sangat bergantung pada metode pasca
panen, khususnya pengeringan, karena dapat memengaruhi kandungan dan
stabilitas senyawa bioktifnya. Pengeringan merupakan tahap penting dalam
produksi simplisia, untuk mengurangi kadar air sehingga menghambat
memperpanjang masa simpan bahan herbal. Namun, suhu dan durasi pengeringan
yang tidak tepat dapat merusak atau menurunkan kandungan metabolit sekunder.
Oleh karena itu, pemilihan metode pengeringan yang sesuai menjadi hal krusial
untuk menjaga kualitas senyawa bioaktif dalam bahan tanaman obat.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi tiga metode pengeringan, yaitu
efek rumah kaca, oven microwave, dan air fryer. Hasilnya menunjukkan bahwa
metode oven microwave menghasilkan aktivitas antioksidan tertinggi dengan nilai
IC50 sebesar 19,41 ppm, diikuti oleh efek rumah kaca (21,28 ppm), dan air fryer
(30,24 ppm). Ketiga nilai tersebut menunjukan aktivitas antioksidan yang sangat
kuat. Selain aktivitas antioksidan, penelitian juga mengidentifikasi senyawa aktif
dari masing-masing metode pengeringan dengan menggunakan kromatografi dan
analisis massa. Pengeringan dengan efek rumah kaca menghasilkan jumlah
senyawa terbanyak (34 senyawa), disusul oleh air fryer (31 senyawa), dan oven
microwave (25 senyawa). Perbedaan ini menunjukkan bahwa suhu dan durasi
pemanasan dapat memengaruhi stabilitas dan keberagaman senyawa metabolit.
Identifikasi senyawa dilakukan menggunakan perangkat lunak MassLynx 4.1 dan
validasi struktur melalui basis data PubChem. Selanjutnya, analisis in silico
dilakukan melalui prediksi aktivitas biologis menggunakan PASS Online serta studi
molecular docking untuk mengevaluasi interaksi senyawa dengan target protein.
Salah satu senyawa antioksidan, yaitu Alpha,beta-dehydrocurvularin atau
dikenal
juga
sebagai
(9E)-13,15-dihydroxy-5-methyl-4
oxabicyclo[10.4.0]hexadeca-1(12),9,13,15-tetraene-3,11-dione,
dipilih
untuk
dianalisis lebih lanjut melalui simulasi molecular docking terhadap HDAC2 yang
berperan dalam regulasi ekspresi gen dan berpotensi sebagai target terapi penyakit.
Hasil docking menunjukkan bahwa senyawa tersebut memiliki nilai binding affinity sebesar -6,1 kcal/mol, yang menunjukkan afinitas pengikatan yang cukup kuat
terhadap kantong aktif protein target. Residu yang berinteraksi dengan ligan
berdasarkan hasil docking dapat dikelompokkan menjadi tiga jenis interaksi, yaitu:
ikatan hidrogen (melibatkan residu TYR330, ARG300, ARG264, dan THR298),
interaksi elektrostatik (terjadi dengan residu ARG300), serta interaksi hidrofobik
(melibatkan residu LYS25, ILE299, dan ARG300). Berdasarkan tingkat
kekuatannya, ikatan hidrogen memiliki peran paling dominan, diikuti oleh interaksi
elektrostatik dan kemudian interaksi hidrofobik. Ikatan hidrogen memainkan peran
penting dalam menjaga kestabilan kompleks antara ligan dan reseptor, serta
diketahui mampu meningkatkan kekuatan afinitas ligan terhadap protein target.
Keberagaman jenis ikatan ini menunjukkan kontribusi yang signifikan terhadap
pengikatan ligan Alpha,beta-dehydrocurvularin pada kantong aktif protein HDAC2,
yang dapat menunjang kestabilan dan efektivitas interaksinya. Dengan demikian,
penelitian ini tidak hanya menunjukkan potensi Daun Afrika sebagai sumber
antioksidan alami, tetapi juga sebagai kandidat bahan aktif dalam pengembangan
obat berbasis senyawa alam, khususnya melalui pendekatan molecular docking
untuk mendukung efektivitas terapetik secara komputasional. | |