| dc.description.abstract | Kualitas air merupakan salah satu faktor penting yang mempengaruhi
keberhasilan produksi hatchery udang vaname. Kualitas air yang baik akan
menghasilkan kinerja produksi yang maksimal. Sebaliknya, perubahan kualitas air
yang buruk dapat menyebabkan stres, penyakit, dan kematian pada larva udang
vaname. Kondisi ini dapat menurunkan hasil produksi dan memberikan dampak
kerugian bagi pembudidaya. Penelitian terkait analisis kualitas air hatchery di
Indonesia masih sangat terbatas. Namun, informasinya sangat diperlukan bagi
pelaku usaha udang untuk praktik budidaya di lapangan. Penelitian ini bertujuan
untuk menganalisis pengaruh kualitas air pada kegiatan pembenihan udang vaname
yang berasal dari laut (sumber/pasok), bak penampungan (tandon), dan bak
pemeliharaan larva, serta korelasinya terhadap kinerja produksi udang vaname.
Penelitian ini menggunakan desain non eksperimen dengan metode observasi.
Data dikumpulkan dan dianalisis menggunakan statistik deskriptif serta korelasi
Pearson untuk melihat hubungan antara kualitas air dan kinerja produksi. Analisis
kualitas air meliputi parameter fisika-kimia dan biologi air disesuaikan dengan
metode yang telah ditentukan. Parameter kualitas air seperti suhu, dissolved oxygen
(DO), pH, dan salinitas dilakukan secara langsung di lapangan. Parameter
alkalinitas, total organic matter (TOM), total ammonia nitrogen (TAN), nitrit,
kesadahan, identifikasi fitoplankton, total bakteri dan vibrio dilakukan di
laboratorium.
Sampel air diambil pada beberapa tahapan produksi pada beberapa stadia
perkembangan larva. Pengambilan sampel air dilakukan dari tiga tahapan, yaitu
sumber air laut, tandon, dan bak larva. Sampling tiap tahapan dilakukan 5 kali yaitu
pada stadia zoea 3 (Z-3), mysis 1 (M-1), mysis 3 (M-3), postlarva 1 (PL-1), dan
postlarva 4 (PL-4). Pengambilan sampel air mengikuti proses manajemen budidaya
yang dilakukan sesuai prosedur operasional standar yang telah ditetapkan hatchery
PT. Citra Larva Cemerlang Kalianda, Lampung. Sampel air analisis fisika dan
kimia diambil masing-masing sebanyak 200 ml, untuk analisis kimia ditambahkan
pengawet H2SO4 dengan konsentrasi 0,5% dari volume sampel. Sampel bakteri
diambil dari air laut bersamaan dengan sampel lainnya untuk diisolasi dan dikultur
pada media sea water complete sedangkan Vibrio pada media thiosulfate citrate
bile-salts sucrose agar. Sampel fitoplankton diambil menggunakan metode pasif,
yaitu dengan cara mengambil sampel air masing-masing sebanyak 50 L dan
disaring menggunakan jaring plankton (mesh size 40 µm), sampel yang tersaring
dipindahkan ke dalam botol sampel dan difiksasi dengan larutan lugol 0,3 ml/100
ml sampel air.
Penelitian ini menunjukkan bahwa parameter suhu, DO, pH, salinitas, dan
alkalinitas memiliki nilai yang relatif stabil dan tidak mengalami perubahan
signifikan pada semua tahapan dan waktu pengambilan sampel. Nilai TOM secara
keseluruhan berada diatas kisaran baku mutu untuk pertumbuhan larva udang
vaname. Pada beberapa sampel, nilai TAN dan nitrit lebih tinggi ditemukan pada
bak larva, yang merupakan hasil ekskresi metabolik larva, sisa pakan yang tak
terkonsumsi, serta aktivitas mikroba. Sementara itu, nilai kesadahan pada bak 1
ditemukan lebih tinggi dibandingkan sampel lainnya.
Data fitoplankton dikumpulkan melalui identifikasi dari keseluruhan sampel
menggunakan mikroskop dengan pembesaran 100x dan 400x. Hasil identifikasi
didapatkan tiga puluh sembilan genus dalam lima kelas fitoplankton. Kelima kelas
tersebut diantaranya Bacillariophyceae (29 genus), Chlorophyceae (3 genus),
Cyanophyceae (3 genus), Dinophyceae (3 genus), dan Euglenophyceae (1 genus).
Kelimpahan fitoplankton bervariasi, yaitu antara 97,8-202,6 ×10³ sel m-3 (sumber
air laut), 16,8-61,3 ×10³ sel m-3 (tandon), dan 183,8-332 ×10³ sel m-3 (bak larva).
Indeks keanekaragaman pada seluruh sampel memiliki nilai kriteria sedang dengan
kestabilan komunitas sedang. Nilai keseragaman fitoplankton rendah dengan
komunitas yang tertekan ditemukan pada bak larva PL1 dan PL4, sedangkan pada
sampel lainnya memiliki keseragaman yang tinggi dengan komunitas yang lebih
stabil. Terdapat spesies fitoplankton yang dominan dalam sampel PL1, hal ini
menyebabkan adanya ketidakseimbangan komunitas fitoplankton. Pada sampel
lainnya tidak ditemukan jenis yang mendominasi, komunitas fitoplankton
seimbang. Hasil pengamatan total bakteri air laut menunjukkan bahwa pada bak 1
lebih tinggi mencapai 105 ×10³ CFU mL-1. Total green vibrio hanya ditemukan
pada sampel sumber air laut dan bak 1. Sebaliknya, total yellow vibrio tertinggi
pada bak 2 yang mencapai 193 ×10³ CFU mL-1. Sementara itu, pada tandon tidak
ditemukan bakteri, green vibrio, dan yellow vibrio.
Korelasi antara parameter kualitas air divisualisasikan dalam bentuk korelasi
Pearson. Total green vibrio pada sumber air laut berkorelasi positif dengan
cyanophyceae dan berkorelasi negatif dengan total bakteri. Pada bak tandon, TOM
secara positif berkorelasi dengan TAN, alkalinitas, dan salinitas. Sementara itu,
jumlah larva yang lemah pada bak 1 berkorelasi positif dengan total green vibrio,
TOM, dan pH, sebaliknya berkorelasi negatif dengan TAN. Sedangkan pada bak 2,
jumlah larva yang lemah berkorelasi positif dengan alkalinitas dan TAN, namun
berkorelasi negatif dengan nitrit.
Dapat disimpulkan bahwa desinfeksi kimia pada air tandon efektif mengubah
keanekaragaman dan komposisi fitoplankton, bakteri air laut, dan Vibrio dalam
sumber air laut yang digunakan untuk kegiatan produksi di hatchery. Nilai TOM,
nitrit, dan total green vibrio lebih tinggi ditemukan pada bak 1 dibandingkan bak 2.
Kinerja produksi pada akhir pemeliharaan menunjukkan pertambahan panjang post
larva pada kedua bak tidak berbeda signifikan, namun tingkat kelangsungan hidup
pada bak 1 lebih rendah dari bak 2. | |