Evaluasi Fermentasi In vitro Daun dan Ampas Teh Hijau, Hitam, Oolong, dan Putih untuk Mitigasi Emisi Metana Rumen.
Date
2025Author
Wahyuni, Sri
Sudarman, Asep
Jayanegara, Anuraga
Sofyan, Ahmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Metana (CH4), telah menyumbang 10% emisi gas rumah kaca, terutama dari
fermentasi rumen ruminansia (27%) akibat aktivitas bakteri metanogenik.
Kehilangan energi pakan hingga 12% akibat emisi ini memunculkan berbagai jenis
penelitian untuk mengurangi emisi gas metana, termasuk penggunaan senyawa
bioaktif seperti tanin dan saponin yang ada pada teh (Camellia sinensis). Teh, terdiri
dari berbagai jenis seperti teh hijau, teh hitam, teh oolong, dan teh putih,
mengandung senyawa bioaktif seperti tanin, flavonoid, katekin, dan saponin dengan
potensi antimetanogenik. Meskipun penggunaannya sebagai pakan ternak masih
terbatas, limbah teh (ampas) dari berbagai jenis tersebut mengandung serat dan
senyawa aktif sisa yang dapat dimanfaatkan. Namun, membutuhkan pengolahan
lebih lanjut untuk meningkatkan nilai gizinya. Penelitian ini mengevaluasi
karakteristik fermentasi rumen dari daun dan ampas teh hijau, hitam, oolong, dan
putih secara in vitro untuk mengurangi emisi gas metana.
Pada tesis bagian pertama, terkait dengan uji hasil uji organoleptik, kualitas
fermentasi, karakteristik fermetabilitas in vitro daun teh hijau, teh hitam, teh oolong,
dan teh putih. Hasil tesis bagian pertama, menunjukkan hasil organoleptik (warna,
aroma, tekstur, keberadaan jamur) yang diperoleh dari daun teh hijau, teh hitam,
teh oolong, dan teh putih menunjukkan bahwa kualitas daun teh yang tidak
difermentasi dan difermentasi selama 30 hari menghasilkan nilai yang berada
direntang normal (2,0-3,0). Nilai fleigh sebagai indikator kualitas daun teh yang
difermentasi selama 30 hari menunjukkan bahwa daun teh hijau, teh hitam, teh
oolong, dan teh putih berada pada rentang kategori baik (60-80) hingga sangat baik
(81-100). Karakteristik fermentabilitas rumen secara in vitro diukur melalui
parameter kecernaan bahan kering (KCBK), kecernaan bahan organik (KCBO), pH
rumen, amonia (NH3), produksi total gas, gas metana (CH4), volatile fatty acid
(VFA), asam asetat, asam propionat, asam butirat, sintesis protein mikroba, dan
jumlah protozoa. Jenis teh cenderung signifikan mempengaruhi kecernaan bahan
kering pada semua jenis teh. Teh hijau memiliki nilai KCBK tertinggi baik pada
fermentasi maupun tidak difermentasi dibandingkan jenis teh lainnya. Sama seperti
dengan KCBK, fermentasi meningkatkan KCBO untuk semua jenis teh. Teh hijau
menunjukkan kecernaan bahan organik yang lebih tinggi dibandingkan dengan
jenis teh lainnya. Nilai amonia relatif sama di seluruh perlakuan. Fermentasi secara
signifikan meningkatkan produksi total VFA pada semua jenis teh. Jenis teh secara
signifikan memengaruhi total VFA, dengan teh hijau memiliki nilai tertinggi.
Produksi metana lebih tinggi pada perlakuan fermentasi dibandingkan tidak
difermentasi. Jenis teh tidak memberikan pengaruh signifikan terhadap produksi
metana. Hasil penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa daun teh oolong
difermentasi menunjukkan produksi gas metana terendah (0,89 %), serta daun teh
oolong mengalami penurunan produksi gas metana setelah difermentasi dari 1,07%
menjadi 0,89% atau sekitar 16,82%. Sedangkan produksi gas metana tertinggi oleh
daun teh hijau setelah difermentasi menjadi 2,35%. Peningkatan gas metana terjadi
pada daun teh hijau, teh hitam, dan teh putih setelah difermentasi menjadi 2,35%;
1,49%; dan 1,08 %. Hasil analisis kandungan bioaktif total fenol dan flavonoid juga
menunjukkan bahwa daun teh memiliki nilai yang lebih tinggi terutama pada daun
teh hijau yang tidak difermentasi.
Hasil tesis bagian kedua mengenai hasil uji organoleptik yang diperoleh
menunjukkan bahwa kualitas daun teh yang tidak difermentasi dan difermentasi
selama 30 hari menghasilkan nilai yang berada direntang normal. Nilai untuk
parameter warna, aroma, tekstur, dan keberadaan jamur masih berada pada rentang
yang normal. Nilai fleigh yang dihasilkan sebagai indikator untuk mengukur
kualitas hasil fermentasi selama 30 hari menunjukkan bahwa ampas teh hijau, teh
hitam, teh oolong, dan teh putih berada pada rentang kategori baik-sangat baik.
Evaluasi fermentabilitas rumen in vitro menunjukkan bahwa nilai KCBK tertinggi
terlihat pada jenis teh putih yang difermentasi, diikuti oleh teh hitam yang
difermentasi, dan teh hijau yang difermentasi. KCBK tidak difermentasi cenderung
lebih rendah dibandingkan fermentasi. KCBO menunjukkan pola serupa dengan
KCBK, dengan nilai tertinggi terdapat pada teh putih yang difermentasi. Produksi
amonia tertinggi ditunjukkan pada teh hijau tidak difermentasi, sedangkan
fermentasi teh cenderung menurunkan produksi amonia. Total VFA tertinggi
terdapat pada teh putih yang difermentasi, diikuti teh hitam yang difermentasi.
penelitian secara in vitro menunjukkan bahwa ampas teh hitam sebelum
difermentasi menghasilkan gas metana terendah (1,07%), sedangkan produksi gas
metana tertinggi oleh ampas teh hijau sebelum difermentasi (NGR) yaitu 2,69%.
Produksi gas metana menurun pada ampas teh hijau, teh oolong, dan teh hitam
setelah difermentasi masing-masing menjadi 1,79%; 1,56%; dan 1,22%. Penurunan
gas metana masing-masing ampas teh hijau, teh oolong, dan teh hitam setelah
difermentasi berturut-turut menjadi 33,46%; 9,83%; dan 16,44%. Sedangkan pada
ampas teh hitam setelah difermentasi meningkat menjadi 2,03 % atau persentase
peningkatan sekitar 89,72%.
Kata kunci: ampas teh, daun teh, emisi gas metana, fermentabilitas rumen in vitro Methane (CH4) contributing for 10% of greenhouse gas emissions, primarily
originating from ruminant rumen fermentation (27%) due to methanogenic bacterial
activity. The loss of feed energy by up to 12% due to these emissions has led to
various studies aimed at reducing methane gas emissions, including the utilization
of bioactive compounds such as tannins and saponins found in tea (Camellia
sinensis). Tea, devide in various types such as green tea, black tea, oolong tea, and
white tea, contains bioactive compounds like tannins, flavonoids, catechins, and
saponins with potential antimethanogenic properties. Although its use as livestock
feed remains limited, tea residues from these different types contains fiber and
residual active compounds that can be utilized. However, further processing is
required to enhance its nutritional value. This study evaluates the rumen
fermentation characteristics of green, black, oolong, and white tea leaves and tea
residues in vitro to reduce methane gas emissions.
The first part of the thesis examines the results of organoleptic test,
fermentation quality, and in vitro fermentability characteristics of green tea, black
tea, oolong tea, and white tea leaves. The result indicated that the organoleptic
evaluation (color, aroma, texture, and mold presence) of green, black, oolong, and
white tea leaves showed that both unfermented and 30-day fermented tea leaves
maintained values within the normal range (2,0–3,0). The Fleigh score, an indicator
of tea leaf quality after 30 days of fermentation, indicated that green, black, oolong,
and white tea leaves were within the good (60–80) to very good (81–100)
category. The in vitro rumen fermentability characteristics were measured using
parameters such as in vitro dry matter digestibility (IVDMD), in vitro organic
matter digestibility (IVOMD), rumen pH, ammonia (NH3) concentration, total gas
production, methane (CH4) gas production, volatile fatty acids (VFA), acetate,
propionate, butyrate, microbial protein synthesis, and protozoa count. Processed tea
types significantly affected dry matter digestibility across all tea types. Green tea
exhibited the highest IVDMD values, both in fermented and unfermented
conditions, compared to other tea types. Similar to IVDMD, fermentation increased
IVOMD across all tea types, with green tea showing the highest organic matter
digestibility. Ammonia values were relatively consistent across treatments.
Fermentation significantly increased total VFA production for all tea types, with
green tea showing the highest total VFA value. Methane production was higher in
fermented treatments than in unfermented ones. However, the type of tea did not
significantly affect methane production. In vitro results showed that fermented
oolong tea leaves produced the lowest methane gas (0,89%), with a methane
reduction from 1,07% to 0,89% after fermentation (16,82%). Meanwhile, green tea
leaves had the highest methane production after fermentation, reaching 2,35%.
Methane gas production increased after fermentation for green, black, and white tea
leaves to 2,35%; 1,49%; and 1,08% respectively. The analysis of bioactive
compound content, including total phenols and flavonoids, indicated that tea leaves
had higher values, particularly in unfermented green tea leaves.
The second part of thesis examines the results of the organoleptic
characteristics of tea residues. The results showed that the quality of unfermented
and 30-day fermented tea residues remained within the normal range for parameters
such as color, aroma, texture, and mold presence. The Fleigh score, used as an
indicator of fermentation quality, showed that green, black, oolong, and white tea
residues fell within the good-to-very-good category. The in vitro rumen
fermentability evaluation indicated that the highest IVDMD values were observed
in fermented white tea residues, followed by fermented black tea and fermented
green tea. Unfermented IVDMD values tended to be lower than those of fermented
residues. IVOMD followed a similar pattern to IVDMD, with the highest values
found in fermented white tea residues. The highest ammonia production was
observed in unfermented green tea, while fermentation tended to reduce ammonia
production. The highest total VFA was recorded in fermented white tea, followed
by fermented black tea. In vitro research showed that unfermented black tea
residues produced the lowest methane gas (1,07%), whereas unfermented green tea
residues exhibited the highest methane production (2,69%). Methane gas
production decreased after fermentation in green tea, oolong tea, and black tea
residues, reaching 1,79 %; 1,56%; and 1,22%, respectively. The methane gas
reduction in fermented green tea, oolong tea, and black tea residues was 33,46%,
9,83%, and 16,44%, respectively. In contrast, methane gas production in fermented
black tea residues increased to 2,03%, representing of increasing 89,72%.
Keywords: in vitro rumen fermentation, methane emission, tea leaves, tea residues
Collections
- MT - Animal Science [1293]
