Perbandingan Metode GARCH, LSTM, GRU, dan CNN pada Peramalan Volatilitas Kurs dan Harga Minyak Sawit
Date
2025Author
Septiani, Adeline Vinda
Afendi, Farit Mochamad
Kurnia, Anang
Metadata
Show full item recordAbstract
Volatilitas kurs mata uang dan harga minyak kelapa sawit (CPO) merupakan
faktor penting dalam analisis ekonomi dan keuangan, terutama bagi pelaku pasar,
investor, dan pembuat kebijakan. Fluktuasi harga yang tinggi dapat menyebabkan
ketidakpastian, yang berimplikasi pada keputusan perdagangan, investasi, serta
kebijakan ekonomi. Oleh karena itu, pengembangan model prediksi volatilitas yang
akurat menjadi suatu kebutuhan untuk memahami dinamika pasar secara lebih baik.
Penelitian ini bertujuan untuk mengevaluasi dan membandingkan beberapa
metode prediksi volatilitas, yaitu GARCH, LSTM, GRU, dan CNN, dalam
memodelkan volatilitas kurs dan harga CPO. Pemilihan metode terbaik didasarkan
pada dua kriteria utama: nilai dugaan Root Mean Square Error (RMSE) yang paling
kecil sebagai indikator akurasi prediksi, serta persentase data aktual yang berada
dalam selang kepercayaan yang paling mendekati 95%, yang mencerminkan
konsistensi dan keandalan model dalam memprediksi volatilitas.
Untuk mencapai tujuan ini, penelitian dilakukan dengan serangkaian tahapan
analisis. Pertama, dilakukan pemilihan hyperparameter terbaik untuk masingmasing metode guna memastikan performa optimal. Selanjutnya, model yang telah
dioptimasi diterapkan pada data volatilitas kurs dan harga CPO yang telah dibagi
menjadi data training dan testing. Evaluasi dilakukan dengan membandingkan nilai
dugaan RMSE dan tingkat keakuratan prediksi dalam selang kepercayaan, guna
menentukan metode yang paling unggul dalam setiap kategori volatilitas.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa metode terbaik untuk memprediksi
volatilitas kurs adalah GRU, dengan dugaan RMSE pada data testing sebesar
0,0000256 dan persentase data aktual dalam selang kepercayaan sebesar 78,52%.
Model ini memiliki keseimbangan antara akurasi prediksi dan konsistensi, sehingga
lebih unggul dibandingkan metode lainnya. Keunggulan utama GRU terletak pada
efisiensinya dalam menangkap pola ketergantungan jangka pendek tanpa
mengalami masalah vanishing gradient yang sering terjadi pada model RNN
standar. Dengan dua gerbang utama (update gate dan reset gate), GRU dapat
memproses informasi secara lebih sederhana dibandingkan LSTM, menjadikannya
lebih cepat dalam proses pelatihan dan lebih hemat sumber daya komputasi. Selain
itu, dibandingkan dengan model GARCH, GRU lebih mampu menangkap pola nonlinear yang kompleks dalam volatilitas kurs, yang sering dipengaruhi oleh berbagai
faktor pasar global yang dinamis.
Untuk volatilitas harga CPO, LSTM terbukti menjadi metode terbaik. Model
ini memiliki dugaan RMSE paling kecil pada data testing sebesar 0,00253 dan
persentase data aktual dalam selang kepercayaan sebesar 78,96%. Model LSTM
juga memiliki keseimbangan antara akurasi dan keandalan dibandingkan metode
lainnya. Dengan arsitektur tiga gerbang utama (input, forget, dan output gate),
LSTM lebih unggul dalam menangkap pola fluktuasi jangka panjang dan hubungan
kompleks dalam volatilitas harga CPO, yang cenderung memiliki pola musiman
serta dipengaruhi oleh faktor fundamental dalam jangka waktu lebih panjang.
Metode CNN dalam penelitian ini menunjukkan performa yang jauh lebih
buruk dibandingkan metode lainnya, baik dalam prediksi volatilitas kurs maupun
harga CPO. Hasil ini menunjukkan bahwa model CNN tidak mampu menangkap
pola volatilitas secara efektif. Hal ini disebabkan oleh karakteristik CNN yang lebih
cocok untuk data spasial, seperti citra, dan kurang optimal dalam menangani
dependensi temporal dalam data deret waktu. Berdasarkan hasil peramalan untuk
30 hari ke depan, volatilitas kurs dan harga CPO diprediksi akan lebih stabil
dibandingkan beberapa lonjakan ekstrem yang terjadi pada periode sebelumnya. The volatility of exchange rates and Crude Palm Oil (CPO) prices is a crucial
factor in economic and financial analysis, particularly for market participants,
investors, and policymakers. High price fluctuations can lead to uncertainty,
impacting trade decisions, investments, and economic policies. Therefore,
developing an accurate volatility prediction model is essential for gaining a better
understanding of market dynamics.
This study aims to evaluate and compare several volatility prediction methods,
namely is GARCH, LSTM, GRU, and CNN, modeling exchange rate and CPO
price volatility. The selection of the best method is based on two main criteria: the
lowest estimated Root Mean Square Error (RMSE) as an indicator of prediction
accuracy and the percentage of actual data within the confidence interval closest to
95%, which reflects the model’s consistency and reliability in predicting volatility.
To achieve this objective, the study follows a series of analytical steps. First,
the optimal hyperparameters for each method are selected to ensure optimal
performance. Next, the optimized models are applied to exchange rate and CPO
price volatility data, which are divided into training and testing datasets. The
evaluation is conducted by comparing the estimated RMSE values and the accuracy
of predictions within the confidence interval to determine the most effective method
in each volatility category.
The results indicate that the best method for predicting exchange rate
volatility is GRU, with an estimated RMSE of 0.0000256 on the testing data and
78.52% of actual data within the confidence interval. This model achieves a balance
between prediction accuracy and consistency, making it superior to other methods.
The main advantage of GRU lies in its efficiency in capturing short-term
dependencies without experiencing the vanishing gradient problem commonly
found in standard RNN models. With two main gates (the update gate and the reset
gate), GRU processes information more simply than LSTM, making it faster in
training and more computationally efficient. Additionally, compared to the
GARCH model, GRU is better at capturing complex nonlinear patterns in exchange
rate volatility, which is often influenced by various dynamic global market factors.
For CPO price volatility, LSTM has proven to be the best method. This model
has the lowest estimated RMSE on testing data at 0.00253 and the highest
percentage of actual data within the confidence interval at 78.96%. LSTM also
demonstrates a balance between accuracy and reliability compared to other methods.
With an architecture consisting of three main gates (input, forget, and output gates),
LSTM excels at capturing long-term fluctuation patterns and complex relationships
in CPO price volatility, which tends to exhibit seasonal patterns and is influenced
by fundamental factors over longer time frames.
In this study, CNN performed significantly worse than the other methods in
predicting both exchange rate and CPO price volatility. These results indicate that
the CNN model is ineffective in capturing volatility patterns. This is due to CNN's
characteristics, which are better suited for spatial data, such as images, and less
optimal for handling temporal dependencies in time-series data. Based on the 30-
day forecasting results, exchange rate and CPO price volatility are predicted to be
more stable compared to some of the extreme spikes observed in previous periods.
