Show simple item record

dc.contributor.advisorNurrochmat, Dodik Ridho
dc.contributor.authorKartika, Ismawati Dwi
dc.date.accessioned2025-03-18T23:59:46Z
dc.date.available2025-03-18T23:59:46Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161433
dc.description.abstractRotan adalah salah satu hasil hutan bukan kayu yang memiliki nilai ekonomi signifikan, terutama di Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah. Tata niaga rotan di wilayah ini terdiri dari satu saluran yang melibatkan pencari rotan, pedagang pengumpul, dan pedagang besar. Data dikumpulkan melalui wawancara dengan 15 pencari rotan menggunakan metode sensus. Analisis dilakukan menggunakan margin tata niaga, farmer’s share, dan rasio keuntungan terhadap biaya. Hasil menunjukkan margin tata niaga sebesar Rp400.000 dan farmer’s share hanya 20%, yang mencerminkan inefisiensi sistem. Nilai rasio keuntungan terhadap biaya memiliki nilai sebesar 0,5 yang termasuk dalam kategori besar bagi pedagang pengumpul maupun pedagang besar. Harga jual rotan yang rendah di tingkat pencari disebabkan oleh monopoli pedagang pengumpul dan minimnya akses informasi pasar. Selain itu, kebijakan pemerintah yang melarang ekspor rotan mentah turut menurunkan daya saing komoditas ini. Penelitian ini menegaskan perlunya penguatan kapasitas pencari rotan dalam pengolahan rotan mentah serta transparansi informasi harga di pasar untuk meningkatkan efisiensi tata niaga dan kesejahteraan masyarakat setempat.
dc.description.abstractRattan is a non-timber forest product with significant economic value, particularly in Kahayan Tengah Subdistrict, Pulang Pisau Regency, Central Kalimantan. The rattan trade system in this area consists of a single channel involving rattan gatherers, middlemen, and wholesalers. Data were collected through interviews with 15 rattan gatherers using the census method. The analysis was conducted using trade margin, farmer’s share, and profit-to-cost ratio. Results revealed a trade margin of IDR 400.000 and a farmer’s share of only 20%, indicating inefficiency in the system. The profit-to-cost ratio value was 0.5, which is relatively high for both middlemen and wholesalers. Low selling prices at the gatherer level were due to the monopolistic practices of middlemen and limited access to market information. Additionally, government policies banning raw rattan exports have further diminished the competitiveness of this commodity. This study highlights the need to strengthen the capacity of rattan gatherers in processing raw rattan and ensuring market price transparency to enhance trade efficiency and improve local community welfare.
dc.description.sponsorship
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleAnalisis Tata Niaga Rotan (Calamus sp.) (Studi Kasus: Kecamatan Kahayan Tengah, Kabupaten Pulang Pisau, Kalimantan Tengah)id
dc.title.alternative
dc.typeSkripsi
dc.subject.keywordEfisiensiid
dc.subject.keywordfarmer's shareid
dc.subject.keywordRasioid
dc.subject.keywordmargin tata niagaid
dc.subject.keywordrotanid


Files in this item

No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record