Analisis Pengelolaan Hutan Mangrove di Teluk Lembar, Kabupaten Lombok Barat
Date
2025Author
Salahuddin, Muhammad Al'awali
Santoso, Nyoto
Hermawan, Rachmad
Metadata
Show full item recordAbstract
Hutan mangrove di Teluk Lembar, Kabupaten Lombok Barat, memiliki peran penting dalam menjaga keseimbangan ekologi dan menyediakan manfaat sosial ekonomi bagi masyarakat. Namun, ekosistem ini menghadapi berbagai tekanan, seperti konversi lahan untuk tambak, penebangan liar, dan pencemaran. Penelitian ini bertujuan untuk mendeskripsikan kondisi hutan mangrove, menganalisis kondisi sosial ekonomi masyarakat dan peran stakeholder, menilai nilai manfaat langsung dari mangrove, serta merumuskan strategi pengelolaan yang berkelanjutan. Penelitian dilakukan dengan metode observasi langsung terhadap ekosistem mangrove, wawancara dengan masyarakat dan stakeholder, serta analisis kuantitatif untuk menjelaskan dari indeks ekologi dan pendekatan SWOT.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa kawasan hutan mangrove di Teluk Lembar terancam akibat konversi lahan, dengan luasnya yang kini hanya tersisa 10,54% dari total luas awal. Meski demikian, lokasi ini memiliki keragaman spesies mangrove sebanyak 14 yaitu: Acanthus ebracteatus, Agisceras floridum, Avicennia alba, Avicennia marina, Avicennia officinalis, Bruguiera gymnorhiza, Ceriops decandra, Ceriops tagal, Lumnitzera racemosa, Rhizophora apiculata, Rhizophora mucronata, Rhizophora stylosa, Sonneratia alba, dan Sonneratia casiolaris. Spesies Avicennia marina memiliki Indeks Nilai Penting (INP) tertinggi, yaitu 127,4%, diikuti oleh Rhizophora mucronata dengan INP sebesar 91% pada kategori pancang dan 55,09% pada kategori semai. Keberadaan mangrove ini masih didukung oleh kondisi lingkungan yang relatif mendukung meskipun telah tercemar logam berat, seperti merkuri (Hg) dengan rata-rata 0,008 mg/L dan tembaga (Cu) sebesar 0,083 mg/L.
Fauna teridentifikasi 53 spesies yang terdiri dari 2 spesies mamalia, 3 spesies reptil, 4 spesies amfibi, dan 44 spesies burung (aves). Kelompok burung mendominasi, sehingga digunakan sebagai parameter dalam perhitungan indeks ekologi. Indeks keanekaragaman (H’) tercatat sebesar 3,2, indeks keseragaman (E) sebesar 0,8, dan indeks dominansi (D) 0,07, yang mengindikasikan ekosistem mangrove ini berada dalam kategori stabil. Berdasarkan analisis status konservasi, sebanyak 52 spesies tercatat dalam kategori LC (Least Concern atau risiko rendah) menurut IUCN (International Union for Conservation of Nature), menunjukkan bahwa sebagian besar fauna masih dalam status yang aman. Namun, satu spesies, yaitu monyet ekor panjang (Macaca fascicularis), memiliki status EN (Endangered atau terancam punah). Selain itu, terdapat lima spesies yang memiliki status perlindungan berdasarkan Permen LHK No. 20 Tahun 2018 adalah kuntul besar, cerek jawa, trinil lumpur asia, gajahan kecil dan gajahan penggala. Apendiks CITES terdapat beberapa spesies penting, seperti monyet ekor panjang, biawak air asia (Varanus salvator), dan tikus got (Rattus norvegicus) berada dalam daftar perlindungan internasional.
Pengelolaan mangrove di Teluk Lembar telah berkembang dari pengelolaan tradisional menuju konservasi yang modern, terutama setelah kesadaran pentingnya pelestarian meningkat sejak tahun 2000-an. Upaya konservasi mencakup
rehabilitasi, penanaman kembali, dan pengembangan ekowisata. Kawasan ini kini diatur dalam Rencana Tata Ruang Wilayah (RTRW) sebagai area perlindungan ekosistem sekaligus budidaya. Pengelolaan melibatkan Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kabupaten Lombok Barat, Dinas Pariwisata, Dinas Kelautan dan Perikanan, serta Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) yang mempromosikan ekowisata dan konservasi dengan dukungan pemerintah serta kelompok masyarakat lokal.
Secara sosial dan ekonomi, jumlah penduduk di lokasi penelitian pada tahun 2023 mencapai 33.605 jiwa, terdiri dari 16.735 laki-laki dan 16.870 perempuan. Sebagian besar penduduk belum bekerja, dengan rata-rata pendidikan hanya sampai tingkat sekolah dasar, dan pendapatan berkisar antara Rp1.000.000 hingga Rp1.200.000 per bulan. Persepsi masyarakat terhadap pengelolaan hutan mangrove menunjukkan kesadaran yang tinggi akan fungsi ekologi, ekonomi, dan pengelolaan kawasan. Namun, mereka menilai bahwa penegakan hukum serta keterlibatan perusahaan lokal dalam pengelolaan kawasan masih kurang. Stakeholder yang terlibat dalam pengelolaan mangrove di Teluk Lembar berjumlah 21 pihak, termasuk pemerintah daerah, lembaga konservasi, komunitas lokal, sektor swasta, dan akademisi. Tingkat kepentingan dan pengaruh mereka bervariasi. Badan Perencanaan Pembangunan Daerah (BAPPEDA) memiliki pengaruh besar meski tingkat kepentingannya rendah, dengan peran utama dalam perencanaan kebijakan.
Nilai manfaat dari hasil tangkapan ikan dari perorangan adalah tertinggi ditemukan di Cendi Manik sebesar Rp5.640.000, sedangkan nilai terendah terdapat di Eyat Mayang dengan Rp2.880.000 per bulan. Nilai manfaat kepiting dari perorangan tertinggi di Cendi Manik sebesar Rp5.580.000 per bulan, dan terendah adalah Cemare sebesar Rp2.145.000 perbulan. Nilai manfaat langsung udang dari perorangan yang tertinggi adalah Cendi Manik Rp2.750.000 per bulan, sedangkan terendah di Cemare Rp990.000 per bulan. Selanjutnya nilai manfaat langsung udang dari perorangan tertinggi yakni di Cendi manik mencapai Rp900.000 per bulan, sedangkan yang terendah adalah di Cemara Rp140.000 per bulan. Analisis faktor IFAS dan EFAS, posisi pengelolaan berada pada kuadran I (X = 2,02; Y = 2,08) dalam matriks SPACE, yang menunjukkan perlunya memaksimalkan kekuatan untuk memanfaatkan peluang secara optimal. Strategi yang direkomendasikan meliputi: 1) pemanfaatan keanekaragaman hayati untuk pengembangan ekowisata dan rehabilitasi ekosistem, 2) penguatan kolaborasi multi stakeholder untuk pengelolaan berkelanjutan, 3) pengembangan ekonomi berkelanjutan melalui produk mangrove dan karbon kredit. Strategi ini diharapkan dapat meningkatkan kesejahteraan ekonomi masyarakat lokal sekaligus mendukung upaya mitigasi perubahan iklim dan konservasi lingkungan.
Collections
- MT - Forestry [1444]