Show simple item record

dc.contributor.advisorHarianto
dc.contributor.advisorPambudy, Rachmat
dc.contributor.authorSiahaan, Yosua Partahian
dc.date.accessioned2025-03-06T02:14:32Z
dc.date.available2025-03-06T02:14:32Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161353
dc.description.abstractKaret alam merupakan komoditas ekspor yang mampu memberikan kontribusi dalam upaya peningkatan devisa Indonesia di pasar karet alam dunia dengan nilai ekspor karet dan barang dari karet Indonesia sebesar US$6,40 miliar pada 2022 (Badan Pusat Statistik 2023). Ketatnya persaingan komoditas karet alam antara Indonesia dengan negara pesaing menunjukkan bahwa peningkatan daya saing diperlukan untuk menjaga agar karet alam Indonesia dapat tetap bersaing di pasar dunia. Hasil produksi karet negara di Indonesia didominasi oleh para petani kecil. Produksi karet menurut status kepemilikan didominasi oleh perkebunan rakyat dengan jumlah produksi 2,84 juta ton (92,81 persen), sedangkan perkebunan besar negara 131,55 ribu ton (4,32 persen) dan perkebunan swasta 87,51 ribu ton (2,87 persen) dari total produksi 3,04 juta ton. Oleh karena itu, perkebunan Pemerintah dan swasta memiliki peran yang kecil dalam industri karet domestik (Direktorat Jenderal Perkebunan Kementerian Pertanian Republik Indonesia 2023). Hal ini menyebabkan usahatani karet di Indonesia menjadi sangat dinamis. Budidaya karet menyebar di sebagian besar provinsi di Indonesia. Berdasarkan data luas areal dan produksi karet di Indonesia rata-rata tahun 2018-2022 terdapat 6 provinsi sentra produksi yang mempunyai kontribusi kumulatif pada tahun 2022 hingga mencapai 71,86 persen. Provinsi tersebut adalah Sumatera Selatan, Jambi, Kalimantan Barat, Sumatera Utara, Riau, dan Kalimantan Tengah. Berdasarkan data Badan Pusat Statistik (2024), tahun 2022-2023 menunjukkan pengurangan luas lahan karet di seluruh daerah sentra produksi yang cukup signifikan. Provinsi Sumatera Selatan mengalami pengurangan luas lahan yakni 112.352 ha atau 12,68 persen. Produksi karet di Indonesia mencapai 3,14 juta ton pada 2022. Sumatera Selatan mencatatkan produksi karet terbesar, yakni 1.206.192 ton. Melihat masalah alih fungsi lahan karet ini dalam perspektif agribisnis sebagai sejumlah usaha yang terangkai dalam suatu sistem maka kinerja masing-masing subsistem dalam sistem agribisnis akan sangat berkaitan dengan subsistem lain. Fenomena alih fungsi lahan karet ini menyebabkan produksi lahan karet akan menurun (Nugraha et al. 2018). Kemudian sebagai sebuah sistem yang tidak dapat dipisahkan dengan subsistem hilir atau pengolahan, turunnya produksi karet ini akan mengakibatkan gejolak pada subsistem hilir. Sebanyak 45 pabrik karet remah tutup lima tahun terakhir. Jumlah itu diprediksi akan bertambah seiring menurunnya pasokan bahan baku. Sehingga melihat masalah pada subsistem on farm ini perlu ditinjau bagaimana keberlanjutan usahatani yang ada pada petani. Berdasarkan hal tersebut, penelitian tentang status keberlanjutan perkebunan karet rakyat di Indonesia penting dilakukan. Terciptanya keberlanjutan usahatani perkebunan karet rakyat di Indonesia diharapkan mampu memecahkan permasalahan-permasalahan mengenai perkebunan karet rakyat dari dimensi ekonomi, ekologi, dan dimensi sosial budaya dengan masing-masing atribut yang ada di setiap dimensinya. Adapun hal yang ingin dikaji oleh peneliti adalah analisis keberlanjutan dari usahatani karet di daerah sentra produksi karet. Berdasarkan permasalahan yang ada, penelitian ini memiliki tujuan diantaranya: 1) Menganalisis persepsi petani terhadap usahatani karet dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan; 2) Menganalisis pendapatan usahatani karet dan faktor-faktor yang mempengaruhinya di Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Sumatera Selatan; 3) Menganalisis status keberlanjutan usahatani karet di Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim. Pengambilan data penelitian dilakukan pada bulan Oktober-Desember 2023 dan mendapatkan responden yang berpartisipasi secara sukarela sebanyak 112 responden petani dan 6 key persons. Data dianalisis menggunakan analisis deskriptif, analisis skala likert, analisis korelasi rank spearman, analisis pendapatan, analisis regresi linear berganda dan analisis MDS (Multidimensional Scaling) dengan metode Rapid Appraisal for Fisheries (rapfish). Pengolahan data menggunakan alat bantu R Studio. Hasil penelitian menunjukkan jumlah akhir penilaian persepi petani terhadap aspek ekonomi, aspek teknis, dan aspek lingkungan usahatani karet secara keseluruhan adalah cukup baik dengan skor 2,70 (1,00-5,00). Skor penilaian ini menunjukkan bahwa petani merasa kegiatan usahatani karet mampu memberikan keuntungan ekonomi yang cukup memadai, memiliki teknik budidaya yang dapat dikelola dengan cukup baik, serta kondisi lingkungan yang cukup mendukung usahatani karet. Nilai signifikan p-value antara faktor pendidikan petani dengan persepsi petani terhadap usahatani adalah sebesar 0,003352 (kurang dari 0,05) yang berarti juga terdapat korelasi yang signifikan antara persepsi petani dengan pendidikan petani. Sedangkan faktor lain seperti biaya usahatani, pendapatan usahatani, luas lahan, harga karet, pengalaman usahatani, curahan kerja, dan umur petani tidak berkorelasi secara signifikan dengan persepsi petani terhadap usahatani karet. Pendapatan atas biaya tunai dan pendapatan atas biaya total pada kelompok umur tanaman produktif (10,1-15 tahun) paling besar dibandingkan kelompok umur tanaman lainnya. Kelompok umur tanaman 10,1-15 tahun menghasilkan pendapatan atas biaya tunai usahatani sebesar Rp 1.921.273 per ha dan pendapatan atas biaya total sebesar Rp 1.476.425 per ha. Kelompok umur tanaman lebih dari 20 tahun menghasilkan pendapatan atas biaya tunai usahatani paling rendah sebesar Rp 1.115.056 per ha dan pendapatan atas biaya total sebesar paling rendah Rp 700.224 per ha. Secara keseluruhan R/C rasio atas biaya tunai dan atas biaya total pada seluruh kelompok tanaman menunjukkan hasil yang baik dengan rasio R/C > 1. Model Weighted least squares (WLS) yang dibuat sudah cukup kuat dalam menjelaskan variasi pada pendapatan bulanan (96 persen). Model ini menunjukkan hubungan yang signifikan antara beberapa variabel independen seperti produksi per bulan per hektare, harga karet, luas lahan, dan curahan tenaga kerja terhadap pendapatan bulanan. Dengan demikian, dapat diketahui bahwa peningkatan produksi, harga karet, dan luas lahan secara signifikan berkontribusi terhadap peningkatan pendapatan bulanan petani karet. Usahatani karet di Kecamatan Lubai memiliki status kurang berkelanjutan. Hasil analisis yang paling berpengaruh paling besar terhadap keberlanjutan usahatani karet yaitu pengetahuan dan penggunaan Legume Cover Crops (LCC), biaya usahatani karet, dan fasilitas pendidikan.
dc.description.sponsorship
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleKeberlanjutan Usahatani Karet di Kecamatan Lubai Kabupaten Muara Enim Provinsi Sumatera Selatan.id
dc.title.alternative
dc.typeTesis
dc.subject.keywordKeberlanjutanid
dc.subject.keywordkaretid
dc.subject.keywordpendapatan usahataniid
dc.subject.keywordPersepsiid


Files in this item

No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]
No Thumbnail [100%x80]

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record