Cendawan Kompleks Penyebab Hawar Daun Lengkuas (Alpinia galanga L.) dan Perkembangan Penyakitnya secara Temporal-Spasial.
Date
2025Author
Katriana, Ega
Tondok, Efi Toding
Mutaqin, Kikin Hamzah
Metadata
Show full item recordAbstract
Lengkuas (Alpina galangga L.) merupakan tanaman tropis yang tergolong dalam tanaman rempah dan obat-obatan. Komoditas ini menjadi salah satu prioritas pengembangan tanaman obat di Indonesia. Prospek budidaya lengkuas saat ini terbuka lebar seiring berkembangnya industri biofarmaka, industri makanan dan minuman bahkan industri kosmetik, baik di dalam maupun di luar negeri. Tingginya permintaan terhadap lengkuas sebagai tanaman rempah dan obat tidak sejalan dengan pertumbuhan produksinya yang terus mengalami fluktuasi setiap tahun. Ketidak stabilan produksi dapat dipengaruhi oleh berbagai faktor, salah satunya adalah intervensi Organisme Penggangu Tanaman (OPT).
Hawar daun telah dilaporkan sebagai salah satu OPT pada tanaman temu-temuan, termasuk lengkuas. Penyakit yang menyerang daun dapat menurunkan kualitas tanaman sehingga dapat menyebabkan kematian pada tanaman. Informasi mengenai penyebaran penyakit hawar daun pada tanaman lengkuas masih sangat sedikit, sedang informasi tersebut diperlukan sebagai dasar penyusunan pengendalian yang tepat. Penelitian ini bertujuan mendeskripsikan morfologi cendawan patogen, serta menggambarkan perkembangan penyakit hawar daun secara temporal dan spasial, , diagnosis penyebab penyakit mengikuti Postulat Koch, dan identifikasi cendawan patogen secara morfologi dan molekuler. Penelitian dilaksanakan di Laboratorium Mikologi dan Laboratorium Bakteriologi Departemen Proteksi Tanaman, dan lahan lengkuas milik petani di Kabupaten Bekasi, Jawa Barat.
Pengamatan langsung dengan mikroskop pada daun bergejala hawar ditemukan banyak konidia cendawan yang secara morfologi diduga adalah Pyriculariopsis sp. Isolat yang berhasil diisolasi dari bagian daun bergejala adalah cendawan A adalah Curvularia lunata., cendawan B adalah Fusarium sp., cendawan C adalah Colletorichum tropichale setelah diidentifikasi secara morfologi dan molekuler. Koloni cendawan tersebut memiliki pertumbuhan konsentris pada media PDA. Hasil pengukuran diameter koloni pada berbagai media untuk menumbuhkan cendawan yang di dapatkan, cendawan A memiliki koloni berwaran hitam, tumbuh menyebar beraturan dan tekstrure seperti kapas. Hifa bersekat dan tebal, bentu konidia Obovoid, melengkung, berdinding tebal, jumlah sekat 2-3, panjang 19- 22,43 µm. Cendawan B memiliki koloni berwarna putih kekuningan, tumbuh menyebar beraturan, tekstur membentuk seperti kapas. Hifa bersekat dan hialin. Konidia lurus sedikit membengkok jumlah sekat 2-3, panjang 17- 18,33 µm. Cendawan C memiliki koloni berwaran putih keabuan tumbuh menyebar beraturan, tekstur kapas. Hifa bersekat, dan hialin, konidia berbentuk bulat memanjang, jumlah sekat 1-4, panjang 2,5- 6,39 µm. Pertumbuhan diameter koloni cendawan menunjukkan pertumbuhan yang berbeda. Cendawan Fusarium sp. dan Colletotrichum tropicalle ini pertumbuhan koloni yang paling cepat pada media CMA, dan OMA. Sedangkan pertumbuhan yang paling lama dari beberapa media tersebut ini adalah martin agar. Pada cendawan Curvularia lunata, ini pertumbuhan koloni yang paling cepat pada media PDA, dan CMA. Sedangkan pertumbuhan yang paling lama dari media tersebut ini adalah martin agar.
Pengamatan perkembangan penyakit di lapangan dilakukan dengan pengamatan langsung dan menggunakan citra drone sebagai pendukung untuk implementasi sebaran penyakit tanaman di lapangan.. Pengamatan insidensi penyakit hawar daun (IC) awal di Lahan A (tanaman berumur 1 bulan) menunjukkan nilai insidensi terendah sebesar 36,8%. Sebaliknya, Lahan B (4 bulan), C (6 bulan) dan D (10 bulan) menunjukkan IC sebesar 100%. Dengan demikian, dapat disimpulkan bahwa semua tanaman di lahan B, C dan D terinfeksi oleh hawar daun. Tingkat severitas penyakit hawar daun paling tinggi di lahan C. Severitas penyakit di lahan A meningkat secara signifikan dari minggu kedua hingga kelima pengamatan. Tingkat severitas penyakit di lahan B cenderung stabil dari minggu pertama hingga ketiga pengamatan, diikuti oleh peningkatan pada minggu keempat dan kelima. Pola serupa diamati di lahan C, di mana tingkat severitas penyakit awalnya stabil pada minggu pertama dan kemudian meningkat pada minggu keempat dan kelima. Pola perkembangan penyakit di lahan A mengikuti pola monomolekuler yang artinya inokulum patogen di lahan A terutama berasal dari luar lahan terbawa angin, terbawa umbi bibit ataupun inoculum dari sisa-sisa tanaman sakit di lahan A dalam jumlah yang sedikit. Sedangkan pada lahan B, C dan D, perkembangan penyakitnya mengikuti pola perkembangan logistik dengan sumber utama inokulum patogen berasal dari inokulum sekunder yang dihasilkan oleh tanaman sakit di dalam lahan itu sendiri. Hal ini terlihat pada pola spasial yang mengelompok di titik-titik tertentu. Seiring berlanjutnya periode pengamatan, prevalensi tingkat severitas penyakit meningkat. Luas di bawah kurva perkembangan penyakit (AUDPC) berkorelasi positif dengan kehilangan hasil hinggan 68%. Data-data mengenai epidemiologi penyakit hawar daun pada tanaman lengkuas perlu dikumpulkan untuk dapat menentukan strategi pengendalian yang efektif.
Collections
- MT - Agriculture [3840]