Show simple item record

dc.contributor.advisorTondok, Efi Toding
dc.contributor.advisorHendrastuti, Elisabeth Sri
dc.contributor.advisorDinarti, Diny
dc.contributor.authorSari, Rahmah Dian
dc.date.accessioned2025-01-31T11:18:57Z
dc.date.available2025-01-31T11:18:57Z
dc.date.issued2025
dc.identifier.urihttp://repository.ipb.ac.id/handle/123456789/161214
dc.description.abstractBawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Bawang merah memiliki nilai ekonomi yang tinggi, banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masakan serta memiliki fungsi sebagai bahan obat tradisional. Ada beberapa hal yang menjadi perhatian penting dalam budi daya bawang merah, salah satunya adalah gangguan penyakit. Dilaporkan bahwa penyakit yang menginfeksi tanaman bawang merah dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 20%-100%. Salah satu penyakit utama pada bawang merah adalah penyakit busuk pangkal batang atau ‘moler’ yang disebabkan oleh cendawan dari genus Fusarium. Penyakit mosaik yang disebabkan oleh infeksi virus dari genus Potyvirus, Carlavirus, dan Allexivirus juga dilaporkan menjadi kendala dalam budi daya bawang merah. Penyakit busuk pangkal batang dan penyakit mosaik bersifat tular benih dan memiliki kisaran inang yang luas. Selain itu, penyakit busuk pangkal batang memiliki sumber inokulum di lapangan karena Fusarium sp. bersifat soil borne sedangkan penyakit mosaik dapat ditularkan secara mekanis dan ditularkan oleh vektor. Salah satu strategi pengendalian terbaik yaitu memperoleh benih bebas virus dan yang tahan terhadap Fusarium oxysporum. Oleh karena itu penelitian dilakukan untuk memperoleh umbi bawang merah bebas virus dengan metode kultur in vitro dan menginduksi pertumbuhan dan ketahanan umbi menggunakan mikrob endofit (Bacillus siamensis, Chaetomium sp., Curvularia lunata dan Trichoderma asperellum) terhadap F. oxysporum. Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu (1) penapisan umbi terinfeksi virus melalui deteksi serologi yaitu metode ELISA menggunakan antibodi spesifik OYDV, SYSV, SLV, dan GCLV; (2) isolasi Fusarium menggunakan medium WA dan pemurnian menggunakan medium ADK, identifikasi F. oxysporum dilakukan dengan cara mengamati karakteristik morfologi dan secara molekuler menggunakan dua pasang primer (ITS1/ITS4 dan FOF1/FOR1), uji patogenesitas menggunakan umbi bawang merah, seleksi mikrob endofit dilakukan secara in vitro (uji koloni ganda dan uji produksi SOV) dan secara iv vivo; (3) propagasi umbi bawang merah dengan metode kombinasi kultur meristem dan termoterapi; (4) deteksi tunas dan umbi planlet bawang merah secara molekuler menggunakan primer spesifik OYDV SYSV, LYSV, SLV, dan GCLV serta induksi mikrob endofit pada umbi planlet dilakukan dengan pemberian mikrob endofit pada masa aklimatisasi. Enam isolat cendawan penyebab penyakit busuk pangkal batang yang berhasil diisolasi dari lapangan menunjukkan karakteristik morfologi yang sama dengan Fusarium sp. Berdasarkan identifikasi secara molekuler menunjukkan bahwa satu isolat merupakan spesies F. oxysporum, dua isolat F. solani dan tiga isolat F. acutatum. Uji patogenesitas menunjukkan bahwa enam isolat tersebut 6 bersifat patogen (virulens). Selanjutnya, isolat F. oxysporum digunakan sebagai bahan uji dalam seleksi mikrob endofit. Hasil uji koloni ganda menunjukkan bahwa B. siamensis mampu menyebabkan lisis dan pembengkakan pada hifa F. oxysporum, sementara Chaetomium sp., C. lunata, T. asperellum mampu menyebabkan lisis dan hiperparasit terhadap hifa F. oxysporum. Berdasarkan pengukuran tingkat hambatan pertumbuhan F. oxysporum pada uji koloni ganda diketahui bahwa perlakuan terbaik yaitu T. asperellum, sedangkan berdasarkan tingkat hambatan relatif (THR) pada uji produksi SOV perlakuan terbaik yaitu perlakuan B. siamensis. Pada uji secara in vivo menunjukkan bahwa perlakuan terbaik dalam menginduksi pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yaitu B. siamensis dan Chaetomium sp. dan perlakuan terbaik dalam menginduksi pertumbuhan akar yaitu T. asperellum. Mikrob endofit yang mampu menekan insidensi penyakit busuk pangkal batang yaitu Chaetomium sp. dan T. asperellum. Umbi bawang merah yang ditumbuhkan di laboratorium menunjukkan gejala malformasi, mosaik hijau, dan mosaik kuning. Hasil deteksi ELISA menunjukkan bahwa umbi bawang merah terinfeksi OYDV, SYSV, SLV, dan GCLV. Persentase infeksi virus pada kultivar Bima Brebes, Batu Ijo, dan Thailand yaitu berturut-turut sebesar 60%, 50%, 60% terinfeksi OYDV; 70%, 80%, 50% terinfeksi SYSV; 60%, 60%, 80% terinfeksi SLV, dan 40%, 80%, 90% terinfeksi GCLV. Rata-rata infeksi virus pada kultivar Bima Brebes, Batu Ijo, dan Thailand secara berturut-turut sebesar 57,5%, 67,5%, dan 70,0%. Pada percobaan kultur in vitro menunjukkan bahwa kombinasi kultur meristem dan termoterapi memberikan hasil yang berbeda untuk masing-masing kultivar bawang merah. Perlakuan suhu yang terbaik untuk persentase tunas yang tumbuh adalah 25 ºC untuk kultivar Bima Brebes dan Batu Ijo, dan 30 ºC pada kultivar Thailand. Pengaruh suhu terhadap tinggi tunas terbaik yaitu pada suhu 37 ºC untuk tiga kultivar bawang merah, sedangkan terhadap jumlah daun tunas bawang merah yang terbaik yaitu pada suhu 37 ºC untuk kultivar Bima Brebes dan Batu Ijo, serta pada suhu 25 ºC untuk kultivar Thailand. Perlakuan suhu yang terbaik untuk persentase tumbuh tunas bawang merah pada media perbanyakan adalah 37 ºC untuk kultivar Bima Brebes dan Batu Ijo, serta 25 ºC untuk kultivar Thailand. Perlakuan kombinasi kultur meristem dan termoterapi mampu mengeliminasi beberapa virus pada umbi bawang merah. Pada kultivar Bima Brebes dan Thailand mampu mengeliminasi OYDV, LYSV, SLV dan GCLV; sedangkan pada kultivar Batu Ijo mampu mengeliminasi OYDV, LYSV, dan GCLV. Deteksi virus pada tunas bawang merah pada tahap pertumbuhan di media perbanyakan dan umbi planlet bawang merah menunjukkan bahwa OYDV, LYSV, dan GCLV tidak terdeteksi pada kultivar Bima Brebes, Batu Ijo, dan Thailand, namun SYSV dan SLV terdeteksi. Induksi mikrob endofit pada masa aklimatisasi umbi bawang merah menunjukkan bahwa perlakuan terbaik pada kultivar Bima Brebes dan Thailand adalah T. asperellum, yaitu berdasarkan tinggi dan jumlah daun pada umbi mikro. Perlakuan mikrob endofit pada kultivar Batu Ijo tidak memberikan pengaruh yang lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol. Hasil penelitian ini mengkonfirmasi F. oxysporum. F. solani, dan F. acutatum berasosiasi dengan penyakit busuk pangkal batang. Selain itu dibuktikan bahwa 7 umbi benih bawang merah mengandung OYDV, SYSV, SLV, dan GCLV. Pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menentukan langkah pengendalian penyakit bawang merah, diantaranya melalui induksi ketahanan tanaman dan penyediaan umbi bebas patogen (virus). Mikrob endofit B. siamensis, Chaetomium sp., C. lunata, dan T. asperellum dapat direkomendasikan sebagai agens penginduksi ketahanan dan pertumbuhan tanaman. Perlakuan kombinasi kultur meristem dan termoterapi dapat direkomendasikan untuk produksi umbi bebas virus.
dc.description.sponsorship
dc.language.isoid
dc.publisherIPB Universityid
dc.titleInduksi Ketahanan Planlet Bawang Merah Bebas Virus terhadap Fusarium oxysporum Menggunakan Mikrob Endofitid
dc.title.alternative
dc.typeTesis
dc.subject.keywordbusuk pangkal batangid
dc.subject.keywordIdentifikasiid
dc.subject.keywordkultur meristemid
dc.subject.keywordtermoterapiid


Files in this item

Thumbnail
Thumbnail
Thumbnail

This item appears in the following Collection(s)

Show simple item record