dc.description.abstract | Bawang merah merupakan salah satu komoditas sayuran penting di Indonesia
yang banyak dibudidayakan oleh masyarakat. Bawang merah memiliki nilai
ekonomi yang tinggi, banyak dimanfaatkan sebagai bahan bumbu masakan serta
memiliki fungsi sebagai bahan obat tradisional. Ada beberapa hal yang menjadi
perhatian penting dalam budi daya bawang merah, salah satunya adalah gangguan
penyakit. Dilaporkan bahwa penyakit yang menginfeksi tanaman bawang merah
dapat menyebabkan kehilangan hasil sebesar 20%-100%. Salah satu penyakit
utama pada bawang merah adalah penyakit busuk pangkal batang atau ‘moler’ yang
disebabkan oleh cendawan dari genus Fusarium. Penyakit mosaik yang disebabkan
oleh infeksi virus dari genus Potyvirus, Carlavirus, dan Allexivirus juga dilaporkan
menjadi kendala dalam budi daya bawang merah.
Penyakit busuk pangkal batang dan penyakit mosaik bersifat tular benih dan
memiliki kisaran inang yang luas. Selain itu, penyakit busuk pangkal batang
memiliki sumber inokulum di lapangan karena Fusarium sp. bersifat soil borne
sedangkan penyakit mosaik dapat ditularkan secara mekanis dan ditularkan oleh
vektor. Salah satu strategi pengendalian terbaik yaitu memperoleh benih bebas virus
dan yang tahan terhadap Fusarium oxysporum. Oleh karena itu penelitian dilakukan
untuk memperoleh umbi bawang merah bebas virus dengan metode kultur in vitro
dan menginduksi pertumbuhan dan ketahanan umbi menggunakan mikrob endofit
(Bacillus siamensis, Chaetomium sp., Curvularia lunata dan Trichoderma
asperellum) terhadap F. oxysporum.
Penelitian dilakukan melalui empat tahapan, yaitu (1) penapisan umbi
terinfeksi virus melalui deteksi serologi yaitu metode ELISA menggunakan
antibodi spesifik OYDV, SYSV, SLV, dan GCLV; (2) isolasi Fusarium
menggunakan medium WA dan pemurnian menggunakan medium ADK,
identifikasi F. oxysporum dilakukan dengan cara mengamati karakteristik
morfologi dan secara molekuler menggunakan dua pasang primer (ITS1/ITS4 dan
FOF1/FOR1), uji patogenesitas menggunakan umbi bawang merah, seleksi mikrob
endofit dilakukan secara in vitro (uji koloni ganda dan uji produksi SOV) dan secara
iv vivo; (3) propagasi umbi bawang merah dengan metode kombinasi kultur
meristem dan termoterapi; (4) deteksi tunas dan umbi planlet bawang merah secara
molekuler menggunakan primer spesifik OYDV SYSV, LYSV, SLV, dan GCLV
serta induksi mikrob endofit pada umbi planlet dilakukan dengan pemberian mikrob
endofit pada masa aklimatisasi.
Enam isolat cendawan penyebab penyakit busuk pangkal batang yang
berhasil diisolasi dari lapangan menunjukkan karakteristik morfologi yang sama
dengan Fusarium sp. Berdasarkan identifikasi secara molekuler menunjukkan
bahwa satu isolat merupakan spesies F. oxysporum, dua isolat F. solani dan tiga
isolat F. acutatum. Uji patogenesitas menunjukkan bahwa enam isolat tersebut
6
bersifat patogen (virulens). Selanjutnya, isolat F. oxysporum digunakan sebagai
bahan uji dalam seleksi mikrob endofit. Hasil uji koloni ganda menunjukkan bahwa
B. siamensis mampu menyebabkan lisis dan pembengkakan pada hifa F.
oxysporum, sementara Chaetomium sp., C. lunata, T. asperellum mampu
menyebabkan lisis dan hiperparasit terhadap hifa F. oxysporum. Berdasarkan
pengukuran tingkat hambatan pertumbuhan F. oxysporum pada uji koloni ganda
diketahui bahwa perlakuan terbaik yaitu T. asperellum, sedangkan berdasarkan
tingkat hambatan relatif (THR) pada uji produksi SOV perlakuan terbaik yaitu
perlakuan B. siamensis. Pada uji secara in vivo menunjukkan bahwa perlakuan
terbaik dalam menginduksi pertumbuhan tinggi dan jumlah daun yaitu B. siamensis
dan Chaetomium sp. dan perlakuan terbaik dalam menginduksi pertumbuhan akar
yaitu T. asperellum. Mikrob endofit yang mampu menekan insidensi penyakit
busuk pangkal batang yaitu Chaetomium sp. dan T. asperellum.
Umbi bawang merah yang ditumbuhkan di laboratorium menunjukkan gejala
malformasi, mosaik hijau, dan mosaik kuning. Hasil deteksi ELISA menunjukkan
bahwa umbi bawang merah terinfeksi OYDV, SYSV, SLV, dan GCLV. Persentase
infeksi virus pada kultivar Bima Brebes, Batu Ijo, dan Thailand yaitu berturut-turut
sebesar 60%, 50%, 60% terinfeksi OYDV; 70%, 80%, 50% terinfeksi SYSV; 60%,
60%, 80% terinfeksi SLV, dan 40%, 80%, 90% terinfeksi GCLV. Rata-rata infeksi
virus pada kultivar Bima Brebes, Batu Ijo, dan Thailand secara berturut-turut
sebesar 57,5%, 67,5%, dan 70,0%.
Pada percobaan kultur in vitro menunjukkan bahwa kombinasi kultur
meristem dan termoterapi memberikan hasil yang berbeda untuk masing-masing
kultivar bawang merah. Perlakuan suhu yang terbaik untuk persentase tunas yang
tumbuh adalah 25 ºC untuk kultivar Bima Brebes dan Batu Ijo, dan 30 ºC pada
kultivar Thailand. Pengaruh suhu terhadap tinggi tunas terbaik yaitu pada suhu 37
ºC untuk tiga kultivar bawang merah, sedangkan terhadap jumlah daun tunas
bawang merah yang terbaik yaitu pada suhu 37 ºC untuk kultivar Bima Brebes dan
Batu Ijo, serta pada suhu 25 ºC untuk kultivar Thailand. Perlakuan suhu yang
terbaik untuk persentase tumbuh tunas bawang merah pada media perbanyakan
adalah 37 ºC untuk kultivar Bima Brebes dan Batu Ijo, serta 25 ºC untuk kultivar
Thailand.
Perlakuan kombinasi kultur meristem dan termoterapi mampu mengeliminasi
beberapa virus pada umbi bawang merah. Pada kultivar Bima Brebes dan Thailand
mampu mengeliminasi OYDV, LYSV, SLV dan GCLV; sedangkan pada kultivar
Batu Ijo mampu mengeliminasi OYDV, LYSV, dan GCLV. Deteksi virus pada
tunas bawang merah pada tahap pertumbuhan di media perbanyakan dan umbi
planlet bawang merah menunjukkan bahwa OYDV, LYSV, dan GCLV tidak
terdeteksi pada kultivar Bima Brebes, Batu Ijo, dan Thailand, namun SYSV dan
SLV terdeteksi. Induksi mikrob endofit pada masa aklimatisasi umbi bawang merah
menunjukkan bahwa perlakuan terbaik pada kultivar Bima Brebes dan Thailand
adalah T. asperellum, yaitu berdasarkan tinggi dan jumlah daun pada umbi mikro.
Perlakuan mikrob endofit pada kultivar Batu Ijo tidak memberikan pengaruh yang
lebih baik dibandingkan perlakuan kontrol.
Hasil penelitian ini mengkonfirmasi F. oxysporum. F. solani, dan F. acutatum
berasosiasi dengan penyakit busuk pangkal batang. Selain itu dibuktikan bahwa
7
umbi benih bawang merah mengandung OYDV, SYSV, SLV, dan GCLV.
Pengetahuan tersebut dapat digunakan untuk menentukan langkah pengendalian
penyakit bawang merah, diantaranya melalui induksi ketahanan tanaman dan
penyediaan umbi bebas patogen (virus). Mikrob endofit B. siamensis, Chaetomium
sp., C. lunata, dan T. asperellum dapat direkomendasikan sebagai agens
penginduksi ketahanan dan pertumbuhan tanaman. Perlakuan kombinasi kultur
meristem dan termoterapi dapat direkomendasikan untuk produksi umbi bebas
virus. | |