Kinerja Produksi dan Analisis Finansial Pendederan Glass Eel Ikan Sidat (Anguilla bicolor) Sistem Resirkulasi dengan Padat Tebar Berbeda.
Abstract
Permintaan ikan sidat sangat tinggi. Glass eel merupakan stadia paling awal
yang bisa dimanfaatkan untuk budidaya. Oleh karena itu, produktivitas pada tahap
pendederan sangat penting untuk mendukung kelangsungan usaha budidaya ikan
sidat. Jumlah hasil tangkapan glass eel dalam satu tahun berfluktuasi. pada saat
jumlah glass eel yang tersedia tinggi, pembudidaya dapat memanfaatkan
ketersediaan benih untuk meningkatkan produktivitas dengan cara intensifikasi.
Upaya peningkatan padat tebar dapat menjadi solusi memaksimalkan benih yang
tersedia dengan fasilitas budidaya yang ada. Studi terdahulu mengindikasikan
bahwa padat tebar berpeluang untuk ditingkatkan namun terbatas pada kajian
produksinya saja tanpa memperhitungkan nilai ekonomi (analisis finansial). Untuk
itu pada penelitian ini dilakukan kajian mengenai upaya peningkatan produktivitas
melalui penerapan padat tebar 1, 2, dan 3 g L-1 serta dilakukan analisis finansial
usaha pendederan glass eel. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis kinerja
produksi dan finansial pada pendederan glass eel sistem resirkulasi dengan padat
tebar 1 g L-1, 2 g L-1, dan 3 g L-1.
Penelitian dilakukan selama 60 hari menggunakan rancangan acak lengkap
(RAL) dengan 3 perlakuan dan 5 ulangan. Untuk mendukung kualitas air,
digunakan sistem RAS denga filter terdiri dari kapas sintetis (dakron), biomate,
zeolit, karang jahe, dan bioball. Ikan sidat yang digunakan pada penelitian ini
adalah stadia glass eel dengan bobot 0,16±0,01 g yang berasal dari muara Sungai
Cimandiri, Palabuhanratu, Sukabumi, Jawa Barat. Pada awal pemeliharaan (H0
H5), glass eel diberi pakan berupa artemia secara ad libitum dan pada H6-H15
diberi pakan berupa cacing sutra dengan FR 20%. Pada H15-H20, glass eel
adaptasikan dengan pakan berbentuk pasta dengan cara memberi cacing sutra FR
10% dan pasta FR 3%. Selanjutnya pada H20-H60, glass eel diberi pasta dengan
FR 5%. Pasta yang digunakan merupakan pakan sidat komersial berbentuk tepung
dengan kandungan protein 46,59% yang kemudian dibentuk menjadi pasta.
Hasil penelitian ini menunjukkan tingkat kelangsungan hidup yang cukup
tinggi, peningkatan padat tebar hingga 3 g L?¹ menunjukkan TKH terendah dengan
nilai sebesar 67,067% (p<0,05). Terkait dengan tingkat stres, peningkatan glukosa
pada padat tebar tinggi masih berada dalam kisaran toleransi, sehingga TKH dapat
dipertahankan. Pertumbuhan pada penelitian ini ditunjukkan oleh parameter laju
pertumbuhan bobot mutlak (LPBM) dan laju pertumbuhan bobot spesifik (LPBS).
LPBM dan LPBS pada penelitian ini, tidak berbeda (P>0,05). Hasil ini
menunjukkan bahwa peningkatan padat tebar hingga 3 g L-1 masih mampu
mendukung pertumbuhan ikan sidat. Rasio konversi pakan merupakan jumlah
kebutuhan pakan untuk meningkatkan 1 kg bobot ikan. RKP pakan cacing sutra
antar perlakuan padat tebar tidak berbeda (p>0,05) dengan kisaran 3,56-4,06. RKP
pakan pasta antar perlakuan juga tidak berbeda nyata dengan kisaran 1,58–1,77. Hal
ini menunjukkan pakan yang diberi cukup sehingga tidak terjadi persaingan pakan.
RKP pakan pada awal pemeliharaan akan cenderung tinggi dan akan menurun
seiring dengan kemampuan adaptasi. Koefisien keragaman glass eel pada penelitian
ini tidak berbeda (P>0,05) dan tergolong seragam.
Kualitas air selama pemeliharaan dijaga dengan penggunaan sistem RAS.
Suhu, pH dan oksigen terlarut pada penelitian ini dipantau setiap hari dan dijaga
untuk berada pada kisaran optimal. Pada budidaya intensif, kualitas air sangat
dipengaruhi oleh limbah yang berasal dari pakan yang tidak dimakan, feses, dan
urin. Penerapan sistem RAS pada pendederan hingga padat tebar 3 g L-1 masih
mampu mendukung kualitas air terutama pada kandungan amonia (NH3), Nitrit
(NO2?), dan nitrat (NO3?). Alkalinitas dan kesadahan pada penelitian ini didukung
oleh penggunaan pecahan karang sebagai filter pada RAS.
Hasil analisis profitabilitas menunjukkan padat tebar 3 g L-1 membutuhkan
biaya variabel yang lebih tinggi, namun mampu menghasilkan keuntungan tertinggi
(p<0,05). Break event point (BEP) (kg) dan (Rp) merupakan jumlah ikan sidat
dalam satuan kg dan jumlah pendapatan dalam rupiah yang dihasilkan, sehingga
usaha ini dinilai tidak untung dan tidak rugi. BEP pada kepadatan 2 g L-1 dan 3 g L
1 lebih baik dibandingkan kepadatan 1 g L-1 (p<0,05). Harga pokok produksi
merupakan total biaya yang dibutuhkan untuk menghasilkan 1 kg ikan. Semakin
rendah HPP maka usaha ini dinilai lebih baik. HPP pada kepadatan 2 g L-1 dan 3 g
L-1 lebih baik dibandingkan kepadatan 1 g L-1 (p<0,05). Payback Periode pada
kepadatan 3 g L-1 menunjukkan nilai terbaik. Nilai Revenue/Cost tertinggi terdapat
pada kepadatan 3 g L-1 (p<0,05).
Analisis kriteria investasi, ketiga perlakuan dinyatakan layak karena memiliki
NPV > 0, nilai net B/C = 1, IRR yang melebihi tingkat suku bunga, dan PP = umur
bisnis. Perlakuan dengan padat tebar 3 g L?¹ menunjukkan hasil terbaik untuk NPV,
net B/C, IRR, dan PP (p<0,05). Studi ini menyoroti bahwa peningkatan padat tebar
hingga 3 g L?¹ dapat meningkatkan produktivitas dan finansial pada pendederan
glass eel. Analisis sensitivitas menunjukkan bahwa TKH pada usaha pendederan
ikan sidat bersifat sensitif karena nilai TKH sering berfluktuasi dan cenderung
rendah, hingga mendekati batas ambang kelayakan. Sebaliknya, harga pakan tidak
menunjukkan sensitivitas karena peningkatan harga pakan yang terjadi sebelumnya
tidak pernah mencapai ambang kelayakan. Demikian pula, harga benih dinyatakan
tidak sensitif, karena fluktuasi harga benih tidak melewati ambang kelayakan.
Collections
- MT - Fisheries [3193]
