Analisis Saluran Pemasaran dan Strategi Pemasaran Pala di Provinsi Maluku Utara
Abstract
Indonesia memenuhi 70% kebutuhan pala dunia. Pada tahun 2020 Provinsi Maluku Utara menjadi salah satu daerah penghasil utama, menyumbang 8.567 ton yang diikuti Aceh, Sulawesi Utara, Maluku dan Papua Barat. Hal ini menunjukkan peran Provinsi Maluku Utara dalam pemasaran pala sangat penting. Pemasaran pala di Provinsi Maluku Utara ini menghadapi tantangan seperti ketidakstabilan harga, isu kualitas dan potensi aflatoksin yang berdampak pada harga nasional. Terbatasnya informasi pasar juga menyebabkan petani kesulitan menentukan saluran penjualan yang paling menguntungkan. Maka diperlukan upaya mencari posisi pemasaran yang menguntungkan usahatani atau dalam posisi harga-harga pada tingkat pedagang bersaingan secara langsung.
Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis saluran pemasaran pala, menganalisis marjin pemasaran yang diterima pelaku pemasaran, dan merumuskan strategi pemasaran di Maluku Utara. Analisis data dilakukan melalui pendekatan kualitatif dan kuantitatif. Data kualitatif digunakan untuk mengidentifikasi saluran pemasaran, aktor yang terlibat dalam rantai pemasaran, serta perumusan strategi pemasaran dengan bauran pemasaran yang dianalisis berdasarkan SWOT. Sementara itu, data kuantitatif dianalisis menggunakan model matematis untuk menghitung marjin pemasaran, analisis farmer’s share, rasio keuntungan terhadap biaya (P/C rasio), dan efisiensi pemasaran. Penentuan sampel dilakukan secara purposive sampling dan snowball sampling. Responden dalam penelitian ini berjumlah 117 orang yang terdiri dari 100 petani pala, dengan masing-masing 50 petani pala dari Kabupaten Halmahera Utara dan 50 petani pala Kota Ternate. Pedagang 10 orang yang terdiri 4 pedagang pengempul desa, 2 pedagang pengempul kecamatan di Kabupaten Halmahera Utara dan 4 pedagang pengumpul kelurahan di Kota Ternate. Serta 7 orang yang terdiri dari instasi pemerintah Dinas Pertanian Halmahera Utara 2 orang, Kabid Perkebunan Dinas Pertanian Kota Ternate 1 orang, Dinas Pertanian Provinsi Maluku Utara 2 dan Dinas Industri dan Perdagangan Kota Ternate 2 orang. Pelaksanaan penelitian dilakukan bulan Februari-Maret 2024.
Hasil penelitian menunjukkan bahwa pemasaran pala di Maluku Utara melibatkan lima saluran pemasaran. Di Kabupaten Halmahera Utara, terdapat tiga saluran utama: (I) petani-pedagang pengumpul desa-pedagang pengepul kabupaten; (II) petani-pedagang pengumpul kecamatan-pedagang pengepul kabupaten; dan (III) petani-pedagang pengepul kabupaten. Sementara itu, di Kota Ternate terdapat dua saluran utama: (IV) petani-pedagang pengepul kelurahan-pedagang pengepul kota; dan (V) petani-pedagang pengepul kota. Keberagaman saluran ini menunjukkan dinamika dan strategi yang di adaptasi petani maupun pedagang dalam sistem distribusi pala sesuai dengan kondisi geografis dan pasar lokal di Maluku Utara.
Marjin pemasaran dan efisiensi pemasaran dengan nilai lebih dari 50% menguntungkan petani di Kabupaten Halmahera Utara dan Kota Ternate. Saluran pemasarn III dan V memiliki efisensi pemasaran lebih dari 50% serta memberikan keuntungan optimal bagi petani dengan farmer’s share sebesar 100%. Petani menerima seluruh hasil penjualan tanpa perantara yang signifikan dengan marjin pemasaran tetap yaitu 0. Kemudian saluran pemasaran I memiliki rasio keuntungan tertinggi untuk pedagang dengan rasio 0,408 untuk biji pala dan 0,598 untuk fuli menunjukkan bahwa pedagang memperoleh marjin lebih besar dibandingkan petani. Saluran pemasaran I, II, dan IV pada biji pala serta I, II, dan IV pada fuli menunjukkan tingkat efisiensi kurang dari 50%, yang merugikan petani karena sebagian besar keuntungan justru dinikmati oleh pedagang. Hal ini memperlihatkan bahwa tidak semua saluran pemasaran memberikan manfaat yang sama bagi petani dan efisiensi pemasaran dapat berbeda tergantung pada struktur saluran yang digunakan.
Strategi pemasaran menggunakan pendekatan bauran pemasaran (4P) yang meliputi produk, harga, tempat, dan promosi, dikombinasikan dengan analisis SWOT, menunjukkan bahwa pemasaran pala di Maluku Utara berada di kuadran V. Posisi ini menunjukkan bahwa strategi yang paling sesuai adalah memelihara dan mempertahankan usaha dengan fokus pada penetrasi pasar dan pengembangan produk. Matriks IFE (Internal Factor Evaluation) dan EFE (External Factor Evaluation) digunakan untuk mengevaluasi kekuatan, kelemahan, peluang, dan ancaman yang dihadapi dalam pemasaran pala. Skor total yang dihasilkan, yaitu 2,70 untuk IFE dan 2,65 untuk EFE, menunjukkan bahwa pemasaran pala memiliki kekuatan internal yang cukup baik dan mampu merespons peluang eksternal dengan efektif.
Berdasarkan hasil ini, dirumuskan 12 strategi alternatif untuk pemasaran pala, yang terdiri dari 8 strategi penetrasi pasar dan 4 strategi pengembangan produk. Strategi penetrasi pasar mencakup upaya memperluas jangkauan pasar, meningkatkan distribusi, dan memperkuat promosi untuk menarik lebih banyak konsumen. Sementara itu, strategi pengembangan produk melibatkan inovasi dalam produk pala, seperti diversifikasi produk turunan pala dan peningkatan kualitas produk, untuk memenuhi kebutuhan pasar yang beragam dan meningkatkan daya saing. Strategi-strategi ini dirancang untuk memastikan keberlanjutan dan pertumbuhan pemasaran pala dalam menghadapi dinamika pasar.
Implikasi manajerial dari penelitian ini menekankan pentingnya kerjasama antara petani, pedagang, dan pemerintah untuk meningkatkan efisiensi pemasaran pala di Maluku Utara. Rekomendasi strategis melibatkan pengembangan saluran distribusi yang lebih baik, peningkatan kualitas produk oleh petani, perluasan pasar oleh pedagang, dan dukungan kebijakan dari pemerintah, seperti infrastruktur dan regulasi pasar yang adil. Fokus pada lima saluran pemasaran utama bertujuan menciptakan stabilitas harga, meningkatkan pendapatan petani, dan mengurangi kesenjangan keuntungan, sehingga kesejahteraan petani dapat ditingkatkan. Indonesia meets 70% of the world's nutmeg needs. In 2020, North Maluku Province became one of the main producing areas, contributing 8,567 tons followed by Aceh, North Sulawesi, Maluku and West Papua. This shows that the role of North Maluku Province in marketing nutmeg is very important. Marketing of nutmeg in North Maluku Province faces challenges such as price instability, quality issues and the potential for aflatoxin which has an impact on national prices. Limited market information also makes it difficult for farmers to determine the most profitable sales channels. Therefore, efforts are needed to find a marketing position that is profitable for farming or in a price position at the trader level competing directly. Limited market information also makes it difficult for farmers to determine the most profitable sales channels.
This study aims to analyze nutmeg marketing channels, analyze marketing margins received by marketers, and formulate marketing strategies in North Maluku. Data analysis was carried out through qualitative and quantitative approaches. Qualitative data were used to identify marketing channels, actors involved in the marketing chain, and formulate marketing strategies with a marketing mix analyzed based on SWOT. Meanwhile, quantitative data were analyzed using a mathematical model to calculate marketing margins, Farmers Share analysis, profit to cost ratio (P/C), and marketing efficiency. Sampling was carried out by purposive sampling and snowball sampling. The respondents in this study were 117 people consisting of 100 nutmeg farmers, with 50 nutmeg farmers each from North Halmahera Regency and 50 nutmeg farmers from Ternate City. 10 traders consisting of 4 village collectors, 2 sub-district collectors in North Halmahera Regency and 4 sub-district collectors in Ternate City. And 7 people consisting of the government agency of the North Halmahera Agriculture Service 2 people, Head of Plantation Division of the Ternate City Agriculture Service 1 person, the North Maluku Provincial Agriculture Service 2 and the Ternate City Industry and Trade Service 2 people. The research was carried out in February-March 2024.
The results of the study indicate that nutmeg marketing in North Maluku involves five marketing channels. In North Halmahera Regency, there are three main channels: (I) farmer-trader collector village-regency trader collector; (II) farmer-trader collector sub-district-regency trader collector; and (III) farmer-trader collector district. Meanwhile, in Ternate City there are two main channels: (IV) farmer-trader collector sub-district-city trader collector; and (V) farmer-trader collector city. The diversity of these channels shows the dynamics and strategies of farmers and traders' adaptation in the nutmeg distribution system according to the geographical conditions and local markets in North Maluku.
Marketing margin and marketing efficiency with values of more than 50% benefit farmers in North Halmahera Regency and Ternate City. Marketing channels III and V have marketing efficiency of more than 50% and provide optimal benefits for farmers with a farmer's share of 100%. Farmers receive all sales proceeds without significant intermediaries with a fixed marketing margin of 0. Then marketing channel I has the highest profit ratio for traders with a ratio of 0.408 for nutmeg and 0.598 for mace, indicating that traders get a larger margin than farmers. Marketing channels I, II, and IV for nutmeg and I, II, and IV for mace show an efficiency level of less than 50%, which is detrimental to farmers because most of the profits are actually enjoyed by traders. This shows that not all marketing channels provide the same benefits to farmers and marketing efficiency can vary depending on the channel structure used.
The marketing strategy uses a marketing mix approach (4P) which includes product, price, place, and promotion, combined with SWOT analysis, indicating that nutmeg farming in North Maluku is in quadrant V. This position indicates that the most appropriate strategy is to maintain and sustain the business by focusing on market penetration and product development. The IFE (Internal Factor Evaluation) and EFE (External Factor Evaluation) matrices are used to evaluate the strengths, weaknesses, opportunities, and threats faced in nutmeg marketing. The total score produced, namely 2.70 for IFE and 2.65 for EFE, indicates that nutmeg marketing has quite good internal strength and is able to respond to external opportunities effectively.
Based on these results, 12 alternative strategies for nutmeg marketing were formulated, consisting of 8 market penetration strategies and 4 product development strategies. Market penetration strategies include efforts to expand market reach, improve distribution, and strengthen promotions to attract more consumers. Meanwhile, product development strategies involve innovation in nutmeg products, such as diversification of nutmeg derivative products and improving product quality, to meet diverse market needs and increase competitiveness. These strategies are designed to ensure the sustainability and growth of nutmeg marketing in the face of market dynamics.
The managerial implications of this study emphasize the importance of cooperation between farmers, traders, and the government to improve the efficiency of nutmeg marketing in North Maluku. Strategic recommendations involve the development of better distribution networks, product quality improvement by farmers, market expansion by traders, and policy support from the government, such as fair market infrastructure and regulations. The focus on five main marketing channels aims to create price stability, increase farmer income, and reduce profit gaps, so that farmer welfare can be improved.
Collections
- MT - Business [2086]