Analisis Pola Asah, Asih, dan Asuh pada Anak Stunting dan Non stunting Usia 24–59 Bulan
Abstract
Masalah pertumbuhan utamanya stunting merupakan salah satu masalah prioritas di Indonesia. Prevalensi stunting di Indonesia, menunjukkan trend penurunan dari 21,6% pada tahun 2022 menjadi 21,5% pada tahun 2023 akan tetapi, angka ini masih diatas angka standar yang ditoleransi WHO, yaitu di bawah 20%. Balita memiliki kebutuhan dasar (pola asah, asih, asuh) yang perlu dipenuhi agar dapat menunjang pertumbuhan dan perkembangan yang optimal. Penelitian ini bertujuan untuk menganalisis hubungan pola asah, asih, asuh pada anak stunting dan non stunting usia 24 – 59 bulan.
Desain pada penelitian ini menggunakan desain studi case control dengan matching jenis kelamin. Kelompok kasus pada penelitian ini balita usia 24–59 Bulan dengan z–skor PB/U <–2SD dengan keterlambatan perkembangan sedangkan kelompok kontrol pada penelitian ini balita usia 24–59 Bulan dengan z–skor PB/U –2SD s/d +2SD dengan perkembangan sesuai. Penelitian ini dilakukan di wilayah kerja Puskesmas Made, Sambikerep, Surabaya. Subjek pada penelitian ini memiliki perbandingan kelompok kasus dan kelompok kontrol dengan rasio 1:1, dengan purposive sampling. Jenis data yang dikumpulkan menggunakan data sekunder (usia, jenis kelamin, dan tinggi badan balita) dan data primer (karakteristik keluarga dan balita, kuesioner pola pola asah, kuesioner pola asih, kuesioner pola asuh, kuesioner SQ–FFQ dan kuesioner pra skrining perkembangan).
Hasil penelitian pada penelitian ini mayoritas usia 37–59 bulan (64%) dan lebih banyak berjenis kelamin perempuan (56%). Usia ibu saat hamil pada penelitian ini mayoritas memiliki usia yang tidak berisiko 20–35 tahun (73%). Pendidikan ibu paling banyak adalah tamat SMA (53%). Hampir seluruh ibu pada penelitian ini sebagai ibu rumah tangga (91%) dengan mayoritas pendapatan keluarga >UMK Surabaya (80%). Sebagian besar anak memiliki tingkat kecukupan energi (67,1%), lemak (61,2%) dan karbohidrat (59,3%) kurang sedangkan protein cukup (147,6%).
Berdasarkan analisis menggunakan chi square test dan fisher exact test dengan signifikansi p–value <0,05, usia ibu (p–value 0,013), tingkat pendidikan ibu (p–value 0,005), pendapatan keluarga (p–value 0,003), asupan protein (p–value 0,001), pola asah (p–value 0,000), pola asih (p–value 0,000), pola asuh (p–value 0,000) berhubungan dengan stunting. Berdasarkan hasil uji regresi logistik berganda dengan signifikansi p–value <0,05. Usia ibu (p–value 0,018; aOR = 8,043; 95% CI = 1,438–44,977), pendapatan keluarga (p–value 0,027; aOR = 0,142; 95% CI = 0,025–0,800), asupan protein (p–value 0,046; aOR = 4,413; 95% CI = 1,025–19,006), pola asah kurang (p–value 0,033; aOR = 3,523; 95% CI = 0,553–22,429) dan pola asah sedang (p–value 0,010; aOR = 9,711; 95% CI = 1,741–54,159) merupakan model akhir faktor yang berhubungan dengan kejadian stunting setelah dikontrol variabel lain dalam pemodelan akhir multivariat The main issue of growth, particularly stunting, is one of the priority problems in Indonesia. The prevalence of stunting in Indonesia shows a declining trend from 21.6% in 2022 to 21.5% in 2023. However, this figure remains above the WHO tolerable standard of below 20%. Toddlers have basic needs (stimulation, affection, and care) that must be met to support optimal growth and development. This study aims to analyze the relationship between stimulation, affection, and care patterns in stunted and non–stunted children aged 24–59 months.
The design of this study uses a case–control study design with gender matching. The case group in this study consisted of toddlers aged 24–59 months with a height–for–age z–score of <-2 SD accompanied by developmental delays, while the control group consisted of toddlers aged 24–59 months with a height–for–age z–score of -2 SD to +2 SD with appropriate development. The study was conducted in the working area of Made Health Center, Sambikerep, Surabaya. The subjects in this study have a case group to control group ratio of 1:1, using purposive sampling. The types of data collected included secondary data (age, gender, and height of toddlers) and primary data (family and toddler characteristics, stimulation patterns questionnaire, affection patterns questionnaire, care feeding questionnaire, SQ–FFQ questionnaire and developmental pre–screening questionnaire).
The results of this study showed that the majority of subjects were aged 37–59 months (64%) and predominantly female (56%). Most mothers in the study were aged 20–35 years, considered a non–risk age group during pregnancy (73%). The majority of mothers had completed high school (53%), and nearly all were housewives (91%), with most family incomes exceeding the Surabaya minimum wage (80%). Most children had insufficient energy (67.1%), fat (61.2%), and carbohydrate (59.3%) intake, while protein intake was sufficient (147.6%).
Based on the analysis using the chi–square test and Fisher's exact test with a significance level of p–value < 0.05, maternal age (p–value 0.013), maternal education level (p–value 0.005), family income (p–value 0.003), protein intake (p–value 0.001), stimulation patterns (p–value 0.000), affection patterns (p–value 0.000), and care patterns (p–value 0.000) were associated with stunting. These variables were further analyzed using multiple logistic regression to identify the factors that pose a risk for stunting. Based on the results of the multiple logistic regression test with a significance level of p–value < 0.05, maternal age (p–value 0.018; aOR = 8.043; 95% CI = 1.438–44.977), family income (p–value 0.027; aOR = 0.142; 95% CI = 0.025–0.800), protein intake (p–value 0.046; aOR = 4.413; 95% CI = 1.025–19.006), poor stimulation patterns (p–value 0.033; aOR = 3.523; 95% CI = 0.553–22.429), and moderate stimulation patterns (p–value 0.010; aOR = 9.711; 95% CI = 1.741–54.159) were the final model factors associated with stunting after controlling for other variables in the final multivariate modeling.
Collections
- MT - Human Ecology [2267]