Kompetensi dan Kinerja Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial dalam Pembangunan Kesejahteraan Sosial
Abstract
Jabatan Fungsional Penyuluh Sosial kategori keahlian mempunyai kualifikasi profesional yang mensyaratkan penguasaan ilmu pengetahuan, ketrampilan dan nilai praktek penyuluhan sosial dalam melakukan tugas penyelenggaraan kesejahteraan sosial pada instansi pemerintah pusat, daerah serta lembaga dan atau badan organisasi sosial lainnya (Peta Okupasi Nasional 2019). Kemensos merumuskan strategi penyuluhan sosial melalui peningkatan kapasitas tenaga penyuluh sosial dan mengembangkan penyuluhan sosial sebagai proses pemberdayaan masyarakat dan penguatan kapasitas serta sebagai upaya pencegahan (preventif) masalah kesejahteraan sosial melalui penerapan komunikasi pembangunan yang menumbuhkan partisipasi masyarakat (Widayanti 2015).
Jumlah Pejabat Fungsional Penyuluh Sosial (PFPS) saat ini terus bertambah sebagai konsekuensi diberlakukannya kebijakan pemerintah mengenai penyetaraan jabatan struktural kepada jabatan fungsional melalui Peraturan Menteri Pendayagunaan Aparatur Negara dan Reformasi Birokrasi (PermenPANRB) Nomor 28 Tahun 2019 yang telah direvisi melalui PermenPANRB Nomor 17 Tahun 2021 dan Nomor 7 Tahun 2022. Penyederhanaan birokrasi dilakukan untuk mewujudkan tata kelola pemerintahan yang efektif dan efisien yang selanjutnya mendorong peningkatan kinerja pemerintahan dan pelayanan publik. Data Pusat Penyuluhan Sosial (Puspensos) dan Pusat Pendidikan, Latihan dan Pengembangan Profesi (Pusdiklatbangprof) di Kemensos menunjukkan bahwa pada bulan Maret 2020 jumlah PFPS adalah sebanyak 185 orang dan pada Januari 2023 jumlah tersebut meningkat menjadi 613 orang.
Peningkatan jumlah PFPS diharapkan dapat memenuhi kebutuhan pelaksanaan penyuluhan sosial bagi masyarakat dan memberikan layanan komunikasi, informasi, motivasi dan edukasi mengenai program-program kesejahteraan sosial dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Namun, implementasi pelaksanaan penyetaraan jabatan administrasi ke dalam jabatan fungsional memberikan tantangan bagi organisasi maupun pejabat fungsional dan struktural di dalamnya (Suartini 2023).
Berdasarkan latar belakang penelitian tersebut, maka penelitian ini ditujukan untuk: (1) Menganalisis tingkat kompetensi PFPS dan faktor-faktor yang memengaruhinya; (2) Menganalisis tingkat kinerja PFPS dan faktor-faktor yang memengaruhinya; (3) Menganalisis perbedaan tingkat kompetensi dan kinerja menurut kelompok pada masing-masing karakteristik individu; (4) Menganalisis hubungan antara faktor-faktor yang mempengaruhi kompetensi dan kinerja PFPS; dan (5) Merumuskan model penguatan kompetensi dan kinerja PFPS dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Penelitian ini merumuskan model penguatan kompetensi dan kinerja PFPS melalui (1) Penyelenggaraan pelatihan untuk peningkatan kompetensi dan kinerja PFPS (klasikal dan non klasikal), (2) Penguatan organisasi profesi sebagai wadah pertukaran informasi bagi PFPS, dan (3) Pengembangan cyber extension.
Penelitian ini menggunakan teori Spencer and Spencer (1993) mengenai kompetensi yaitu karakteristik yang mendasari seseorang dan berkaitan dengan efektivitas kinerja individu dalam pekerjaannya. Kompetensi dibagi atas dua kategori, yaitu threshold category, yang merupakan kompetensi minimal yang harus dimiliki dan differentiating competencies, yang membedakan pekerja berkinerja tinggi dan rendah. Sumardjo (2019) menyebutkan bahwa kompetensi yang dimiliki penyuluh setidaknya terdiri dari empat hal: kompetensi personal, kompetensi sosial, kompetensi andragogik, dan kompetensi komunikasi inovatif.
Penelitian ini menggunakan pendekatan kuantitatif dengan unit analisis individu PFPS. Peubah terikat yang dianalisis adalah peubah tingkat kompetensi yang terdiri atas tingkat kompetensi personal (Y1), tingkat kompetensi sosial (Y2), tingkat kompetensi andragogik (Y3), dan tingkat kompetensi komunikasi inovatif (Y4). Peubah terikat lainnya adalah kinerja penyuluh sosial (Y5). Sementara itu peubah yang tidak terikat yang dianalisis adalah karakteristik individu (X1), faktor belajar (X2), tingkat pemahaman peran (X3), lingkungan kerja (X4) dan tingkat pemanfaatan TIK (X5). Populasi dalam penelitian ini adalah seluruh PFPS di Indonesia sebanyak 613 orang (data per Januari 2023). Pengambilan data dilaksanakan secara daring melalui platform Google Form pada tanggal 19 hingga 25 Januari 2023 dan diikuti oleh 279 orang PFPS atau 45,5 persen dari populasi. Pendekatan kualitatif dilakukan melalui wawancara kepada 11 orang informan untuk mengkonfirmasi hasil analisis kuantitatif.
Kompetensi PFPS secara rata-rata berada pada kategori sedang dengan tingkat kompetensi tertinggi yaitu pada kompetensi sosial. Kemampuan PFPS dalam melayani, bermitra, mengembangkan kesetiakawanan, mengembangkan kohesivitas dan sikap saling percaya mempercayai menjadi modal yang kuat dalam melakukan komunikasi dan memberikan informasi, edukasi dan motivasi sesuai dengan kebutuhan masyarakat dalam pembangunan kesejahteraan sosial. Secara umum PFPS memiliki kemampuan yang baik dalam melakukan pekerjaan secara efektif dilihat dari tingkat kompetensi personal. Tingkat kompetensi andragogik PFPS berada pada tingkat sedang yang menunjukkan bahwa PFPS mampu membangkitkan kebutuhan belajar subyek penyuluhan namun ruang perbaikan kompetensi andragogik masih terbuka lebar khususnya dalam meningkatkan kemampuan menguasai metode dan teknik pembelajaran. Kompetensi komunikasi inovatif berada pada tingkat sedang dengan tingkat literasi digital yang rendah. Peningkatan kompetensi komunikasi inovatif PFPS dapat dilakukan melalui pelatihan literasi digital: menggunakan, membuat dan menyebarkan konten secara digital.
Faktor pemahaman peran memberikan pengaruh terbesar dan mempengaruhi seluruh aspek kompetensi PFPS (personal, sosial, andragogik dan komunikasi inovatif). Pengaruh terbesar adalah pada kompetensi sosial dan kompetensi andragogik. Faktor lain yang memberikan pengaruh besar adalah tingkat pemanfaatan Teknologi Informasi dan Komunikasi yaitu pemanfaatan media digital melalui pencarian informasi melalui media sosial dan pemanfaatan media digital dalam pelaksanaan penyuluhan sosial secara daring maupun luring. Tingkat pemanfaatan TIK memberikan pengaruh yang relatif besar terhadap kompetensi personal dan kompetensi komunikasi inovatif.
Collections
- DT - Human Ecology [578]